Bab 13: Sudah Punya Yang Lain

1729 Kata
Raisa mengeryit melihat bunga di mejanya, dia baru saja datang dan menemukan bunga mawar di mejanya. Tangan Raisa terulur untuk melihat bunga tersebut, hingga saat dia melihat sebuah kartu dan menemukan sebuah nama yang membuatnya berdecak lalu membuang bunga tersebut ke tong sampah di depan pintu. "Kenapa di buang?" tanya Sella saat melewati Raisa, dia juga baru datang. "Gak suka," ketusnya. Sella mengeryit "Harusnya jangan di buang juga dong, itu namanya gak menghargai pemberian orang," "Tahu apa kamu? memangnya kamu juga akan menerima kalau kamu mendapatkannya dari orang yang kamu benci." Raisa kesal jadinya, pagi- pagi sudah di buat kesal, oleh bunga pemberian Rendi. Sella terkikik, "Memangnya dari siapa sih?" "Kepo." Raisa memeletkan lidahnya dan langsung menyalakan laptopnya siap untuk bekerja. Sella cemberut, padahal dia memang ingin tahu untuk bahan gosip bersama yang lain. Dari tempatnya berdiri Brian melihat bunga yang di buang Raisa lalu membawa tong sampah tersebut untuk dia buang bersama sampah yang lain. Brian melanjutkan langkahnya untuk segera melakukan pekerjaannya, hingga tiba di pantry, Brian mengambil bunga yang di buang Raisa, dan melihat kartu nama di dalamnya. Matanya menajam lalu kembali membuang bunga tersebut setelah meremasnya. "I'm sorry please come back. Rendi🩷" Tulisan di dalam sana, apa hubungan keduanya? yang mengganggunya adalah ada tanda love disana. Dan Brian yakin Rendi ini adalah Rendi direktur mereka yang baru. **** "Nyonya, Pak Direktur mengambil cincang ayam dan sate jeroan!" Gerakan Willi yang baru saja menuang lauk ke piringnya terhenti, saat mendengar seseorang di belakangnya. "Kau." Willi menyimpan telunjuknya di mulut "Jangan berisik, aku akan menghabiskannya dengan cepat." "Astaga, Pak, kolesterolmu akan naik dengan segera." Brian terkekeh, masih bicara dengan nada menggodanya. "Tidak akan, kau tahu sudah berapa lama aku tak bisa menikmati ini," ucap Willy bersikukuh. "Tapi Nyonya besar akan marah, Pak." "Dan kau hanya perlu diam." Willi menyuapkan satu sendok besar nasi beserta sate jeroannya, matanya memejam saat merasakan nikmatnya masakan kesukaannya, namun baru saja akan mengunyah suara nyonya besar terdengar. "Muntahkan itu Will!" titahnya "Itu tidak baik untukmu!" katanya lagi. Willi mengeluh dan memuntahkan lagi makanan yang baru dia kunyah. Dia tak bisa membantah istri tercintanya. Brian tertawa "Semua ini karena kau, muncul tiba- tiba," kesal Willi pria paruh baya itu menatapnya dengan tajam. "Kau yang tidak mau mendengarkan aku Will." seorang wanita paruh baya yang anggun duduk di sebelah Willi. "Ayolah, sayang. Untuk apa kau menyediakan ini jika aku tak boleh memakannya." "Untuk Brian, Brian duduklah!" Brian menyeringai ke arah Willi lalu duduk di salah satu kursi. Willi mendengus "Kau pilih kasih, aku suamimu." Adelia menggeleng melihat tingkah suaminya itu. "Bolehlah aku memakannya kali ini saja," mohonnya. "Baiklah, hanya cincang ayam itu. Tapi, tidak dengan sate jeroan letakan kembali." Willi mendengus dan dengan kesal meletakan kembali satenya di piring lain, padahal itu adalah kesukaannya, sate ati ampela. Willy adalah keturunan Amerika blasteran jawa, ayah Amerika dan Ibu Jawa, dan dia bertemu Adelia saat tengah kuliah di sebuah kampus di Jakarta, yang membuatnya jatuh cinta adalah masakan wanita itu, Adelia kerap membantu ibunya pedagang kantin di kampus, kepintaran Adelia memasak adalah dari sang Ibu dan masakan Adelia paling enak adalah sate jeroan yang juga selalu laris jika di jual di kantin kampusnya. Hingga kini sate jeroan itu menjadi favorit keluarganya, tapi karena penyakit kolesterolnya Willy telah lama tak bisa menikmatinya. "Nikmati makananmu Bri." Adelia berkata dengan lembut, seraya menyimpan makanan kesukaan Brian di piringnya, hingga Brian tersenyum. "Aku akan menikmatinya," ucapnya sopan lalu menikmati makanannya. "Wow sepertinya lezat." dari arah pintu Rendi muncul masih dengan stelan kerjanya. "Oh, Ren, kamu sudah datang, ayo Nak makan." Adelia segera menyiapkan piring. Rendi tersenyum, namun saat hendak duduk dia merasakan tatapan tajam dari seseorang. Tentu saja pelakunya Brian. Rendi menarik sudut bibirnya sambil menaikan dagunya "Apa?!" "Dia tidak lapar Nyonya, tidak usah sediakan," kata Brian dingin. Rendi menyeringai "Oh, tidak aku lapar dan ingin makan." Brian berdecak "Tidak tahu diri." Adelia kembali menggeleng "Hentikan, ayo makan, dan Bri berhenti memanggilku Nyonya!" seru Adelia kesal. Brian kembali berdecak lalu melanjutkan makannya. Selanjutnya ruang makan itu di isi keheningan sebab semuanya fokus makan. *** Raisa harus ikut bersama Rendi untuk rapat di luar kali ini, tugasnya sebagai sekertaris Rendi, mengharuskannya siap kapan saja. Saat ini Raisa sudah berada di dalam mobil Rendi untuk pergi ke perusahaan rekanan mereka. Dan satu mobil dengan pria itu membuatnya tak nyaman. Raisa tak masalah andai itu bukan Rendi, tapi apalah daya pria ini adalah penyebab lukanya di masa lalu. Raisa sungguh tak nyaman, apalagi tatapan Rendi padanya seolah membangkitkan ketakutan dalam dirinya. Tatapan m***m sekaligus penuh cinta. Raisa bergidik ngeri mengingat apa yang dilakukan Rendi padanya dulu. Saat mereka masih memiliki hubungan tak ada sekali pun saat bertemu Rendi tak menciumnya, atau mencumbunya, hanya mencumbu tanpa sesuatu yang lebih yang Rendi lakukan, merasa tak masalah karena keperawanannya tetap terjaga, Raisa pun tak menolak, hingga saat itu ... Saat Raisa mulai terbuai dengan semua janji Rendi, dan kata- kata cinta pria itu. Raisa menyerahkan segalanya pada Rendi, menyerahkan mahkotanya yang harusnya dia jaga untuk masa depan bersama suaminya kelak, lalu setelahnya dia mulai menyesal, Raisa menangis saat dia sudah kehilangan hal berharga itu. Rendi yang melihat Raisa menangis pun berjanji tak akan melakukannya lagi. "Maafin aku Sa, janji ini gak akan terjadi lagi." saat itu Raisa percaya akan janji Rendi. Hingga suatu hari Raisa melihat pria itu melakukan hal yang sama dengan wanita lain, bahkan tanpa rasa bersalah pria itu hanya berkata. "Mau gimana lagi, aku ini lelaki normal Sa, gimana caranya aku menyalurkan hasratku saat kamu gak mau aku sentuh lagi!" Saat itu dunia seakan hancur, jadi ini salahnya? Pria itu selingkuh karena kesalahannya? "Kita gak punya ikatan Ren, memang gak seharunya kita melakukannya." "Terus kenapa, kita juga udah melakukannya, dan kamu gak hamil kan? itu artinya saat kita berhati- hati, kita tetap aman." "Ini bukan hanya tentang hamil atau enggak, Ren. Tapi tentang dosa yang harusnya gak kita lakuin!" Rendi mencebik "Alah, kamu juga menikmatinya kan? Munafik!" Raisa mengerjapkan matanya "Dan bodoh kalau aku gak menyesal," ucapnya dengan tercekat, Rendi baru saja meruntuhkan kepercayaannya, tapi dengan ringannya pria itu justru mengatainya 'munafik?' "Its okay, kalau gitu kita akhiri aja ini, biar aku bisa bebas melakukan apapun yang aku mau dengan wanita manapun, dan kamu juga gak perlu melakukan itu lagi denganku!" Raisa menggeleng tak percaya "Semudah itu kamu mengatakannya, ingat janji kamu untuk selalu bersamaku, dan menjadikan aku istri kamu setelah lulus kuliah nanti." Ya, itu janji Rendi, hingga Raisa terbuai dan melakukan yang tak seharusnya dengan pria itu. "Ya, terus? Aku harus tahan sampai kita lulus gitu? Sorry, aku gak bisa Sa. Jadi, lebih baik kita akhiri ini aja," ucapnya tanpa perasaan, membuat Raisa mengalirkan bulir beningnya. "Terus gimana sama aku? Aku udah memberikan sesuatu yang berharga untukmu, keperawananku," isaknya. Rendi berdecak "Ayolah Sa, itu hal biasa buat anak muda kayak kita. Kamu lihat itu, si Gina dia juga udah gak perawan, dan dia fine- fine aja kok." Tunjuknya pada salah satu teman kampus mereka. Raisa menatap tajam "Jangan bilang kamu juga pernah melakukannya sama dia?" tunjuk Raisa kepada gadis bernama Gina. Rendi mengedikkan bahu acuh, seolah pria itu membenarkan perkataan Raisa. "Astaga." Raisa mengusap air matanya kasar "Kamu memang b******k!" Rendi kembali acuh "So, kita selesai kan?" Raisa benar- benar tak percaya pernah jatuh hati sangat dalam pada pria b******k yang kini berjalan menjauh meninggalkannya, meninggalkan semua mimpi dan harapannya. Sejak saat itu Raisa menutup hatinya, menjalani hari- harinya dengan melupakan hal buruk yang pernah dia lakukan, dosa yang pernah dia lakukan. Raisa kira semua akan baik- baik saja, dan tidak akan ada hal buruk yang terjadi, berpikir bahwa 'Ya, ini hal biasa untuk anak muda jaman sekarang.' tapi rupanya akibat dari itu, dia justru mendapatkan trauma sebab suaminya yang tak menginginkannya, dan melakukan hal buruk padanya. Melecehkan lalu menceraikan. Mengira dia w************n yang melakukannya sebelum menikah. Meski kenyataan itu memang benar. Tapi, apakah manusia tak bisa berubah? **** "Sa, ayo?" lamunan Raisa terhenti saat Rendi sudah menghentikan mobilnya di sebuah perusahaan, dan pria itu kini berdiri di depan pintunya. "Kamu ada masalah?" tanya Rendi saat mereka memasuki lift dengan di arahkan sekertaris dari rekan bisnis Rendi. Raisa mengeryit dalam "Masalah?" "Ya, dari tadi aku lihat kamu melamun." kali ini keryitan di dahi Raisa hilang berganti dengan alis terangkat "Sorry, Sa. Tapi kalau kamu punya masalah, kamu bisa bicara sama aku, siapa tahu aku bisa bantu?" Kali ini Raisa mencebik, Rendi tak tahu saja masalahnya adalah dirinya sendiri, mungkin akan membantu kalau seandainya Rendi bukan penerus perusahaan tempanya bekerja, hingga Raisa bisa memintanya menjauh dari kehidupannya. Tapi, sepertinya itu tidak mungkin, sebab sesungguhnya dia lah yang harus menjauh dari Rendi, karena tak memiliki kuasa lain. "Gak Ada, dan gak perlu. Terimakasih atas perhatian anda, Pak." Raisa bahkan menekan kan kata- katanya berharap Rendi mengerti dan berhenti mengganggunya. Tapi Rendi memang sosok pria yang tak tahu malu, pria itu justru berkata "Its okay, kamu bisa bicara kapan pun sama aku." Raisa memutar matanya malas, lalu mengalihkan tatapannya ke objek lain. Rapat selesai dengan lancar, beruntung Rendi menjadi profesional dan tak banyak bicara padanya, selain tentang pekerjaan, harus Raisa akui jika Rendi sangat cekatan dan saat bekerja, pantas saja dia di tunjuk menjadi Direktur. "Terimakasih Pak Sandi, semoga kerja sama kita berjalan baik." setelah selesai Rendi dan Raisa kembali ke kantor. "Mau makan siang dulu gak?" dan saat rapat selesai Rendi kembali ke mode semula, membuat Raisa kesal, dengan perangai sok tampan dan sok lembut. "Tidak perlu, Pak. Kita langsung kembali ke kantor saja." "Tapi bentar lagi jam makan siang loh, Sa. Kamu gak laper?" Raisa diam. Rendi menghela nafasnya "Sa, aku udah minta maaf, gak bisa ya, kamu lupain semuanya?" Raisa menatap Rendi dengan datar "Bukannya saya sudah katakan ya, sama anda kemarin?" "Ya, kalau gitu kenapa sikap kamu seperti membenciku." kalau benar Raisa melupakan semuanya, kenapa Raisa masih marah. "Saya sudah bilang kan, melupakan bukan berarti memaafkan." "Sa, please kita bisa kembali dan mulai lagi, aku janji akan memperbaiki semuanya, satu hal yang aku sadari saat kita putus, aku nyesel, aku masih cinta kamu." Raisa terkekeh "Anda aneh sekali ya? Anda pikir seluruh dunia bisa mengikuti apa yang anda katakan, mungkin anda masih mencintai sata, tapi saya sama sekali tidak! Jadi maaf, jangan ganggu saya lagi," tegasnya. "Setidaknya kasih aku kesempatan untuk membuktikan." Rendi belum menyerah. Raisa memejamkan matanya "Tidak bisa karena aku sudah punya orang lain." Degh ... Rendi tertegun. Raisa menghela nafasnya, semoga setelah ini Rendi berhenti mengganggunya. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN