Bab17: Janda Lebih Menggoda

1315 Kata
Di pagi hari Brian masih tak menemukan Raisa di depan rumahnya, Brian pikir Raisa sudah pergi ke kantor, jadi dia pun segera berangkat. Namun, Brian salah, saat tiba di kantor Brian juga tak menemukan Raisa hingga dia tahu dari Sella jika Raisa tidak masuk kerja dan izin sakit. Perasaan Brian jadi tak menentu, apakah itu alasannya Brian tak melihat Raisa sejak kemarin? pria itu bahkan sengaja nongkrong di teras semalam tapi rumah Raisa tetap sepi, Brian pikir Raisa mungkin sudah tidur, namun, pagi harinya dia tetap tak melihatnya. Sakit? Apakah parah? Selama bekerja Brian menjadi tak fokus, hingga akhirnya pria itu menyerah dan izin pulang di jam makan siang. Begitu tiba Brian langsung mengetuk pintu kontrakan Raisa, namun beberapa kali Raisa mengetuk pintu tak ada jawaban dari dalam rumah, membuat Brian semakin khawatir. "Sa, Raisa!" Brian bahkan semakin kencang menggedor pintu. Brian menempelkan telinganya di pintu rumah Raisa, berharap mendengar suara, namun rumah itu tetap hening. "Kenapa Mas Brian?" seorang tetangga muncul dan bertanya, bukan apa- apa Brian menggedor pintu dengan kencang dan membuat bising, hingga dia penasaran. "Ini Bu, Mbak Raisa gak kelihatan keluar, aku dengar dia sakit." Si Ibu pun menghampiri "Wah, pantas dari kemarin gak keluar." Prang.. Terdengar suara pecahan dari dalam rumah, membuat Brian semakin panik. "Wah Mas Brian, dobrak aja, takutnya kenapa- napa." seru si ibu panik. Dan Brian pun menendang pintu, membuat si Ibu menganga, pasalnya dalam sekali tendangan pintu rumah Raisa langsung terbuka. "Wah diragukan nih keamanan," gumam si ibu, bagaimana kalau pintu kontrakannya juga bisa dengan mudah di dobrak, bukankah itu bahaya. Si ibu tak tahu saja jika Brian mengerahkan seluruh tenaganya agar pintu segera terbuka. Brian segera masuk di ikuti si ibu tetangga, hingga mereka menemukan Raisa di dalam kamar "Sa," panggilnya. Raisa melenguh, di sebelah ranjang terdapat pecahan gelas, sepertinya Raisa mencoba meraihnya namun tak bisa hingga gelas terjatuh dan pecah. "Sa, kamu gak papa?" Brian mengguncang bahu Raisa. "Wah, panas nih Mas Brian, bawa ke rumah sakit aja!" kata si ibu yang baru saja menyentuh dahi Raisa. Brian mengangguk, bergegas menyelipkan tangannya di tengkuk dan paha Raisa, lalu membawanya untuk ke rumah sakit. *** Raisa membuka matanya lalu melihat sekelilingnya, rumah sakit, pikirnya. Sejak kemarin Raisa memang merasakan tubuhnya tak enak, mungkin karena telat makan dan juga beban pikiran, dia jadi tumbang, beruntung pagi tadi dia sempat menghubungi Sella untuk menggantikannya dan mengatakan kalau dia izin bekerja. Tapi, siapa yang membawanya kesana? Pertanyaan yang muncul segera terjawab saat Brian masuk ke ruangan. "Sa, kamu baik- baik saja?" Brian bertanya dengan nada khawatir. Raisa menggeleng "Aku gak apa." Raisa melihat tangannya yang di genggam Brian, rasanya nyaman, dan merasa terlindungi. Brian menghela nafasnya "Kenapa bisa begini Sa, kamu sakit dan gak kasih tahu siapa- siapa, kalau terjadi apa- apa gak akan ada yang tahu!" "Tadi pagi aku cuma pusing, tapi mungkin karena belum makan, aku jadi makin gak kuat." "Terus kenapa gak makan? Sudah tahu punya mag?!" Brian berseru kesal. "Orang sakit gak mau ngapa- ngapain kan," ucapnya Brian kembali menghela nafasnya "Setidaknya bilang, kalau bilang aku bisa bawakan makanan." "Sejak kemarin kamu menghindariku." Raisa benar, itu karena dia kesal. "Tapi semua gara- gara kamu." Brian juga benar, sebab bagaimana pun Brian marah karena tingkahnya. "Aku kan udah minta maaf." "Kamu mempermainkan perasaanku, Sa." Hening ... Raisa menunduk "Brian kenapa kamu suka aku?" tanyanya dengan lirih. "Perasan gak bisa memilih kemana kita harus suka bahkan benci, Sa. Gak ada alasan, yang pasti sejak bertemu aku suka kamu." "Kamu gak mengerti, dan gak tahu siapa aku." "Seperti itu juga kan? Perasaan gak akan peduli." "Aku sudah pernah menikah, Brian." Brian tertegun, wajahnya nampak pias membuat Raisa mengira Brian akan segera mundur. "Aku seorang Janda," kata Raisa lagi, berharap pemuda di depannya menjauh karena status yang dia miliki. Meski resikonya hatinya akan sakit karena harus benar- benar melupakan Brian. Tapi Raisa di buat tercengang saat pemuda itu berkata ... "Bukan masalah, bagiku Janda lebih menggoda." .... Abang pilih yang mana? Perawan atau janda? Perawan memang menawan Janda lebih menggoda Abang pilih yang mana? Perawan atau janda? Perawan memang cantik Janda lebih menarik "Bukan masalah, bagiku Janda lebih menggoda." Hening kembali, setelah kata itu tercetus dari mulut Brian. Brian sendiri nampak salah tingkah setelah mengatakan hal tersebut, pria itu bahkan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Raisa menghela nafasnya lalu memalingkan wajahnya, tidak dapat di pungkiri jika dia juga merasa malu. Pikirnya Brian akan langsung ilfil alias Ilang feeling dan pergi menjauh, tapi Brian justru masih kukuh bahkan berkata, Janda lebih menggoda? Brian pikir ini sebuah lagu? Mengingat itu tiba- tiba Raisa tertawa kecil, lalu tawanya berubah jadi tergelak saat dia tak lagi bisa menahannya. Brian sendiri merasa lucu, perkataan itu sebenarnya tercetus begitu saja, karena takut Raisa mengira, kalau dirinya akan berubah pikiran. Ya, awalnya dia juga terkejut mengetahui jika Raisa justru pernah menikah dan seorang janda, tapi Brian bukan orang berpikiran kolot hanya karena sebuah status menghilangkan cintanya. Ya, kecuali jika Raisa masih berstatus istri orang, lain lagi ceritanya. Tapi, janda bukan sebuah dosa yang harus dia hindari bahkan jauhi. Memang kenapa kalau dia janda? Yang terpenting adalah kepribadiannya dan sifatnya membuat Brian jatuh cinta, apalagi rupa-nya. Tentu saja Brian tak munafik jika dia mulai tertarik dari wajah cantik Raisa, lalu setelahnya Brian juga melihat kepribadiannya. Dan bisa Brian rasakan, jika Raisa adalah wanita yang baik. "Kamu lucu banget loh Bri, ada- ada aja." Raisa menggeleng pelan. Brian terkekeh "Jadi?" Raisa menghentikan tawanya. "Jadi?" "Gak ada alasan lagi kamu menolakku kan?" tanya Brian yakin. Raisa menatap Brian lekat "Bagaimana kalau tentang perasaanku? Bagaimana kalau aku tidak mencintai kamu?" Brian menggeleng "Nggak, menurutku sudah ada aku di hati kamu, ya meski baru sedikit." Brian yakin itu. "Cih, yakin banget?" Brian mengangguk "Aku lihat kecemburuan kamu, waktu kamu lihat aku sama Mira." Raisa menunduk, dengan wajah tersipu "Kamu salah Brian ... " Raisa menjeda ucapannya lalu menatap Brian kembali " ... Bukan hanya sedikit, tapi banyak ... sepertinya aku sudah mulai gila karena selalu memikirkan kamu," ucap Raisa tulus. "Setiap aku berusaha menyangkal, yang terbayang justru kamu, dan Ya, sepertinya aku memang cemburu melihat kamu sama OG itu." Brian tersenyum lalu mengigit bibirnya gemas. "Susah sekali ya, meyakinkan kamu?!" Raisa terkekeh "Aku kan harus menjunjung tinggi kehormatan seorang janda, aku janda, bukan berarti aku akan menerima siapa saja yang menyatakan cinta, seolah kami haus belaian dan perhatian. Tapi aku janda bukan sembarang janda." "Jadi, kamu sedang mengujiku?" Raisa menggeleng "Nggak kok, ini murni karena ketakutanku semata. Seperti rasa takut setelah mengalami kegagalan." Brian masih menggenggam tangan Raisa, dan Raisa bisa merasakan genggaman pria itu mengerat "Tidak semua laki- laki itu sama, aku gak tahu apa yang mantan suami kamu lakukan, tapi ... Aku akan berusaha untuk tidak melakukan hal yang sama atau bahkan menyakiti kamu." Raisa tersenyum getir "Aku harap begitu, karena jika kamu melakukannya, mungkin bukan hanya hatiku yang hancur, tapi juga hidupku." Brian mengecup tangan Raisa. Hening ... Keduanya terdiam namun bibir keduanya tersenyum dengan tangan yang masih saling menggenggam, entah kenapa ketakutan Raisa juga seolah memudar, dia yang tak bisa melakukan sentuhan fisik dengan lawan jenis selain bersalaman yang hanya akan berlangsung beberapa detik saja, dan itu pun dia harus menyiapkan dirinya. Tapi, saat ini genggaman tangan Brian justru membuatnya merasa aman. Apakah karena dia sudah membuka hati sepenuhnya pada pria ini? Meski begitu rasa takut itu tetap ada, ketakutan jika Brian tahu yang sebenarnya, kenapa suaminya dulu menceraikannya, dan alasan kenapa kini dia seorang janda. Jadi, lebih baik dia berkata sejak dini, sebelum Brian tahu hal itu terlambat dan berakhir menyakitinya. Brian harus tahu kalau masa lalunya tidak lah sebaik yang pria itu kira. "Brian, ada satu hal lagi yang harus kamu tahu, meski aku harap kamu tidak akan mundur, tapi jika itu terjadi, akan lebih baik kalau kamu mundur sekarang, agar rasa sakit hatiku tidak terlalu dalam nanti." Brian mengerutkan keningnya, apalagi ini? Pikirnya. Tapi pria itu diam dan menunggu ucapan Raisa selanjutnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN