Bab 22: Sebuah Rencana

1206 Kata
Raisa menatap jam di pergelangan tangannya, dia masih menunggu Brian yang sejak setengah jam lalu membawa office girl yang waktu itu membuatnya cemburu dengan kedekatan mereka, ke klinik prusahaan yang terletak di lantai dua perusahaan. Bagusnya perusahaan ini, mereka menyediakan klinik untuk sekedar memeriksakan diri jika tiba- tiba saat bekerja ada yang sakit atau ada kecelakaan seperti yang terjadi pada Mira, dan itu gratis. Saat melihat Brian membawa seorang gadis di pangkuannya Raisa mengikuti dan bertanya "Kenapa mas?" tanyanya dengan langkah cepat mengikuti Brian. "Kejatuhan beling, Sa," jawab Brian "Aku ke klinik dulu, tunggu ya!" dan Raisa hanya bisa mengangguk saat Brian memasuki lift, tapi hingga kini Brian belum juga kembali. Sambil menunggu, Raisa memainkan ponselnya entah itu menghubungi orang tuanya lewat chat, bahkan menscrol media sosial, untuk menghilangkan kebosanan, dia bahkan sudah pergi ke toilet beberapa saat lalu. Tapi setiap melihat pintu lift terbuka justru tak juga menampilkan Brian. Seharusnya jika hanya mengantar tak perlu menunggu lama kan? Brian bisa kembali setelah memastikan Mira mendapat penanganan. Raisa menekan nomer Brian mencoba menghubungi Brian, tapi Brian tak juga menerima panggilannya, hingga dipanggilan ke tiga, Brian baru menerima panggilannya. "Hallo Sa." "Kamu dimana sih mas Brian, aku udah nunggu disini setengah jam," ujar Raisa sedikit menahan kekesalannya. "Iya, maaf sayang. Aku anterin Mira dulu, pulang." Raisa mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan Brian. "Pulang? dari tadi aku di lobi, gak lihat kamu keluar." atau mungkin saat dia pergi ke toilet? "Iya, tadi gak sempet kasih tahu, soalnya aku buru- buru biar cepet sampai, maaf ya, bentar lagi aku balik kamu tunggu disana aja." Raisa mencebik kesal, sambil menggerutu dia melihat sekelilingnya yang mulai sepi karena sudah masuk jam pulang, kecuali beberapa lagi yang memilih lembur. Raisa menghela nafasnya untuk menambah kesabaran, dia harus menunggu sekitar setengah jam agar Brian mencapai kantor, dan apa yang harus dia lakukan sekarang? "Raisa, bukannya udah pulang?" Rendi berjalan ke arahnya dengan membawa tas kerja serta jas yang dia sampirkan di tangan. "Eh, iya Pak, saya masih nunggu mas Brian," ucap Raisa sambil berdiri, bagaimana pun mereka masih di lingkungan kantor dan dia harus menghormati direkturnya. Dan lagi, beberapa hari ini Rendi sudah bersikap profesional dan tak mengganggunya lagi. Rendi menipiskan bibirnya "Kalau gitu aku duluan." Disaat yang sama ponsel Raisa bergetar, menandakan sebuah pesan masuk, lalu dengan segera membuka ponselnya dan mengacuhkan Rendi. Merasa di acuhkan, Rendi pun berbalik untuk segera pulang, dia tahu Raisa tak akan pernah melihatnya lagi, jadi Rendi tak akan mengganggu Raisa, meski dia penasaran dengan apa yang terjadi pada Raisa hingga dia se-histeris itu saat dia baru akan menciumnya, tapi, Rendi tak bisa berbuat apapun saat Raisa juga tak ingin lagi melihatnya. Namun, baru beberapa langkah Raisa memanggilnya "Maaf Pak, bisa antar saya pulang." Rendi tertegun, "Kamu yakin?" Raisa mendatarkan wajahnya dengan ponsel yang dia genggam erat, baru saja dia mendapat pesan dari Brian yang membuatnya kesal bukan main. -Sa, kamu bisa pulang duluan, aku harus menemani Mira dulu- Jika begitu kenapa tadi Brian memintanya menunggu. Dan apa katanya? 'Menemani Mira', yang benar saja! "Saya, yakin." tentu saja Raisa tak ingin lebih lama disana. Awas kamu Brian. **** Setelah membawa Mira ke klinik, dan di tangani dokter Brian akan pergi mengingat Raisa sedang menunggunya, namun Mira mencegahnya "Mas, Brian, bisa antar aku pulang, aku gak ada yang jemput, kalau naik angkot takutnya gak bisa naik dengan leluasa," pinta Mira. Brian melihat kaki Mira yang terbalut perban, kasihan juga kalau Mira pulang naik angkutan umum. "Ya, sudah ayo." Brian membantu Mira berdiri dan kali ini dia hanya memapahnya pelan turun ke lantai satu. Tiba di lobi, Brian mengerutkan keningnya saat tak menemukan Raisa. Mira memperhatikan Brian yang berhenti "Mas kenapa berhenti?" Brian menghela nafasnya lalu melanjutkan langkahnya. Biar dia jelaskan saja nanti pada Raisa. Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam Brian tiba di rumah sederhana Mira "Orang tuaku lagi ke rumah sodara Mas." melihat tatapan Brian yang keheranan karena rumahnya sepi, Mira segera menjelaskan. Brian mengangguk "Oh." "Disini aja Mas." Mira menunjuk kursi panjang di ruang tamu "Makasih ya, Mas." Brian mengangguk. Saat ini ponsel Brian berdering dan pria itu bergegas menerimanya, Brian melihat beberapa panggilan tak terjawab, mungkin itu tadi saat dia di perjalanan. "Hallo, Ra." jawabnya. "Kamu dimana sih mas Brian, aku udah nunggu disini setengah jam," terdengar suara kesal dari Raisa. "Iya, maaf sayang. Aku anterin Mira dulu, pulang." Brian tahu dia bersalah, karena tak bisa menepati janjinya pada Raisa. "Pulang? dari tadi aku di lobi, gak lihat kamu keluar." "Iya, tadi gak sempet kasih tahu, soalnya aku buru- buru biar cepet sampai, maaf ya, bentar lagi aku balik kamu tunggu disana aja." Brian mematikan teleponnya. Brian menatap Mira yang menunduk "Aku pulang dulu," katanya. "Mas Brian bisa tolong ambilkan aku minum dulu gak, sebelum pergi?" Brian melihat kaki Mira, mungkin saja dia masih kesakitan "Oke, dimana dapurnya?" tanya Brian. Mira menunjuk sebuah pintu, dan Brian meletakan tasnya lalu pergi ke arah dapur. Mira meremas tangannya, lalu melihat ke arah pintu dapur, sebelum bergegas mengambil ponsel Brian. -Ra, kamu bisa pulang duluan, aku harus menemani Mira dulu- Tangan Mira dengan cepat mengetik pesan tersebut, lalu menghapusnya setelah benar- benar terkirim, dan kembali meletakan ponsel Brian, sebelum pria itu kembali dengan segelas air di tangannya. "Sudah kan, aku harus pulang," kata Brian. "Iya, makasih, Mas." Brian mengangguk dan segera pergi dari rumah Mira, bagaimana pun dia harus segera mencapai kantor dengan cepat, sebab Raisa pasti menunggunya. Dari dalam rumah Mira memperhatikan kepergian Brian dengan mengepalkan tangannya. Sejak saat Brian menghiburnya di atap gedung tempo hari, Mira menaruh ketertarikan pada Brian, apalagi pria itu sangat baik hingga membuatnya terpesona, dan bertekad untuk mendekati Brian. Tapi, saat mendengar gosip jika Brian memiliki kekasih bahkan seorang sekertaris, Mira merasa kalah sebelum berperang, apalagi saat tahu jika Raisa memang sangat cantik, sangat pantas jika bersanding dengan Brian, yang juga tampan. Lalu saat dengan terang- terangan Brian membenarkan gosip tersebut, dengan cepat Mira memikirkan bagaimana dia bisa membuat perhatian Brian mengalih padanya, jadi, saat Brian mengatakan akan pergi berkencan, Mira berpikir cepat dan melemparkan gelas di atas meja pantry ke arah kakinya hingga dia terluka. Meski dia berhasil meminta Brian mengantarnya, pria itu tetap tak melihat ke arahnya, bahkan cenderung mengalihkan tatapannya pada hal lain selain dirinya. Juga saat mendengar Brian memanggil Raisa dengan kata 'Sayang' rasa marah merambat di hati Mira. Tidak! Brian harus jadi miliknya. Dan dia akan melakukan apapun untuk merebut Brian, lagi pula Brian lebih cocok dengannya, dan tentu saja pria itu tak akan mendapat ejekan dari orang lain, karena status nya yang hanya seorang OB yang berpacaran dengan sekertaris, lalu di tuduh memanfaatkan Raisa. Mira tersenyum, senyum yang lambat laun menjadi kekehan lalu dia tertawa seperti sedang merasakan puas dalam hatinya. *** Brian memacu motornya secepat yang dia bisa untuk kembali ke kantor. Hatinya merasa tak nyaman karena sudah membuat Raisa menunggu lama, hanya karena dia mengantar Mira. Tapi, Brian tak bisa abai pada Mira sebagai teman, bukan? Tiba di kantor, Brian segera masuk dan menuju lobi, tempat tadi Raisa menunggunya, namun dahinya mengeryit saat tak menemukan Raisa disana. Brian menoleh ke arah satpam yang menjaga pintu "Pak Muhi, lihat Mbak Raisa gak?" tanya Brian. Satpam bernama Muhi tersebut mengerutkan keningnya "Oh, tadi aku lihat Bu Raisa naik ke mobil Pak Rendi, Bri." "Hah?!" ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN