Kaelan membuang batu yang ada di tangannya. Takut dirinya akan melempar batu itu ke kepala laki-laki di depannya. Dengan cepat, Kaelan menarik Yasmin dari pangkuan Kavin. Membawa Yasmin keluar dari mobil pacarnya itu. Kaelan menyandarkan tubuh Yasmin di mobil dan menaikkan kembali gaun Yasmin.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Kaelan.
Yasmin tak menjawab, matanya berkaca-kaca menatap Kaelan. Rambutnya berantakan dan bibirnya terlihat bengkak. Yasmin meraih punggungnya untuk menutup retsleting gaunnya. Kaelan menyadari itu dan membantu Yasmin.
Kaelan membungkukkan tubuhnya dan menatap tajam Kavin yang sedang merapikan kemejanya. Kaelan ingin menghampiri laki-laki itu tapi Yasmin menahan tangannya.
"Jangan..." lirih perempuan itu.
Kaelan tak memedulikan permintaan Yasmin. Namun, ketika laki-laki itu melepas tangannya dari pinggang Yasmin, tubuh perempuan itu seperti akan jatuh ke jalan. Kaelan segera merengkuh pinggang Yasmin lagi. Menyadari kalau Yasmin belum bisa berdiri dengan tegak.
Kavin turun dari mobil dan mendekati mereka berdua. Kaelan langsung menarik Yasmin ke belakang tubuhnya. Seperti melindungi Yasmin dari Kavin. Melihat itu, Kavin tertawa kecil.
"Apa yang lo lakukan, Bocah?" tanya Kavin.
"Harusnya gue yang bertanya, apa yang tadi lo lakukan?" tanya Kavin.
"Apapun yang gue lakukan dengan Yasmin, itu bukan urusan lo. Memangnya siapa lo sampai boleh merusak mobil gue kayak gini?" tanya Kavin sambil menunjuk kaca mobilnya yang rusak.
"Bereng-sek! Lo enggak ngerasa bersalah sama Yasmin?" tanya Kaelan.f
"Gue merasa bersalah atau enggak, itu masalah gue sama Yasmin. Lo enggak perlu ikut campur." Kavin melangkah maju mendekati Yasmin. "Ayo, kita bicara, Yas," kata Kavin sambil menarik tangan Yasmin.
Kaelan tak bisa menahan dirinya dan menonjok laki-laki di depannya itu hingga jatuh ke jalan. Kaelan membawa tubuh Yasmin bersandar pada mobil dan mendekati Kavin. Laki-laki itu melangkahi Kavin dan menonjoknya lagi.
"Gue liat lo maksa Yasmin, Bereng-sek! Lo pikir boleh melakukan itu meskipun lo pacarnya?" teriak Kaelan.
Kavin mendorong Kaelan dan berdiri sambil menyeka bibirnya yang berdarah. "Memangnya apa urusan lo? Apa urusan lo? Lo pikir lo berhak melakukan ini? Lo hanya temen adik Yasmin. Bukan siapa-siapa! Jangan ikut campur urusan gue dan Yasmin ! Sana pergi belajar saja biar segera lulus, Bocah!" kata Kavin.
Kaelan mencengkeram kerah kemeja Kavin. "Pikiran lo lebih bocah daripada gue! Dasar baji-ngan!" kata Kaelan sambil mengangkat tangannya untuk memukul Kavin lagi.
Namun, tangan Kaelan berhasil dicekal Kavin. Laki-laki itu melepaskan tangan Kaelan dari kerah kemejanya dan menonjok Kaelan dengan kuat sebagai balasan. Kaelan mundur ke belakang, wajahnya memerah karena penuh dengan emosi. Perkelahian itu tidak aka selesai jika Yasmin tidak menengahi mereka.
"Hentikan, kalian!" kata Yasmin.
Kaelan dan Kavin berhenti, lalu menatap Yasmin. Kavin yang pertama kali membuka suara. "Yasmin, kamu liat sendiri kan kalau bukan aku yang memulainya?" ujar Kavin.
Melihat Yasmin tak menatapnya, Kavin memegang tangan perempuan itu dengan wajah memohon. "Ayo kita bicara, Yas. Aku menyesal. Apa kamu marah padaku?" tanya Kavin.
"Pulanglah, Kav. Aku tidak ingin berbicara denganmu malam ini," kata Yasmin tanpa menatap Kavin.
"Jadi, kamu memilih mendengarkan anak ini? Kamu akan membiarkan anak ini ikut campur dengan urusan kita? Aku tidak akan pergi sebelum masalah ini selesai. Aku tidak ingin anak ini mendapat kesempatan dari kejadian ini," kata Kavin lagi.
Kaelan mendorong bahu Kavin lagi. "Kesempatan? Wah, selain pemaksa dan bertingkah seperti bocah, lo juga tak tahu malu ya. Lo pikir Yasmin akan maafin lo segampang itu setelah lo mencoba memerkosanya?" kata Kaelan dengan tajam.
Kavin tertawa kecil, "Memerkosa? Jaga ucapanmu! Aku tak pernah berniat melakukan itu pada Yasmin! Diamlah jika kamu enggak tahu apa-apa!" balas Kavin.
"Lo mau nyangkal hal yang jelas di depan mata? Gue liat sendiri lo maksa Yasmin, Sial-an! Kalau bukan mencoba memerkosanya, lalu apa yang lo lakukan tadi?" tanya Kaelan.
Kavin tak menjawab pertanyaan Kaelan dan fokus pada Yasmin. "Kamu tahu kan kalau bukan itu yang aku lakukan tadi? Aku tak pernah memikili keinginan untuk menyakitimu, Yasmin. Aku hanya - Aku hanya tak sadar tadi. Aku menyesal telah melakukan itu padamu," kata Kavin.
Kaelan mengendus tubuh Kavin. "Omong kosong! Lo bahkan enggak mabuk! Tak sadar diri? Lo sepenuhnya sadar apa yang lo lakukan tadi! Lo sengaja melakukannya, kan?" Kaelan mendekati Yasmin dan menatap perempuan itu dalam. "Masalah seperti ini tak boleh dianggap gampang, Yasmin. Hanya laki-laki berengsek yang suka memaksa perempuan."
Kavin mendorong Kaelan dengan kuat hingga ke tengah jalan. Terlihat sangat marah pada perkataan Kaelan.
"Jangan mengatakan hal yang tidak-tidak pada Yasmin jika lo pengen hidup lama," kata Kavin.
"Lo yang harusnya jaga omongan lo jika pengen hidup lama, Bereng-sek!" balas Kaelan.
Mereka berkelahi dan Yasmin memilih pergi daripada melerainya. Kaelan menghentikan pukulannya saat melihat Yasmin tidak ada di tempatnya berdiri tadi. Kaelan langsung berlari ke rumah Yasmin diikuti dengan Kavin di belakangnya. Laki-laki itu lega ketika melihat Yasmin masih berjalan di taman depan rumahnya.
"Yasmin..." panggil Kaelan.
Yasmin berhenti dan menoleh. Perempuan itu memalingkan wajahnya dari Kaelan ke Kavin di belakangnya.
"Aku benar-benar tidak ingin berbicara denganmu sekarang. Pulanglah, aku akan menghubungimu nanti," kata Yasmin lemah.
Kavin mengangguk dengan sedih. "Besok. Besok aku akan menemuimu, Yasmin. Dan aku akan pulang jika anak ini juga pergi dari rumah ini," kata Kavin.
Yasmin menatap Kaelan, "Pulanglah..." ucapnya.
"Tapi -"
Yasmin melanjutkan langkahnya masuk ke rumah. Sedangkan Kaelan mengikutinya dari belakang. Kaelan menutup pintu rumah Yasmin dan menguncinya. Yasmin berbalik dan menatap Kaelan dengan bingung.
"Kamu serius tidak apa-apa?" tanya Kaelan.
Yasmin mengangguk, "Aku tidak apa-apa."
"Kalau besok kamu tak ingin bertemu baji-ngan itu, kamu bisa meneleponku. Atau aku bisa memberitahu Yasa untuk -"
"Jangan beritahu Yasa. Aku tidak apa-apa. Aku bisa menghadapi Kavin sendiri. Kamu tak perlu ikut campur dengan masalah ini, Kaelan," ujar Yasmin.
"Bagaimana aku tak ikut campur jika aku melihat sendiri bagaimana laki-laki itu memperlakukanmu? Aku tidak bisa diam saja, Yasmin."
Yasmin menghembuskan napasnya, "Tapi kamu tak perlu berkelahi dan menyakiti dirimu seperti ini. Kamu pikir aku akan berterima kasih? Kamu hanya melukai dirimu sendiri! Lihatlah bibirmu sampai berdarah," kata Yasmin dengan nada sedikit kesal.
Kaelan menyeka sudut bibirnya, "Ini bukan apa-apa. Aku sudah menahannya dari tadi. Kalau tidak, pacarmu sekarang pasti berada di rumah sakit," kata Kaelan.
"Jangan melakukan ini lagi, Kaelan. Aku tak butuh kamu melakukannya. Kamu hanya akan terluka -" Yasmin teringat sesuatu. "- dan hanya menghabiskan uang. Kamu merusak kaca mobil baru Kavin. Kamu harus menggantinya. Bicaralah dengan Kavin," ujar Yasmin.
"Kamu aku tak pernah menganggap uang sebagai masalah. Kalau perlu aku akan mengganti mobil pacarmu itu."
Yasmin tersenyum datar. "Itu tak perlu." Perempuan itu menaikkan tasnya yang turun dari bahunya. "Pulanglah, ini sudah tengah malam," kata Yasmin lalu berbalik dan meninggalkan Kaelan.
Kaelan diam di tempatnya, memperhatikan langkah lemah Yasmin menaiki tangga. Saat sampai di lantai dua, perempuan itu sempat menoleh dan tersenyum kecil pada Kaelan. Entah kenapa jantung Kaelan berdebar kencang, melihat Yasmin tersenyum padanya untuk pertama kalinya.
Setelah memastikan Yasmin masuk ke kamarnya, Yasa berjalan menuju kamar Yasa. Melihat temannya itu masih fokus bermain game dengan earphone di telinganya. Pantas saja laki-laki itu tak mendengar keributan yang cukup keras di luar tadi.
Melihat Kaelan masuk ke kamarnya, Yasa membuka earphone-nya. "Mbak Yasmin udah pulang?" tanya Yasa.
Kaelan mengangguk kecil. Yasa tersenyum tipis, lalu kembali memakai earphone-nya. Kaelan mengambil tas dan ponselnya, lalu menepuk bahu temannya itu.
"Gue pulang dulu," kata Kaelan yang segera mendapat anggukan dari Yasa.
Kaelan keluar dari kamar Yasa. Saat laki-laki itu akan membuka pintu rumah itu, Yasmin memanggilnya.
"Kaelan..." panggil Yasmin.
Kaelan memutar tubuhnya dan bertatapan dengan Yasmin yang sudah berganti pakaian menggunakan kaos putih dan celana longgar berwarna hitam. Perempuan itu menuruni tangga sambil membawa kotak obat kecil.
"Kemarilah, aku akan mengobati bibirmu lebih dulu," kata Yasmin sambil duduk di sofa ruang tamu.
Dengan cepat - karena tak mau kehilangan kesempatan itu - Kaelan duduk di samping Yasmin. Melepas tasnya dan memperhatikan Yasmin membuka kotak obat. Kaelan tak bisa menahan senyum sendiri.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak, aku melakukan ini sebagai rasa terima kasihku. Karena jika kamu tidak datang tadi -" Tubuh Yasmin tiba-tiba menegang ketika mengingat kejadian itu kembali. "Jika kamu tidak datang, aku tak tahu harus bagaimana, " kata Yasmin akhirnya.
"Apa yang akan kamu lakukan?"
Yasmin meneteskan obat ke kapas dan mulai mendekati Kaelan. "Apa maksudmu?" tanya Yasmin.
"Kamu tidak akan mempertahankan laki-laki seperti itu kan? Kamu akan putus dengannya kan?" tanya Kaelan.
Dengan lembut, Yasmin membersihkan luka di sudut bibir Kaelan. Laki-laki itu meringis kecil, terlihat kesakitan. Yasmin pun melakukannya lebih hati-hati lagi.
"Aku tak tahu. Aku harus mendengar penjelasan Kavin dulu," kata Yasmin sambil fokus pada bibir Kaelan.
"Apa yang perlu dijelaskan, Yasmin? Apa yang ia lakukan tadi tidak ada penjelasannya! Dia hanya laki-laki bereng-sek yang suka memaksa perempuan. Dia enggak pantas buat kamu pertahankan," kata Kaelan dengan berapi-api.
"Kavin tidak begitu. Dia sudah menjagaku tujuh tahun ini. Aku tidak bisa memutuskannya hanya karena kesalahan kecil seperti tadi."
Kaelan berdiri, tak percaya dengan perkataan Yasmin. "Kesalahan kecil?" Kaelan menyugar rambutnya. "Aku tak percaya kamu menyebutnya kesalahan kecil. Kamu tahu apa yang akan terjadi jika aku tidak datang, Yas? Kamu tahu?" tanya Kaelan.
Yasmin menarik tangan Kaelan kembali duduk, "Jangan keras-keras. Yasa akan mendengarmu," kata Yasmin.
"Aku senang jika Yasa mendengarnya. Kalau Yasa tahu apa yang terjadi padamu, dia juga akan melakukan hal yang sama. Yasa juga akan memukul pacarmu itu. Dia juga akan menyuruhmu memutuskannya." Kaelan menyentuh tangan Yasmin yang sedang mengobatinya. "Kalau kamu tidak melarangnya, aku akan memberitahu Yasa sejak tadi," kata Kaelan.
Yasmin menundukkan kepalanya, "Jangan memberitahunya, Kaelan. Aku tidak mau membuatnya khawatir. Yasa hanya boleh fokus pada kuliahnya."
"Jadi, Yasa tak boleh mengkhawatirkanmu? Lalu siapa yang menjagamu? Kalian hanya berdua, kenapa kamu membuat Yasa menjadi orang bodoh yang tak mengetahui apa-apa, Yasmin? Dia akan lebih terluka saat tahu kamu sengaja tak memberitahunya," ujar Kaelan.
Yasmin menutup kotak obatnya, "Yasa boleh mengkhawatirkanku, tapi tidak saat ini. Sekarang adalah waktu yang sangat penting untuk masa depannya. Dia harus kuliah dengan baik agar bisa bekerja di perusahaan yang baik," kata Yasmin.
"Aku sama sekali tak mengerti pikiranmu itu, Yasmin."
"Kamu tak perlu mengerti, karena kamu tak akan mengalaminya."
Kaelan diam beberapa detik sebelum berkata lagi, "Kamu tak perlu khawatir, Yasa pintar, dia akan lulus dengan baik dan dia akan mendapat pekerjaan dengan mudah. Kalau perlu, aku akan memberikannya pekerjaan di perusahaan ayahku. Aku tahu kamu tidak akan suka dan Yasa juga tidak akan mau, tapi jika kamu mengkhawatirkan Yasa karena hal seperti ini, aku akan membantumu Yasmin. Itu bukan masalah besar," kata Kaelan.
Yasmin tersenyum kecil, "Lihatlah, kamu membuat kekhawatiranku selama belasan tahun ini menjadi tidak masalah. Aku tak tahu harus senang atau sedih bertemu denganmu, Kaelan," kata Yasmin.
"Tentu saja kamu harus senang bertemu denganku."
"Kenapa?"
"Karena aku akan membuatmu bahagia."
"Benarkah?"
"Jika kamu mengizinkannya."
Yasmin mengambil kotak obatnya dan berdiri, "Pulanglah. Aku akan mengunci pintunya," kata Yasmin sambil melewati Kaelan.
Kaelan mengikuti Yasmin dari belakang lalu keluar. Sebelum Yasmin menutup pintu rumahnya, Kaelan berkata, "Selamat malam, Yasmin. Berhentilah memikirkan hal yang membuatmu sedih."
Sebelum pintu tertutup, Kaelan melihat Yasmin tersenyum kecil. Laki-laki berdiri cukup lama di depan pintu. Memikirkan arti senyuman Yasmin yang membuat jantungnya berdebar itu. Hingga sebuah suara menyadarkan Kaelan.
"Lama juga lo di dalam. Apa yang lo katakan pada Yasmin tadi?"
Kaelan memutar tubuhnya dan langsung bertatapan dengan Kavin. Wajah laki-laki itu lebih parah daripada Kaelan. Ada luka di sudut bibir dan lebam di pelipisnya. Kavin memasukkan tangannya ke saku celananya dan menatap Kaelan dengan tajam.
"Ah, Yasmin mengobati luka gue. Aku tak tahu dia sekhawatir itu sama gue," kata Kaelan santai sambil melewati Kavin.
"Jangan berpikir lo bisa merebut Yasmin dari gue, Kaelan. Meskipun lo anak konglomerat pun, gue enggak akan takut," kata Kavin.
Kaelan tersenyum kecil sambil menghadap Kavin, "Lo benar. Mencari latar belakang lawan lo adalah hal pertama yang harus dilakukan," kata Kaelan.
Kavin tak terpengaruh dengan ucapan Kaelan dan maju selangkah, menajamkan tatapannya. "Lo tahu? Gue sempet khawatir dengan kehadiran lo di sekitar Yasmin. Tapi setelah tahun lo berasal dari keluarga pemilik Jourdin Group, gue sadar telah mengkhawatirkan hal yang enggak perlu. Umur mungkin hal yang lain, tapi aku tahu Yasmin tidak akan menerima laki-laki dari keluarga kaya seperti lo," kata Kavin dengan percaya diri.
Kaelan mengeraskan rahangnya, "Benarkah? Apa Yasmin yang mengatakan itu? Oke, gue anggap Yasmin memang begitu. Tapi, Kavin - perasaan bisa berubah dengan cepat dan gue baru aja melihat - kalau Yasmin mulai melihat gue. Meskipun hanya sedikit, tapi itu adalah kemajuan besar buat gue. Dan jika suatu saat gue lihat perasaannya sepenuhnya untuk gue, apapun masalah yang lo katakan tadi, gue bisa melewatinya."
Kaelan tersenyum kecil ketika Kavin mengepalkan tangannya erat. Wajah laki-laki itu penuh dengan amarah. Kaelan tidak mengatakan apapun dan pergi meninggalkan laki-laki itu. Saat melihat mobil Kavin di jalan, Kaelan berbalik dan berteriak.
"Soal mobil lo, gue bisa belikan yang baru. Karena lo bener, gue emang anak konglomerat dan gue punya banyak uang," teriak Kaelan.