Basa Basi

1080 Kata
Setibanya di Bandara, Hera tetap berada di dekat eyangnya. Ola dengan sabar menggendongnya di ruang tunggu Bandara. Beberapa kali Farid ingin meraihnya karena tidak tega melihat ibunya menggendong anaknya, Hera selalu menepis tangannya. Tata juga melakukan hal yang sama. Sepertinya Hera masih belum ingin terpisah dari eyangnya. Namun Ola senang dengan sikap Hera. Dia terlihat baik-baik saja meski menggendong Hera dalam waktu cukup lama. Apalagi saat Hera memeluk leher dan meletakkan kepalanya di bahu Ola, Ola malah mengeratkan gendongannya. Tiba-tiba Tata merasakan getaran dari dalam saku bajunya. Sekilas dia melirik Farid yang mulai menunjukkan cemas. “Ya, Dad," decak Tata dengan mata mengerling malas. “Ok,” ucapnya kemudian. Lalu dia letakkan kembali ponsel ke dalam sakunya. “Daddy Akhyar sedang menunggu di executive longue, Mas. Dia suruh kita ke sana,” ujarnya ke Farid pelan. Sekilas dia melirik Ola yang sedang bercanda dengan Hera. Begitu juga dengan Farid. “Biar aku yang bilang,” balas Farid tenang. Tata merasakan cemas luar biasa saat melihat punggung suaminya di hadapan ibunya. Dia sangat mengkhawatirkan perasaan mertuanya. Tata masih mengingat raut wajah Ola semalam yang menunjukkan keengganan saat disinggung mengenai Akhyar. Meski Ola terlihat tenang dan tetap bersikap biasa, Tata tahu mertuanya itu hanya berusaha menutupi perasaan yang sebenarnya, enggan dan tidak ingin diganggu. Tapi ternyata sikap Ola di luar dugaan, dia tersenyum sumringah begitu mendengar Akhyar tengah menunggu keluarganya di ruang eksekutif. Dia malah dengan semangat menggendong Hera berjalan mengikuti Tata dan Farid menuju ruangan tersebut. “Ibu nggak papa?” tanya Tata khawatir. Dia merasa tidak enak dengan mertuanya. Menyesal tidak berkeras melarang Akhyar semalam untuk turut mengantar kepergiannya menuju Caen. Kini pria itu malah menyuruhnya menemuinya di ruang tunggu Bandara. “Nggak papa, Re. Biar Hera nggak kepanasan. Kasian, keringatan melulu ini. Lengket badannya. Padahal di sini lumayan dingin lo,” ujar Ola dengan senyum senangnya. Entah kenapa, Tata masih menduga Bu Ola hanya berusaha menutupi kegalauannya. *** Sepertinya dugaan Tata meleset, baru saja mereka tiba di ruangan eksekutif, Ola malah dengan ramah membalas sapaan Akhyar. Dia juga menyalami tiga pengawal Akhyar. Bu Ola pun dengan senang hati menyerahkan tubuh Hera digendong Akhyar, karena Hera yang menginginkannya. Sebelumnya, Hera menggerak-gerakkan tubuhnya ke arah Akhyar, agar pria itu menyambutnya. “Apa kabar, Bu Ola?” tanya Akhyar sambil menepuk-nepuk perut gendut Hera yang sudah terlihat nyaman berada dalam gendongannya. “Baik, Pak,” jawab Ola ramah. Dia senang melihat Hera yang penuh senyum ketika digendong Akhyar. “Bagaimana si Ayu?” tanya Akhyar lagi. “Baik juga, Pak. Dia sudah pindah ke rumah suaminya di depan rumah Guntur," jawab Ola antusias. “O. Syukurlah. Rumah itu sekarang sudah milik Ayu, Bu,” Ola mengangguk-angguk. Dia tidak ingin terlalu jauh menanggapi jawaban Akhyar barusan. “Bapak apa kabar?” tanya Ola hati-hati. Akhyar senang Ola menanyakan keadaannya. Dia hadapkan tubuhnya dengan seksama di hadapan Ola. “Sehat. Apalagi sekarang ini. Bertemu ibu dan keluarga. Oiya, Nayra nggak ikut antar?” tanya Akhyar. “Anaknya nggak enak badan. Suaminya dapat jadwal nguji ujian akhir mendadak hari ini. Jadi nggak bisa ikut antar,” jawab Ola sejelas mungkin, juga sesopan mungkin. “Oiya. Silakan duduk, Bu Ola,” tawar Akhyar. Ola tampak kikuk melihat wajah Akhyar yang sedikit memelas memintanya duduk di dekatnya. “Terima kasih, Pak,” ucap Ola seraya menganggukkan kepalanya. Lalu dengan perlahan dia duduk di satu meja dengan Akhyar, juga beserta anak dan menantunya. Tata dan Farid cukup lega dengan sikap Ola yang di luar dugaan. Kekhawatiran mereka yang mengira Ola akan marah atau cemberut karena bertemu dengan Akhyar seketika lenyap begitu saja. Wajah Akhyar pun terlihat sangat puas. Sekilas dia urutkan pandangannya dari Farid, Tata, Ola, hingga Hera. Ada sesuatu yang dia pikirkan dan membuatnya lega saat duduk bersama. “Kapan selesai studimu, Farid?” tanya Akhyar ke Farid yang duduk di sampingnya. “Kira-kira satu setengah tahun lagi, Pak,” jawab Farid sambil menggenggam tangan Tata. “Wah. Nggak lama itu. Setelahnya? Pulang? Atau menetap di sana? Kerja sama dengan Corrin? Atau sudah dapat gambaran yang lain?” Farid tertawa kecil mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari Akhyar. “Hm. Saya sudah tanda tangan kontrak kerja dengan perusahaan yang dikelola Bu Hanin, Pak,” jawab Farid. Akhyar terperangah mendengar jawaban Farid. “Jadi apa kamu di sana?” tanya Akhyar. Ada nada kecewa terselip di pertanyaannya. “Bu Hanin menyerahkan semua urusan perusahaannya ke saya.” Akhyar memejamkan matanya sekejap. Lalu mengangguk-anggukkan kepalanya. “Oh. Good. Kesempatan yang baik,” decaknya sambil mengelus-elus rambut Hera. “Tapi nggak salah nanti suatu saat, singgah main-main ke kantor Papa ya?” pinta Akhyar yang menatap Farid dengan tatapan hangat. Farid sedikit terkesiap. “Maaf, Pak. Kantor....” “Kantor saya,” ralat Akhyar yang terlihat menyadari ucapannya sebelumnya. Dia lirik Ola yang sedang sibuk mengatur posisi duduknya. Sementara Tata langsung pura-pura ikut mengatur posisi duduk ibu mertuanya, khawatir mertuanya mendengar percakapan Akhyar yang mulai menjurus. Dan sepertinya Ola tidak menyadari apa yang sedang Akhyar dan Farid bicarakan. Dia tetap bersikap biasa setelah merasa nyaman dengan duduknya. Tata kecewa dengan sikap Akhyar yang terlalu percaya diri akan cepat diterima baik oleh keluarga Bu Ola. “Nanti kabari Daddy kapan suami kamu selesai kuliah, Paris. Siapa tau Daddy bisa ikut menghadiri acara wisuda Farid di sana,” ujar Akhyar ke Tata sambil melirik-lirik Bu Ola. “Nous jouons à nouveau ensemble, Hera (Kita main sama-sama lagi ya)?” Akhyar mengalihkan perhatiannya ke Hera. “Oui,” jawab Hera dengan senyum manisnya. Giginya rapi sekali. Akhyar yang gemas mencium pipi gembulnya. “Tu veux jouer quoi, Belle?” (Mau main apa, Cantik?) “Barbie,” “A quoi d'autre veux-tu jouer? (Mau main apalagi)," Hera menggeleng. Tapi wajahnya menunjukkan rasa senang luar biasa. Sepertinya dia lebih betah berada di gendongan Akhyar dibanding Ola. Hera tak sungkan-sungkan mencium-cium pipi Akhyar yang penuh jambang tipis. Akhyar tertawa senang dicium Hera. Dia mainkan tangan mungil Hera ke pipinya, terkadang juga ke mulutnya. Sekilas ada cemburu terlihat di raut wajah Ola. Senyumnya kecut melihat keakraban Hera dan Akhyar. Tapi cepat-cepat dia sembunyikan perasaannya dengan mengangguk senyum ke arah Tata yang cemas melihatnya. Kemudian, suasana keakraban pun terjalin siang itu. Orang yang paling bahagia adalah Akhyar. Hampir di setiap kesempatan, dia tertawa renyah mendengar canda Tata atau selaan Farid yang berkisah tentang kehidupan mereka selama di kota Caen. Ola terkadang ikut larut dalam suasana bahagia tersebut. Tapi tentu di hatinya yang terdalam, dia sedih, karena tidak lama lagi akan berpisah dari Farid dan keluarganya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN