Bab 21: Bukan Wanita Matre

1506 Kata
Matahari nampak cerah saat ini, hari Minggu yang di nantikan para pekerja untuk beristirahat sebelum hari Senin esok kembali bekerja. Hari ini adalah minggu pertama dia menjadi pacar Brian. Dan keduanya berjanji untuk melakukan kencan pertama. "Ready?" tanya Brian saat mereka sudah di atas motor. Raisa hanya mengangguk dan Brian mulai melaju "Sudah buat list belum kita mau kemana aja?" Raisa menggeleng "Belum, tapi nanti aku punya tempat yang ingin aku kunjungi," ucap Raisa dengan tenang, wajahnya nampak tersenyum merasakan angin yang menerpa wajahnya, ujung rambut panjangnya yang di gerai dan ada di balik helm juga ikut beterbangan. "Oh, ya? Kemana?" tanya Brian memastikan. Raisa tersenyum lalu melongokan wajahnya pada sisi Brian "Nanti aja kasih tau-nya." Brian tersenyum merasakan kedua tangan Raisa memeluk pinggangnya "Kejutan ya?" Lagi Raisa hanya tersenyum. Brian benar- benar mengikuti apa kata Raisa dan pergi kemana pun dia mau, mereka berjalan- jalan di taman, makan siang dengan bekal yang di siapkan, lalu menyusuri trotoar melihat sekitar. Meski tak tentu arah Brian menikmati kebersamaannya dengan Raisa, di sepanjang jalan keduanya tak henti berbincang dan tertawa, karena saling bercanda. Brian bahkan sempat mengajak Raisa untuk pergi ke mall untuk menonton film atau mereka bisa makan di cafe atau bahkan restoran disana. Tapi, Raisa berkata "Kita belum gajian, jangan buang- buang uang untuk yang tidak perlu, apalagi kamu baru membayar biaya rumah sakit ku kemarin." Raisa tak tahu Brian tak perlu mengkhawatirkan tentang uang, sebab sudah pasti isi di rekeningnya lebih dari tiga digit. Tapi, karena belum saatnya Raisa tahu, jadi dia hanya diam dan mengikuti apa kata Raisa. Sudah hampir seharian Raisa dan Brian pergi jalan- jalan hingga menjelang malam, Raisa mengatakan kemana tempat yang ingin dia kunjungi, sambil perjalanan pulang. "Kok kamu tahu di sini ada pasar malam?" Brian saja tak tahu jika di dekat kontrakan mereka ada lapangan dan sedang ada pasar malam disana. "Aku tahu dari tetangga," ucap Raisa. Brian mengangguk "Jadi ngapain?" "Ya, naik wahana lah." Raisa menarik tangan Brian dan mengajaknya menaiki beberapa wahana yang ada di sana. Berbagai macam permainan mereka mainkan, hingga Raisa kembali mengajak Brian ke salah satu tempat yang ada di pasar malam tersebut. "Brian aku mau masuk kesana," tunjuknya pada pintu yang bertuliskan 'Rumah Hantu'. "Rumah hantu?" tanya Brian "Kamu yakin?" Raisa mengangguk "Takut loh, Yang." wajah Brian nampak tegang. "Kamu yang takut?" tanya Raisa. "E-nggak, aku khawatir kamu yang takut," ucap Brian. Raisa terkekeh "Kan ada kamu." Brian menelan ludahnya saat Raisa menariknya ke arah Rumah Hantu tersebut. Begitu keduanya berjalan mendekat, terdengar suara teriakan ketakutan dari dalamnya, membuat Raisa tersenyum, sedangkan Brian semakin mengerut. "Sayang, kita naik komedi putar aja, atau kora- kora," tawar Brian. Raisa menggeleng "Udah lama aku gak main di pasar malam, biasanya aku emang suka masuk Rumah Hantu." Raisa dan Brian masuk setelah menyerahkan tiket yang sudah dia beli lebih dulu. Kreeeeettt... Begitu pintu terbuka, suasana remang- remang menyambut keduanya, ruangan yang di buat menyerupai lorong itu begitu menyeramkan dengan beberapa patung yang menyeramkan. Blash ... Brian menoleh ke belakang saat merasakan hembusan angin yang terasa di tengkuknya, tanpa sadar Brian bahkan merapatkan tubuhnya dengan Raisa. Raisa menoleh dan mendapati Brian ketakutan lalu menggeleng. Raisa terus berjalan masuk di ikuti Brian yang memegang tali tas selempangnya. "Ikhihihihi .." "Akh!" Raisa dan Brian menjerit saat melihat sesosok hantu putih berambut panjang melewati mereka, lalu hilang di telan asap. "Tuh kan Yang, serem. Ayo kita keluar." Brian menarik tangan Raisa. "Bentar, keluar lewat sana lah." Raisa kembali berjalan masuk. Dan lagi mereka menjerit dan berteriak saat mendapati sosok menyeramkan yang ada di rumah hantu tersebut, hingga keduanya melihat pintu dan keluar dengan selamat. Brian berjongkok setelah berhasil keluar dari rumah hantu yang begitu menyeramkan untuknya, nafasnya terengah dengan jantung yang berdegup kencang, sementara Raisa tertawa puas saat berhasil melewati tantangan menyeramkan di dalam sana. "Gila kamu Yang, aku bisa- bisa jantungan," kata Brian masih dengan nafas terengah. "Kamu kan cowok, mas, Bri. Masa sama begituan takut," cibir Raisa. "Itu kan hantu bohongan." "Tetep aja takut." Brian menutup mulutnya saat keceplosan bicara. "Ma- maksudku, kamu nanti ketakutan gimana?!" Raisa tertawa lalu mencubit pipi Brian membuat Brian seketika terdiam kaku. "Lucu banget sih kamu." .... Brian mengerang saat mendapati pesan dari ayahnya yang mengatakan kalau dia harus segera menyelesaikan tugasnya. "Dikiranya gampang apa," dengusnya kesal. Brian menggerakan mouse, tatapannya tertuju pada layar laptopnya, lalu mulai mengetik. Setelah pulang berkencan Brian bahkan tak boleh istirahat dan langsung bekerja. Meski pekerjaan di tangani Rendi, segala persetujuan harus melewatinya dan menggunakan tanda tangannya. Selain menjadi OB lalu menyelidiki kasus, Brian juga tetap berperan sebagai direktur meski di balik layar. Brian terus berkutat dengan pekerjaan hingga waktu menunjukan pukul 1 pagi, dan dia sudah tak sanggup lagi untuk menahan kantuknya, dua gelas kopi sudah tandas menyisakan ampas, masih tak mampu membuat matanya terbuka. Jadi, Brian putuskan untuk menutup laptopnya dan berbaring di kasur kecil di kamarnya. Pagi hari, Raisa sudah siap, begitupun Brian. "Pagi, pacar!" Raisa membelalakan matanya mendengar ucapan Brian, bagaimana tidak, pria itu bicara sangat keras hingga Raisa rasa para tetangga dapat mendengarnya. "Berisik!" bisiknya tajam. Brian terkekeh "Biar semua orang tahu, kalau cewek cantik ini udah ada yang punya." Seperti biasa Brian mengenakan helm di kepala Raisa. "Siap kan, Yang?" lagi, Brian bicara sangat kencang. Raisa menepuk pundak Brian, agar pria itu segera melaju. Raisa bahkan menutup wajahnya karena malu. Tiba di kantor Brian kembali bertingkah sesuka hati, dia menggandeng tangan Raisa. Sontak saja keduanya menjadi pusat perhatian. Penamilan yang mencolok dari Brian yang meskipun tampan tapi mengenakan seragam OB, sedangkan Raisa yang mengenakan pakaian formal khas orang kantoran, yang sudah tak diragukan lagi kecantikannya. Apalagi jabatan Raisa sebagai sekertaris direktur membuat keduanya bagai langit dan bumi, meski sama- sama berparas tampan dan cantik. Kedatangan Brian dan Raisa yang bergandengan menjadi gosip bagi para karyawan, apalagi bukan hanya sekali mereka melihat keduanya bersama, kadang ada yang melihat jika Raisa dan Brian makan bersama di kantin, dan kalau pulang pun selalu bersama, belum lagi dengan perlakuan Brian yang terang- terangan menunjukkan kalau keduanya tengah menjalin hubungan. "Emang kenapa kalau OB, Brian juga ganteng kok, mungkin sekertaris pak direktur itu punya cinta yang tulus, jadi dia gak pandang status." seru salah satu karyawan wanita di antara dua wanita lain yang tengah berada di sebuah toilet wanita. "Ya, tetap aja hidup gak cuma soal cinta," cibir salah satu wanita yang kini tengah merapikan tatanan rambutnya. "Nanti kalau mau jalan, masa cewek yang bayarin." si wanita terbahak, jelas saja ucapannya itu penuh ejekan. "Bilang aja Lo ngiri, biar cuma OB Brian itu perfect tau, type cowok hot dan gentle," timpal yang lain. "Ck, bener sih Brian ganteng, tapi ... Ah tetep aja menurut Gue ada yang gak beres kalau beneran mereka menjalin hubungan," katanya tak mau kalah. "Udah ah, yuk balik jam kerja bentar lagi mulai, lagian kalau bener, bukan urusan kita juga." dan akhirnya ketiganya meninggalkan toilet menyisakan seorang wanita yang memegang alat pel yang sejak tadi dia genggam tanpa dia gerakan, karena penasaran akan pembicaraan ketiga karyawan wanita itu. Brian sedang memasukan seragam OB nya ke dalam tas, karena jam kerjanya telah usai, dan karena hari ini dia berencana pergi makan malam di luar dengan Raisa, jadi Brian mengganti pakaiannya sebelum keluar kantor. "Mas Brian?" Brian menoleh dan menemukan Mira, office girl baru di sana. "Kenapa?" tanya Brian pada Mira yang terlihat ragu untuk bicara. "Anu- Mas Brian ... beneran pacaran sama Mbak Raisa?" tanya Mira, ragu- ragu setidaknya itu yang dia dengar dari toilet karyawan tadi. Brian mengerutkan kening "Itu ... aku denger gosip dari yang lain," ucapnya lagi. Mira nampak menunduk, seolah tak enak hati. "Orang- orang lebih senang bergosip ya." Brian terkekeh. Mira mendongak "Jadi, cuma gosip ya, Mas?" raut wajahnya nampak lega sesaat, hingga Brian berkata ... "Bukan gosip juga sih." dan wajah Mira kembali murung. "Oh," gumamnya. "Kenapa memangnya?" Brian menyampirkan tasnya. Mira mendongak "Aku pikir itu cuma gosip, kan, gak mungkin ya, Mas kan OB, Mbak Raisa kan sekertaris." Brian menekuk alisnya tak suka. "Kenapa? Karena aku seorang OB maksud mu?" "Itu-" Mira tiba- tiba menjadi gugup. Brian menyeringai "Bukankah aku beruntung mendapatkan Raisa," ucapnya bangga "Dia bukan wanita matre yang memandang status seorang pria." bibir Brian tersenyum, tapi matanya menatap dingin ke arah Mira. Mira tersenyum salah tingkah "Hm, Mas Brian udah selesai, udah rapi." Mira mencoba mengalihkan pembicaraan. "Iya, mau kencan," kata Brian acuh. Mira mengerjapkan matanya saat Brian melewatinya begitu saja, hingga saat baru saja Brian mencapai pintu terdengar suara benda pecah di belakangnya, disusul teriakan dari Mira. "Akh!" Brian menoleh mendapati Mira berjongkok dan kakinya berdarah "Kenapa?!" tanya Brian terkejut, darah mengalir deras dari kaki Mira. "Gak tahu, Mas. Gak sengaja jatuh, aduh ... Sakit." ringis Mira, Pecahan gelas berserakan di bawah kakinya. "Kamu bisa jalan? kita ke klinik." Brian memapah Mira, namun baru saja satu langkah Mira meringis kesakitan, sepertinya lukanya cukup besar, jadi Brian pun bergegas menggendong Mira ala bridal untuk segera keluar dari Pantry, dan menuju ke klinik perusahaan. Di saat yang sama Raisa baru saja keluar dari lift dan melihat Brian, namun dahinya mengeryit saat Brian berlari panik dengan seseorang dipangkuannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN