PART 6 - Pagi Hari

2187 Kata
Kaelan memarkirkan mobilnya di depan rumah Yasa. Laki-laki itu mengambil tasnya dan keluar dari mobil. Memanggil nama Yasa berulang kali di depan pintu, tapi tak ada sahutan. Dengan ragu, Kaelan akhirnya masuk ke dalam rumah. Melihat rumah besar yang hanya ditinggali dua orang itu masih sepi. Kaelan berjalan ke kamar Yasa, mengetuk beberapa kali, dan akhirnya membuka pintunya. Kaelan mendengar suara guyuran air, menandakan Yasa sedang mandi. Benar. Kaelan datang terlalu pagi karena tak sabar bertemu dengan Yasmin. Hal gila yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Kaelan menutup pintu Yasa dan berjalan menuju lantai dua. Laki-laki itu melihat pintu kayu dengan hiasan bunga Peony kering. Kaelan mendekatkan telinganya ke pintu, mencari tahu apakah Yasmin ada di dalam, tapi tak mendengar suara apapun. Seperti seorang pencuri, Kaelan membuka pintu kamar Yasmin. Sedikit terkejut ternyata Yasmin tak mengunci pintu itu. Kaelan membuka pintu lebih lebar dengan hati-hati. Laki-laki itu melihat sekeliling kamar dan menemukan Yasmin masih tidur di kasur putihnya. Kaelan mendekati Yasmin dan melihat wajah perempuan itu dari dekat. Bahkan saat tidur pun - Yasmin terlihat sangat cantik. Tanpa sadar Kaelan tersenyum kecil. Laki-laki itu memperhatikan sekelilingnya. Tidak ada banyak barang. Hanya ada lemari pakaian besar yang mencolok di samping ranjang, sebuah meja kerja dengan banyak rak yang terlihat nyaman, dan banyak meja kecil yang di atasnya terdapat pot pohon. Kaelan mendekati meja kayi di samping ranjang Yasmin dan mengambil sebuah foto kecil di dalam figura yang lucu. Foto Yasmin bersama seorang laki-laki berkacamata. Laki-laki yang cukup tampan - dengan rambut setengkuk dan wajah tegas dan terlihat pintar. Dengan sekali lihat, Kaelan tahu laki-laki itu adalah kekasih Yasmin. Laki-laki itu memeluk pinggang Yasmin dan menatapnya dengan senyum lebar di foto itu. Kaelan dengan cepat meletakkan foto itu di tempat awalnya - dengan keadaan terbalik. Suatu saat, Kaelan akan membuang foto sial-an itu dari kamar Yasmin. Terdengar suara desahan kecil dari Yasmin. Kaelan mendekati perempuan itu dan menarik napas lega saat Yasmin masih terlelap. Kaelan berniat keluar dari kamar Yasmin sebelum perempuan itu bangun, karena jika tahu Kaelan masuk ke kamarnya tanpa izin, Yasmin pasti tambah membencinya. Namun, semua itu gagal ketika tiba-tiba Yasmin membuka matanya dan langsung bertatapan dengan Kaelan. Perempuan itu tampak tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Yasmin mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, tapi Kaelan masih terlihat di matanya. Yasmin perlahan duduk dan menatap Kaelan dengan tak fokus. "Kamu? Kenapa bisa di kamarku?" tanya Yasmin dengan wajah habis tidur yang menurut Kaelan menggemaskan. "Aku ingin bertemu Yasa, tapi dia tak ada. Aku masuk karena pintu depan terbuka," kata Kaelan. Yasmin merapikan rambutnya yang berantakan. "Lalu kenapa masuk ke kamarku?! Siapa yang mengizinkanmu masuk ke kamarku?!" tanya Yasmin dengan nada cukup tinggi. "Tidak ada yang mengizinkan. Aku hanya ingin melihatmu tidur sebentar," jawab Kaelan jujur. Yasmin berdiri dan mendongak untuk menatap Kaelan yang lebih tinggi darinya. "Kamu tahu sebutan bagi orang yang masuk ke rumah orang lain tanpa izin? Pencuri! Kamu tahu arti pencuri, kan?" tanya Yasmin dengan kesal. Kaelan tersenyum lebar. "Tentu saja. Tapi aku tak mencuri apapun, Yasmin. Percayalah, aku tak mengambil apapun." Kaelan berbalik dan menunjuk foto Yasmin dengan pacarnya. "Aku hanya melihat foto itu, lalu melihatmu. Aku tak melakukan hal lain," kata Kaelan sambil mengangkat tangannya. "Aku tahu. Kamu anak orang kaya, tak ada yang berharga di rumah ini hingga kamu ingin mencurinya. Tapi -" Kaelan memotong Yasmin, "Kamu salah, ada hal yang berharga yang ingin aku curi di sini." Kaelan menunjuk Yasmin dengan jari telunjuknya. "Kamu, Yasmin. Aku ingin mencurimu," kata Kaelan seperti sebuah gombalan. Tapi Yasmin tak akan terayu hanya karena sebuah gombalan, apalagi dari anak yang lebih muda delapan tahun darinya. Jadi perempuan itu menatap Kaelan semakin tajam. "Sepertinya candaanku tidak lucu, ya," kata Kaelan. "Kamu sedang bercanda?" tanya Yasmin. "Lalu kamu pikir aku serius?" balas Kaelan. "Aku tak suka kamu bercanda denganku. Aku tak suka bercanda, apalagi dengan anak kecil sepertimu. Tapi aku lebih tak suka jika kamu serius," kata Yasmin dengan ketus. "Kamu melukai hatiku, Yasmin," kata Kaelan. "Sekarang, kamu bahkan masuk ke kamarku tanpa izin. Lain kali, apa yang akan kamu lakukan, Kaelan? Beritahu agar aku tak terlalu terkejut," kata Yasmin seperti menyindir Kaelan. "Aku tak bermaksud masuk tanpa izin. Aku memanggil orang di depan, tapi tak ada jawaban. Ternyata Yasa baru mandi dan kamu masih tidur," kata Kaelan. "Lalu kenapa kamu ke kamarku?" "Aku tak tahu, aku hanya bosan menunggu Yasa," kata Kaelan. Yasmin mengikat rambut ikal panjangnya. Tanpa menghiraukan laki-laki di depannya, Yasmin berjalan melewati laki-laki itu. Tak peduli ia tengah menggunakan celana pendek yang tersembunyi di balik kaos besarnya. Membuat Yasmin seolah tak memakai celana. Tapi perempuan itu sama sekali tak peduli. Yasmin membuka pintu kamarnya dengan lebar. "Keluarlah," kata Yasmin penuh penekanan. Kaelan melihat Yasmin dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Tersenyum kecil dan membuat Yasmin mengerutkan keningnya. "Apa yang lucu? Kubilang keluar dari kamarku, Kaelan!" kata Yasmin. Kaelan mendekati pintu kamar Yasmin, tapi bukannya keluar, laki-laki itu justru menutup pintu itu dan menguncinya. Kaelan mendekati Yasmin dan memerangkap perempuan itu di dinding belakangnya. Mencengkeram kedua tangan Yasmin di dinding. "Apa kamu masih perawan?" tanya Kaelan tak terduga. Mulut Yasmin terbuka, tak percaya dengan pertanyaan dari Kaelan. Wajah perempuan itu memerah, percampuran antara rasa kesal, marah, dan malu. Yasmin menarik tangannya, tapi cengkeraman Kaelan terlalu kuat. "Itu pertanyaan yang tak harus aku jawab." Yasmin melotot pada Kaelan. "Lepaskan aku jika kamu masih punya sopan santun," kata Yasmin. Kaelan tersenyum miring, lalu mendekatkan wajahnya, "Aku akui, aku memang tak punya sopan santun. Aku tahu ini tak pantas kutanyakan, tapi aku sungguh ingin mengetahuinya, Yasmin. Apa kamu sudah tidur dengan kekasihmu itu?" tanya Kaelan lagi. Yasmin menelan ludahnya, "Hubungan kami tak sepicik yang kamu kira. Kavin bukan laki-laki yang hanya memikirkan selangka-ngan sepertimu!" kata Yasmin dengan tajam. Senyum Kavin semakin lebar. Laki-laki itu melepas tangan Yasmin lalu menutupi mulutnya dengan tangannya. Kavin membelakangi Yasmin lalu tiba-tiba terdengar suara tawa laki-laki itu. Yasmin tak tahu apa yang lucu dari perkataannya tadi. Apa Kaelan sedang menertawakannya karena ia masih perawan? "Apa yang kamu tertawakan? Kamu menertawakanku karena aku masih perawan?" Yasmin menarik tangan Kaelan agar menghadapnya. "Aku tak tahu lingkungan seperti apa tempatmu tumbuh. Tapi bagiku, menjaga keperawanan hingga aku menikah adalah sebuah keharusan. Dan aku tak suka kamu menertawakan pilihan hidupku seperti ini!" kata Yasmin. Kaelan mengangkat tangannya. Laki-laki itu menggigit bibirnya seperti berusaha menghentikan tawanya. Membuat Yasmin mengepalkan tangannya dengan erat. Kalau Kaelan tak juga berhenti tertawa, sudah pasti Yasmin akan memukul laki-laki itu. "Aku tak tertawa karena kamu masih perawan. Aku hanya tak percaya, karena tak banyak perempuan seusiamu yang berpikir seperti itu." Kaelan menunduk dan mendekatkan wajahnya lagi ke Yasmin. "Dan aku menyukainya, karena aku yakin aku-lah yang akan mengambil keperawananmu nanti. Percayalah, Yasmin," kata Kaelan dengan senyum lebarnya. Dengan sekuat tenaga, Yasmin mendorong da-da Kaelan agar menjauhinya. "Dasar laki-laki gila!" kata Yasmin. "Aku serius, Yasmin. Bukankah aku pernah bilang, kalau aku akan memiliki apapun yang aku inginkan? Kamu sepertinya tak mempercayainya, tapi begitulah duniaku berjalan. Sampai detik ini, aku selalu memiliki apapun yang aku inginkan," kata Yasmin. "Kecuali aku, berarti." Yasmin berbalik dan menatap Kaelan tajam. "Kamu harus tahu juga kalau dunia tak selalu berpihak pada orang sepertimu. Bahwa ada hal yang tak bisa kamu dapatkan meskipun kamu orang terkaya di dunia ini. Bahwa ada orang yang berusaha setengah mati hanya untuk memiliki apa yang kamu anggap tak berguna di dunia ini." Kaelan menarik bibirnya tipis. "Aku hampir lupa kalau kamu penulis. Pantas saja kata yang keluar dari bibir indahmu itu sangatlah menyentuh," kata Kaelan lagi. "Aku hampir lupa kalau kamu hanyalah laki-laki berusia 21 tahun. Pantas saja kata yang keluar dari bibir menyebalkanmu itu sangatlah tidak dewasa," balas Yasmin. Kaelan tertawa pelan, "Aku tidak terima. Tahun ini aku berusia 22 tahun. Aku lebih tua daripada Yasa," kata Kaelan. Yasmin tak menanggapi perkataan Kaelan dan membuka pintu kamarnya. "Keluar! Sekarang!" ujar Yasmin. "Tapi aku serius, Yasmin. Aku yakin bisa menjadi laki-laki pertamamu, jadi nantikanlah malam pertama kita," goda Kaelan. Yasmin melototi Kaelan, "Keluar!" Kaelan melewati Yasmin sambil berbisik di telinga perempuan itu. "Nantikanlah malam pertama kita," lirih Kaelan. "Teruslah bermimpi karena aku tidak akan mengingkari pilihanku sendiri. Aku tidak akan tidur dengan siapapun sebelum menikah," kata Yasmin. "Aku tak memintamu mengingkari pilihanmu, Yasmun. Aku menghargai pilihanmu. Aku hanya perlu menikahimu. Itu bukan hal yang susah," kata Kaelan santai. Mata Yasmin terbuka lebar. Jantungnya berdebar lebih cepat ketika mendengar perkataan Kaelan. Dengan gerakan lemah, perempuan itu menutup pintu kamarnya dan menguncinya. Memegang da-danya yang tiba-tiba sesak karena perkataan Kaelan. Bahkan kekasihnya - Kavin - tak suka dengan pilihan Yasmin. Menyebut Yasmin perempuan kuno dan tak tahu cara bersenang-senang. Kavin beberapa kali memaksanya, sering kali membawa Yasmin ke klub malam untuk membuat Yasmin mabuk, bahkan berpura-pura sakit hanya agar Yasmin menginap di apartemennya. Yasmin tahu kekasihnya itu tak menghargai pilihannya, tapi Yasmin berusaha menahan diri. Karena ia sangat mencintai Kavin dan laki-laki itu adalah orang yang selalu ada di sisinya selama ini. Meskipun beberapa kali Yasmin tak nyaman, tapi Yasmin mencoba memahami. Bukankah memang seperti itu laki-laki? Setidaknya Kavin tak memaksanya dengan kasar atau melakukan sesuatu yang di luar batas. Setidaknya Kavin tak melakukan sesuatu yang menyakitinya - sampai saat ini. Hanya saja, perkataan Kaelan membuat Yasmin berpikir ulang. Dari Yasa, Yasmin tahu Kaelan cukup banyak berhubungan dengan perempuan. Hidup di dunia malam yang bebas. Namun, perkataan laki-laki itu membuatnya tersentuh, meskipun Kaelan terbiasa hidup seperti itu, tapi laki-laki itu bisa menghargai pilihan hidupnya. Kalau Kaelan saja mengerti, kenapa Kavin yang sudah mengenalnya hampir sepuluh tahun tak juga mengerti? **** Yasmin keluar setelah mencuci muka. Mendengar suara Kaelan di kamar Yasa. Yasmin melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul delapan pagi. Perempuan itu masih menggunakan celana pendek dan kaos besarnya, berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan. Merasa tak ada waktu, akhirnya Yasmin hanya menyiapkan sereal dan roti lalu meletakkannya di meja makan. Tepat setelah semua siap di meja makan, Yasa dan Kaelan keluar. Yasa dengan cepat duduk di meja makan dan mengambil sepotong roti. "Boleh aku ikut makan?" tanya Kaelan. Yasa memelototi Kaelan sedangkan Yasmin tak menjawab. Kaelan pun duduk di depan Yasmin. Mengambil sepotong roti dan memakannya sambil menatap Yasmin. "Hati-hati dengan mata lo, Kae," kata Yasa. Kaelan menoleh, "Apa?" tanyanya. "Lo ngelihat kakak gue seperti ingin memakannya. Dan lo belum jelasin ke gue kenapa lo ada di sini sekarang. Siapa yang bukain lo pintu?" tanya Yasa. "Gue enggak tahu. Pintu rumah lo udah kebuka dari awal," kata Kaelan. Yasa menatap Kaelan curiga, "Terus ngapain lo ke sini? Gue enggak pernah minta lo buat jemput gue, Kae. Ngapain lo ke sini pagi-pagi, sih?" tanya Yasa. "Gapapa. Gue cuma pengen berangkat bareng sama lo aja," jawab Kaelan. Yasa memutar matanya, "Bilang aja lo pengen ketemu kakak gue," kata Yasa. "Itu memang alasan utamanya," kata Kaelan dengan senyum lebar. Setelah memberikan tatapan tajam pada Kaelanz Yasmin meninggalkan meja makan. Perempuan itu berjalan ke dapur mengambil segelas air dan meminumnya. Yasmin hampir tersedak ketika melihat bayangan orang di belakangnya. Yasmin memutar tubuhnya dan berhadapan dengan Kaelan. "Aku mau minum," kata Kaelan sambil merebut botol yang dipegang Yasmin. Laki-laki itu meneguk air yang ada di botol tanpa melepaskan pandangannya dari Yasmin. Perempuan itu tertegun ketika melihat Kaelan meminum dari botol bekasnya. Apa laki-laki itu tak melihat bibir Yasmin sudah menempel di botol itu? Atau laki-laki itu sengaja melakukannya? "Minggir," ujar Yasmin saat Kaelan menutupi jalannya. "Aku lupa memberitahumu." Kaelan menarik Yasmin ke samping kulkas besar hingga mereka tak terlihat dari meja makan. "Kamu cantik banget pagi ini. Membuatku tidak ingin kuliah dan tetap di sini bersamamu. Apa aku membolos saja, Yasmin?" tanya Kaelan. "Apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku, Kaelan," lirih Yasmin takut Yasa melihatnya. "Tidak boleh? Aku tidak boleh membolos?" Kaelan merapikan rambut panjang Yasmin lalu meletakkan tangannya di leher perempuan itu. "Tapi aku masih bisa absen tiga kali lagi. Aku sungguh tak ingin pergi," kata Kaelan lagi. "Lepas atau aku akan menginjak kakimu?" ancam Yasmin. Melihat Kaelan hanya tersenyum kecil, Yasmin pun benar-benar menginjak kaki Kaelan. Menginjaknya dengan kuat, tapi laki-laki di depannya itu sama sekali tak merasa kesakitan, akhirnya Yasmin menggigit lengan Kaelan yang mengurungnya. "Ah..." teriak Kaelan cukup keras. Terdengar suara Yasa yang mendekat, "Mbak Yasmin, kenapa berteriak? Kaelan, apa yang kamu lakukan?" kata Yasa yang berjalan menuju dapur. Yasmin segera menjauh dari Kaelan dan berpura-pura mencuci piring. Yasa masuk ke dapur dan melihat Kaelan yang memegang lengannya. "Lama banget sih lo ambil minum aja." Yasa membuka kulkas dan mengambil sebotol air minum. "Ayo pergi, entah kenapa gue enggak suka ngelihat lo berkeliaran di rumah ini," kata Yasa. Yasa masuk ke kamar untuk mengambil tas dan memakai sepatunya. Meninggalkan Kaelan yang masih berduaan dengan Yasmin. "Kamu ternyata suka menggigit ya Yasmin?" tanya Kaelan sambil memegang tangannya. Laki-laki itu melepas tangannya dan melihat bekas gigitan Yasmin yang kemerahan. Kaelan mengambil jaketnya dan memakainya untuk menyembunyikannya. Laki-laki itu mendekati Yasmin dengan wajah serius dan berbisik di telinga Yasmin. "Kali ini aku membiarkanmu, tapi lain kali, kamulah yang akan aku gigit," kata Kaelan dengan nada rendah. "Kaelan!" Yasa sudah turun dan menarik tangan Kaelan menjauhi kakaknya. Yasa berjalan keluar sambil mengangkat tangannya pada Yasmin. "Aku pergi dulu, Mbak. Anak ini biar aku yang mengurusnya," kata Yasa sambil menunjuk Kaelan - yang ia tarik keluar dengan paksa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN