Bab23: Menyadari

1415 Kata
Brian menatap tajam pada Raisa yang baru saja turun dari mobil Rendi, begitu pun Raisa yang mendengus lalu melanjutkan langkahnya menuju kontrakan. Belum juga sampai, Brian mencekal lengan Raisa "Apa ini Sa?" tanyanya dengan mata tajam dan rahang mengeras. "Apanya yang apa?" mata Raisa tak kalah tajam. "Aku suruh kamu tunggu, kenapa kamu pulang sama Pak Rendi?!" Brian bahkan melajukan motornya secepat yang dia bisa agar Raisa tak menunggu lama. Tapi, Raisa justru pulang lebih dulu dan dengan, Rendi? "Yakin? bukannya kamu begitu menikmati kebersamaan kamu sama Mira, makanya kamu lama?" "Hah?" Brian tak mengerti apa yang di katakan Raisa. menikmati apanya? dia justru ingin cepat pulang dan tak ingin berlama- lama. "Udahlah mas, kamu pergi sama Mira, aku sama Pak Rendi, kita impas." Risa menghempaskan tangan Brian. "Impas? maksud kamu apa Sa, jelas apa yang kita lakuin berbeda, aku pergi sama Mira karena menolong dia, tapi, kamu pulang sama Rendi? kamu cuma bermaksud membuat aku marah gitu?" Brian semakin tersulut emosi. Raisa terkekeh "Kamu menolong karena peduli kan? Hati-hati mas, dari rasa peduli itu, bisa membuat orang salah paham, bahkan aku. Jangankan hanya seorang teman, meskipun itu saudara kamu, jika kamu berlebihan, orang akan mengira kamu memiliki perasaan, apalagi dia seorang wanita!" "Kamu cemburu?" "Ya, jelas dong, memangnya apa yang akan kamu lakuin kalau aku juga pergi dengan pria lain." Brian tertegun, bahkan saat Raisa melangkah masuk ke dalam kontrakannya. Di dalam rumah Raisa menggerutu kesal. Brian yang tak peka bahkan tak tahu jika Mira memiliki perasaan untuknya, dan dia malah memberi harapan dengan menemani Mira, Raisa bahkan harus menahan dirinya agar tak bergetar ketakutan saat bersama Rendi demi membalas sikap Brian. Meski saat di perjalanan Rendi tak mengatakan apapun atau berprilaku tak senonoh seperti tempo hari. Tetap saja Raisa merasa kewaspadaan itu ada. *** Saat Brian mengeluarkan motornya dia menoleh ke arah pintu rumah Raisa, namun, melihat pintu yang masih tertutup Brian pun mengerutkan keningnya. "Mbak Raisa udah berangkat Mas Bri." kata seorang ibu yang sedang membawa mangkuk di tangannya, terlihat dia sedang menyuapi anaknya yang ada di kereta bayi. "Eh?" jelas saja Brian terkejut. "Jangan lama- lama marahannya ya Mas Brian, di jagain Mbak Raisanya, kita suka loh liat kalian, serasi banget." si Ibu nampak tersipu, dan Brian menggaruk tengkuknya, tentu saja itu ulahnya sendiri karena mengumbar kemesraan dengan Raisa, sampai- sampai para tetangga tahu hubungan mereka, tapi karena itu juga mungkin mereka tahu hubungan mereka sedang renggang karena Raisa pergi duluan, terlebih kemarin mereka bertengkar juga di depan rumah. Brian menghela nafasnya lalu melajukan motornya keluar pelataran. Brian menghentikan langkahnya saat melihat Raisa dan Rendi berjalan beriringan memasuki lobi, meski berjarak nampak keduanya berbincang dengan Raisa yang sesekali mengangguk, "Kamu berangkat bareng Rendi," gumamnya . Brian mengepalkan tangannya lalu berjalan tegas menuju ke ruang loker untuk mulai bekerja. "Kamu mau seperti itu kan? kalau gitu ayo! sampai kapan kamu egois Sa." **** Di siang hari Raisa mengemas berkas yang selesai dia kerjakan, lalu bergegas bangkit untuk makan siang "Ayo Sa." Raisa mengangguk lalu mengikuti Sella, mereka akan makan siang di kantin, karena Raisa yang tidak membawa bekal, moodnya yang jelek membuatnya malas memasak, bahkan tadi pagi dia hanya sarapan sereal saja. Tiba di kantin Raisa menghentikan langkahnya saat Sella yang berjalan di depannya berhenti "Kenapa sih?" "Serius Sa, Mas Brian sama Mira?" Sella menoleh pada Raisa, sementara Raisa tertegun melihat Brian tengah makan di satu meja dengan Mira. Lagi? Sepertinya Brian memang berniat membuatnya kesal. ********* Brian sedang makan siang saat Mira meletakan nampannya di depan Brian. Brian mengerutkan keningnya "Kamu sudah bekerja? bukannya masih sakit?" tanya Brian heran, pasalnya kemarin Mira terlihat seperti kesakitan dan tak bisa berjalan dengan baik. "Aku gak bisa cuti, soalnya belum genap satu bulan kerja." "Perusahaan gak sekejam itu," ucap Brian, apalagi alasan Mira sakit dan mendapat izin dari dokter klinik perusahaan sendiri. Mira nampak salah tingkah, memang benar dia mendapatkan izin, tapi Mira tak bisa melepaskan kesempatan untuk lebih dekat dengan Brian. Mira menoleh dan melihat Raisa berjalan memasuki kantin, jadi dia segera duduk dan mulai makan. Brian mengedikkan bahu acuh, lalu melanjutkan makannya, tadi pagi dia tak sempat sarapan jadi dia hanya fokus pada makanannya karena lapar. "Mas Brian?" Brian mendongak dan mendapati Sella. "Boleh kita makan disini?" Brian menatap wanita di sebelah Sella yang nampak berwajah datar. "Silahkan," ucapnya. Raisa menghela nafasnya, saat akan duduk di sebelah Mira, Sella segara mendahului hingga dia melihat ke kursi yang tersisa tepat di sebelah Brian. Raisa enggan duduk bersama Brian sebenarnya, sebab masih sangat kesal dengan pria itu, tapi Sella bersikeras dan berkata, "Bukannya kalian pacaran, jadi jangan biarin ada pelakor di antara kalian." jadi, mau tak mau Raisa mengikuti Sella. Tentu saja Sella berani bicara seperti itu setelah mendengar cerita Raisa tentang makan malam mereka yang berujung gagal kemarin, karena Mira yang kecelakaan. Baiklah kita lihat bagaimana pelakor itu beraksi. Raisa meletakan nampannya di meja lalu duduk di sebelah Brian. "Mas, Brian aku mau bilang makasih soal kemarin, kalau gak ada Mas, aku gak tahu gimana aku pulang," ucap Mira tiba- tiba. Raisa memutar matanya malas. "Hm, sudah kewajiban menolong sesama." Sella menahan tawanya saat mendengar ucapan dingin Brian. "Tetep aja Mas Brian berjasa." Sella berdehem, lalu menggerakan kepalanya agar Raisa bicara. Namun Raisa bergeming tak ingin mengeluarkan sepatah kata pun. "Kalau boleh tahu, kamu terluka karena apa ya, Mbak Mira?" tanya Sella, "Bukan apa- apa loh Mbak, kecelakaan Mbak kemarin tersebar di seluruh kantor dengan cepat," ucapnya lagi. Brian mengerutkan keningnya, seingatnya dia tak mendengar gosip tersebut, lalu dia menoleh pada Raisa yang makan dengan acuh. Tak dapat di pungkiri Brian merindukan Raisa yang sejak kemarin tak menyapa, mereka bahkan bertengkar belum ada 24 jam tapi rasanya waktu berjalan lama. "Kejatuhan gelas Mbak," jawab Mira. "Tapi, Mbak Mira gak papa kan?" "Gak papa kok, Mbak Sella." Sella mengangguk "Tapi dengan parahnya sampai di gendong segala sama Mas Brian, harusnya Mbak minta cuti loh, istirahat yang cukup biar cepet sembuh kakinya, padahal gara- gara nolongin Mbak, acara makan malamnya Mas Brian dan Raisa jadi batal loh, sia- sia dong pengorbanan mereka-" di bawah sana Raisa menendang kaki Sella, namun Sella justru menyeringai. Mira menunduk "Maaf kalau gitu, Mbak Raisa," ucapnya seolah merasa bersalah. Raisa mendongak, lalu tersenyum tipis "Its, okay," ucapnya. Brian sendiri mengerti ucapan Sella adalah sindiran untuknya, tapi dia hanya diam. Ya, dia merasa bersalah karena membatalkan kepergiannya dengan Raisa, tapi dia juga kesal saat tahu Raisa justru pulang dengan Rendi, jika marah tak perlu mencari orang lain untuk pelampiasan kan? "Tapi, ya ... Mas Brian emang udah bener karena nolong itu perbuatan mulia." Raisa mencebik, karena kini Sella menyindirnya. "Jadi, Raisa pasti bangga kan, punya pacar baik hati." Sella terkekeh. Brian menatap Raisa, yang mendengus. "Mbak Sella kesini mau makan kan, gegas gih nanti jam makan siang nya habis." "Ish iya, iya. Selamat makan ya kalian," ucap Sella yang memulai makannya. "Oh iya, aku juga beliin kopi buat Mas Brian." di tengah- tengah keheningan Mira berucap kembali sambil menyodorkan satu cup kopi ke hadapan Brian. "Sebagai tanda terimkasih," ucapnya lagi. Brian terdiam sedangkan Sella menggerakan tangannya "Wah, gak bisa nih, Mbak Mira, bisa- bisa ada yang salah paham, Mbak ngasih ke orang yang bahkan ada pacarnya di sebelah, jadi, dari pada bikin salah paham, kopinya buat saya aja ... Kamu gak keberatan kan Mas, Brian?" "Gak masalah loh, Mbak Sella, cuma kopi, kasian banget niat Mbak Mira niatnya cuma memberi tanda terimakasih." Raisa segera mengambil kopi tersebut dan meletakannya lagi di depan Brian. "Loh kok gitu sih, Sa." "Lagian, iya juga sih sebenarnya, kalau memang niat, gak perlu orang inisiatif agar gak salah paham, cukup kita tegas dengan pendirian kita, maka tidak akan ada kesalah pahaman," ucap Raisa lalu berdiri dan membawa nampannya, dia sudah selesai. Brian masih diam, dari sini dia menyimpulkan, memang Raisa salah paham, dan harusnya dia memang tidak berlebihan dan membuat kekasihnya marah. Brian tersenyum, dan harusnya dia juga tak boleh terbawa emosi kan kemarin. "Permisi ya, saya sudah selesai." Brian juga berdiri dan pergi. "Eh, Mas Brian-" "Eh, Mbak Mira, kopinya gimana?" Mira hendak ikut pergi, namun Sella segera mencegahnya. "Buat Mbak Sella aja," ucap Mira. Baru saja akan pergi, Sella berdiri dengan kopi di tangannya yang kemudian tak sengaja tumpah di pakaian Mira "Loh, maaf Mbak Mira." Sella segera menepuk pelan pakaian Mira. Mira berdecak kesal melihat bajunya yang basah, beruntung kopi tersebut sudah tak terlalu panas, jika tidak mungkin kulitnya akan melepuh. Saat Sella berusaha membersihkan bajunya dengan tisu, mata Mira menangkap kepergian Brian yang memasuki lift dimana Raisa sudah masuk lebih dulu. Sial!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN