"Maksutnya?" Tanya Atala dengan bingung, tapi Jimmy hanya tersenyum simpul tanpa menjawab sepatah katapun.
"Ayo ikut aku," ajak Jimmy yang langsung berjalan di depan Atala, gadis itu menurut, ia berjalan di belakang Jimmy dengan perasaan yang was-was. Jimmy dan Atala masuk ke dalam kamar di mana Alvaro berada, dari ambang pintu kamar, Jimmy bisa melihat Alvaro tengah duduk di sofa sembari menyentuh beberapa luka lebam di wajah tampannya.
Alvaro mendongak, membalas tatapan Jimmy dengan dingin lalu mengatakan sesuatu.
"Apa yang kamu katakan pada Papa? Kenapa tiba-tiba jadi luluh?" Tanya Alvaro dengan penasaran, yang ia tahu soal kepribadian ayahnya adalah, saat ia tengah marah sangat sulit untuk mengendalikannya dan susah untuk meredam emosinya. Tapi kali ini, Jimmy berhasil meredam amarahnya hanya karena sesuatu yang di ucapkan oleh pria tua tersebut.
"Sesuatu yang bisa menentukan masa depanmu," sahut Jimmy dengan santai. Hubungan Jimmy dan Alvaro terbilang sangat dekat, Jimmy tak hanya menjadi orang kepercayaan Erlangga, tapi juga orang terdekat Alvaro. Sejak dari kecil, Alvaro selalu bersama dengan Jimmy, kehadiran Jimmy seolah-olah menjadi tempat pengganti Erlangga sebagai ayahnya. Selalu menemaninya di kala ia kesepian dan selalu ada untuknya. Bahkan, Alvaro sudah menyimpan banyak memori indah bersama dengan Jimmy sejak ia kecil, salah satu yang tak pernah ia lupakan adalah berada di atas punggung Jimmy saat usianya berusia 8 tahun. Saat itu, Alvaro masih ingat betul, ia menginginkan di gendong oleh ayahnya karena melihat teman sekolahnya di perlakukan manis oleh ayah mereka, Alvaro kecil juga menginginkannya. Tapi sayangnya, saat Alvaro meminta Erlangga untuk melakukannya, pria yang berstatus ayah kandungnya tersebut menolaknya mentah-mentah. Ia bahkan membentak Alvaro hingga membuatnya menangis tersedu. Saat Alvaro menangis di ujung ruangan, Jimmy tiba-tiba datang lalu menawarkannya untuk naik ke atas punggungnya. Hari itu, dengan di temani senja yang indah di sore hari, Alvaro kecil tertawa riang di atas punggung Jimmy.
Kembali pada masa sekarang, Alvaro bangkit dari duduknya, tapi dengan sigap Jimmy langsung menahan bahu pria tampan tersebut agar tak bergerak dari posisinya sekarang.
"Ku bawakan seseorang yang bisa membuatmu keluar dari masalah ini." Ucap Jimmy dengan santai. Alvaro mengernyit, tidak mengerti dengan maksut perkataan pria tersebut.
"Maksutnya?"
"Kamu tahu masalahmu dengan ayahmu?"
Alvaro mengangguk.
"Apa?" Tanya Jimmy untuk memastikan bahwa dugaannya saat ini sangat tepat.
"Masalahnya, Papa ngira aku gay. Jimmy, aku gak gay. Aku normal, aku suka seorang wanita. Hanya saja, wanita yang papa sodorkan padaku bukanlah type ku. Aku tidak suka w************n yang rela telanjang di depan banyak pria. Aku menyukai wanita polos yang bisa menjaga dirinya untukku. Hanya untukku." Terang Alvaro dengan panjang lebar. Jimmy tersenyum, senang rasanya mendengar Alvaro mengucapkan kalimat yang panjang. Hal yang sangat langka, mengingat bahwa sosok Alvaro yang dingin dan irit bicara. Di tambah lagi dengan sikapnya yang acuh dan sulit peduli dengan orang lain.
"Kenapa tersenyum? Ada yang lucu?" Tanya Alvaro dengan sinis pada Jimmy. Jimmy menggeleng lalu menggeser tubuhnya ke samping, memperlihatkan pada Alvaro seorang gadis yang sedari tadi berdiri tepat di belakangnya.
"Siapa dia? Pelayan baru?" Tanya Alvaro dengan santai. Atala yang di tatap sinis dan di kira pelayan baru tidak terima, ia lalu mulai angkat bicara.
"Maaf, saya bukan pelayan." Ucap Atala dengan nada bicara tidak suka.
"Lalu siapa?" Tanya Alvaro lagi. Atala membuang nafasnya dengan kasar ke sembarang arah, tak di sangka ia bertemu dengan pria sedingin ini. Bahkan wajah tampannya terlihat hambar karena ekspresinya yang sangat datar persis seperti tembok.
"Ganteng doang tapi gak punya ekspresi. Canda ganteng." Gumam Atala sedikit kesal. Gumaman yang cukup keras hingga masih bisa terdengar di gendang telinga Alvaro.
"Coba ngomong lagi? Ngomong apa barusan?" Nyolot Alvaro sembari bangkit dari duduknya. Jimmy yang mulai mencium aroma yang tidak beres kembali menyuruh Alvaro duduk seperti semula. Dan hal itu cukup berhasil, Alvaro kembali duduk dengan nyaman di sofa nan empuk tersebut.
"Gadis ini namanya Atala," jelas Jimmy memberi jeda ucapannya beberapa saat. Tapi, baru saja ia akan melanjutkan ucapannya, Alvaro sudah terlebih dahulu menyelanya dengan sebuah pertanyaan.
"Siapa yang tanya namanya siapa?" Sinis Alvaro yang sukses membuat Atala nampak sangat kesal. Ada ternyata di dunia ini pria tampan semenyebalkan ini.
"Aku akan menjelaskan tentang dirinya untukmu." Ucap Jimmy dengan sabar.
"Untuk apa kamu menjelaskan tentang diriku padanya?" Kali ini Atala yang angkat bicara. Jimmy menariknya nafasnya perlahan, lalu membuangnya dengan kasar. Ia harus memiliki kesabaran ekstra untuk menghadapi dua sejoli ini.
"Kamu ingin ayahmu selamat? Atau tidak?" Ancam Jimmy dan hak itu tentu saja sangat berhasil mengatur Atala.
"Maaf." Cicit Atala dengan menyesal.
"Ayahnya kenapa?" Tanya Alvaro mulai penasaran.
"Ayahnya di tahan di ruang bawah tanah."
"Ah," desah Alvaro terdengar seperti ledekan. "Tidak mampu bayar hutang?" Sambungnya yang membuat emosi Atala naik hingga ke ubun-ubun. Andai saja, Jimmy tak mengancamnya dengan membawa nama Ayahnya, sudah di pastikan ia akan melempar nampan berisi semangkuk air dingin dan kotak p3k ke kepala pria tampan nan dingin itu sekarang juga. Biarkan saja kepalanya pecah, ia tidak peduli. Sangat menyebalkan.
"Dia ingin ayahnya selamat." Adu Jimmy pada Alvaro.
"Kalau begitu, jadi wanita bayaran di bar ayahku saja. Ayahmu akan selamat." Kata Alvaro dengan enteng.
Mendengar kalimat wanita bayaran yang di ucapkan oleh Alvaro yang mengarah padanya, tentu saja Atala tak bisa menerimanya. Dengan kasar ia menaruh nampan yang ia bawa di atas meja di dekatnya dengan kasar. Hingga air dingin yang berada di mangkuk tersebut muncrat hingga mengenai wajah tampan Alvaro.
Ke dua pria asing yang tidak Atala kenal tersebut langsung menatapnya dengan tajam. Bahkan tatapan dingin dan tegas Alvaro sukses membuat kakinya sedikit gemetar. Tapi Atala mencoba untuk berani, ia mungkin berasal dari keluarga miskin. Tapi ia tidak rela jika harga dirinya sebagai seorang wanita di injak-injak oleh siapapun.
"Maaf ya, gue gak bakalan jadi wanita bayaran.. Karena gue wanita terhormat." Bela Atala untuk dirinya sendiri.
Alvaro dan Jimmy hanya diam, tak di sangka gadis manis tersebut mengatakan hal tersebut.
"Untuk orang miskin, kamu cukup punya harga diri." Puji Alvaro lengkap dengan senyuman sinisnya.
Fix! Atala membenci pria tampan di hadapannya ini. Sangat benci, angkuh dan Sok kaya.
"Kenapa kamu bawa dia ke sini? Dia sama sekali tidak ada hubungannya denganku. Aku tidak ikut campur dengan para tahanan yang di tahan. Ataupun mengenai para wanita yang rela menyodorkan tubuhnya di club' milik Papa sebagai pelunasan hutang." Ucap Alvaro dengan santai.
"Gadis ini mungkin tidak ada kaitannya denganmu sebelumnya, tapi untuk saat ini dan seterusnya. Dia akan menjadi urusanmu." Jelas Jimmy, dan Alvaro mengernyit kan dahinya dengan bingung.
"Maksutnya?"
"Kamu bilang, ingin seorang wanita yang bisa menjaga harga dirinya untukmu. Dia adalah orangnya."
"APA?!" teriak Alvaro dengan keras, tubuhnya Bahkan reflek langsung bangkit dari duduknya dan menatap Jimmy dengan tajam.
"Aku bilang pada ayahmu, dia adalah calon istrimu." Jelas Jimmy lagi, kali ini tak hanya Alvaro yang terkejut. Tapi juga Atala.
"Maksutnya apa, ya?" Tanya Atala tak terima. Ia? Calon istri pria kejam ini? Demi apa?
"Gak usah ngawur!" Ucap Alvaro.
"Gadis ini lebih baik dari pada wanita yang ada di bar. Kamu tidak perlu memberikan perasaan lebih untuknya. Yang hanya kamu lakukan adalah, menikahinya dan berikan dia benihmu. Buat dia melahirkan anak laki-laki untuk ayahmu lalu selesai. Kamu bisa membuangnya setelah itu. Kamu hanya butuh rahimnya dan juga sikap baiknya sebagai sebagian dari sikap putramu di masa depan." Terang Jimmy dengan panjang lebar. Alvaro mengerti, begitu pula dengan Atala.
"Gue gak mau! Itu sama aja Lo jual gue ke laki-laki dingin ini. Gue gak mau, gue udah punya pacar." Ucap Atala tiba-tiba.
"Udah ngapain aja kamu sama pacar kamu? Udah di apain aja kamu sama dia?" Tanya Alvaro secara beruntun.
Atala mendengus, "urusannya sama lo apa, ya?" Tanyanya dengan sinis. Sepertinya apa yang ia lakukan dengan kekasihnya bukanlah urusan siapapun.
"Aku gak mau wanita yang sudah pernah tidur dengan pria lain." Tegas Alvaro. Mendengar apa yang di katakan Alvaro mengarah padanya, Atala kembali tidak terima.
Salah satu tangan Atala terulur, menyubit keras bagian perut Alvaro hingga pria itu menjerit kesakitan.
"AH!"
"APA YANG KAMU LAKUKAN?!" teriak Alvaro dengan murka.
"Siapa yang kamu katai wanita yang pernah tidur dengan pria lain?" Sinis Atala dengan berani. "Maaf ya, walaupun gue sudah punya pacar selama setahun. Tapi gue masih perawan, gue bahkan gak pernah ciuman sama sekali." Sambungnya dengan emosi.
Alvaro dan Jimmy saling menatap, Jimmy langsung menahan tawanya agar tak keceplosan. Sungguh, gadis muda yang ia bawa ini sangat manis dan juga polos. Ia jadi ragu jika Alvaro akan menolak kehadiran gadis ini dalam hidupnya. Sedangkan Alvaro langsung tersenyum simpul. Entah kenapa, rasanya aneh sekaligus lucu.
"Benarkah, kamu belum pernah berciuman?" Tanya Alvaro lengkap dengan seringaiannya yang khas, membuat Atala langsung merinding seketika.
"Psikopat, ya?" Tuding Atala dan Alvaro menanggapinya dengan suara tawa kecilnya.
Alvaro berjalan mendekat ke arah Atala, membuat gadis itu bergerak mundur untuk menghindari pria asing di depannya.
Tap.
Punggung mungil Atala sudah mentok ke tembok, membuatnya tak bisa lagi pergi ke mana-mana. Di hadapannya sekarang ada Alvaro yang semakin mendekat dan mendekat hingga tubuh ke duanya hanya berjarak beberapa senti. Hampir saja saling bersentuhan. Alvaro menggunakan ke dua tangannya untuk menahan tubuhnya ke tembok agar tak langsung bersentuhan dengan tubuh Atala. Hal itu justru membuat Atala gugup bukan main, ia seperti di kurung oleh tubuh kekar nan tinggi pria dingin tersebut.
"Mau apa Lo?" Tanya Atala dengan takut.
Cup.
Sebuah kecupan manis berhasil mendarat di bibir Atala. Dengan sengaja Alvaro mencium bibir Atala dengan bibirnya. Hanya sebuah kecupan singkat yang manis. Jimmy yang melihat nya hanya bisa tersenyum simpul.
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat dengan mulus di pipi kiri Alvaro, tapi hal itu tak membuat pria dingin tersebut marah. Ia justru tersenyum penuh arti.
"Gadis yang menarik." Gumamnya dengan pelan.
"Berani ya Lo, cium gue." Omel Atala dengan lantang. "First kiss gue!" Pekiknya dengan histeris.
"Sama kok," ucap Alvaro tiba-tiba. Atala mendongak, dengan pipi yang memerah merona karena malu, ia memberanikan diri membalas tatapan mata dingin dari seorang Alvaro.
"Sama apaan?"
"Itu juga First kiss aku."
Hening. Tidak ada yang berucap. Ruangan tersebut hening untuk beberapa saat, hingga akhirnya Alvaro berdehem kecil lalu mulai beranjak menjauh dari tubuh Atala dan berhadapan dengan Jimmy.
"Aku mau dia, atur saja semuanya. Aku ngikut. Sepertinya dia menarik."
"Baik, Tuan Muda."
"AAAA!"