Bab 4

1967 Kata
Brak. Semua gebrakan meja dari tangan besar seseorang tak membuat seorang pria yang saat ini tengah duduk di sebuah sofa kebesarannya menjadi terkejut, raut wajahnya masih sama seperti satu jam yang lalu. Dingin, tegas serta lengkap dengan tatapan matanya yang tajam bak mata seorang elang yang tengah melihat mangsanya. "Papa sudah capek ngurusin omongan orang lain yang selalu berpikir kamu adalah seorang gay. Jawab Papa dengan jujur, apa kamu menyukai sesama jenis?" Pria tua berkaca mata minus yang beberapa saat lalu menggebrak meja tersebut mulai angkat bicara, nampak di matanya yang tengah marah sembari menatap putra tunggalnya yang tengah santai duduk di sofa besar miliknya. "ALVARO!" teriak Erlangga, pria tua berkaca mata yang berstatus sebagai orang tua tunggal bagi Alvaro sejak pria yang kini sudah menginjak usia 28 tahun tersebut berusia 7 tahun. Alvaro diam, tak menyahuti ucapan sang ayah. Salah satu orang yang paling ia benci di dunia ini adalah ayahnya. Pria yang sudah membesarkannya hingga sedewasa dan sesukses ini dengan uang haram yang ia miliki. Benar, ayahnya adalah seorang rentenir kejam yang menjadi buronan. Pekerjaan ayahnya yang kotor bukan alasan utama ia membenci pria tua tersebut. Ia membenci Erlangga karena pria tua tersebut telah membuat Sang Ibu tercinta meninggalkannya sejak dari kecil hingga sebesar ini. Menjadi seorang pria sukses dan memiliki banyak kekayaan tentu saja membuat Erlangga yang saat itu masih muda sering bermain wanita. Salah satu wanita yang ia temui dan membuatnya gila adalah Dewi-ibu kandung Alvaro. Singkat cerita, malam pertama pertemuan Dewi dan Erlangga menjadi hal yang paling istimewa bagi Erlangga. Tapi tidak begitu dengan Dewi, wanita cantik itu justru sangat membenci Erlangga karena sudah berani mengambil kesuciannya dengan cara yang tidak pantas. Dari hubungan terlarang itulah, ke duanya akhirnya menikah dan lahirlah seorang Alvaro. Awal pernikahan mereka terasa sangat biasa, hingga akhirnya sifat b******k Erlangga muncul kembali, ia sering membawa wanita malam ke rumah dan mengabaikan Dewi yang berstatus istrinya. Pria itu bahkan tak mempedulikan perasaan Dewi saat itu, membuat wanita itu sakit hati. Ia memaafkan sifat suaminya untuk pertama, ke dua dan ketiga kalinya. Tapi untuk seterusnya, ia sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit. Bahkan saat itu, Erlangga tak segan-segan untuk melukai secara fisik dan mental Dewi secara bersamaan. Dewi menghilang, Ia pergi entah ke mana saat Alvaro berusia 7 tahun, meninggalkan putra tunggal serta suami kejamnya. Erlangga sudah mengutus banyak anak buahnya untuk mencari keberadaan Dewi, tapi sayangnya tidak ada satupun dari mereka yang berhasil menemukannya hingga saat ini. Itulah alasan utama, kenapa Alvaro sangat membenci ayahnya hingga saat ini. Pria tampan itu bahkan masih teringat jelas bagaimana sang ayah memukul ibunya dengan sangat kejam hingga wanita yang telah melahirkannya tersebut jatuh di atas lantai yang keras dengan berlinang air mata. "VARO!" teriak Erlangga dengan penuh emosi tatkala Alvaro sedari tadi hanya diam tak menyahuti apapun yang di katakan oleh sang ayah. "Apa benar, kamu menyukai sesama jenis?" Tanya Erlangga untuk kesekian kalinya. Tapi masih belum ada jawaban dari Alvaro sepatah katapun. Membuat Erlangga meraup wajah keriputnya lalu mengambil gelas yang berada di atas meja lantas melemparnya dengan keras ke tembok hingga hancur berkeping-keping. Erlangga mulai lelah dan muak dengan para omongan rekan bisnisnya yang selalu mengatakan bahwa putra tunggalnya tersebut adalah seorang gay atau pecinta sesama jenis. Bukan tanpa alasan orang lain selalu membicarakan mengenai hal itu. Di beberapa kesempatan, Alvaro dengan terang-terangan menolak banyak wanita yang mendekatinya. Contohnya adalah saat di adakan sebuah pesta di kalangan para rentenir, di sana pastinya akan ada banyak wanita cantik dan sexy dari berbagai kalangan yang datang. Tapi Alvaro sama sekali tidak tertarik, pria dingin itu bahkan sama sekali tak meliriknya. Pernah ketika saat menghadiri sebuah pesta, ada beberapa wanita yang di bayar oleh rekan bisnis haram mereka untuk bertelanjang di depan semua orang. Hanya Alvaro, satu-satunya pria di sana yang sama sekali tak terlihat nafsu melihat kemolekan tubuh seorang wanita. "Varo," Erlangga menurunkan nada bicaranya, tak sekeras dan selantang beberapa saat yang lalu. Ia menatap Alvaro dengan serius lalu kembali berucap. "Papa gak mau tahu, kamu harus segera menikah dengan seorang wanita. Papa gak mau denger gosip tentang kamu yang seorang gay, papa udah muak dengan hal itu. Dan satu lagi, kita butuh seorang keturunan untuk menjaga bisnis kita tetap berjalan hingga ke masa depan." Alvaro berdecih pelan mendengar celotehan sang ayah. "Ada yang lucu?" Tanya Erlangga dengan raut wajah tidak suka. "Papa punya niatan lanjutin bisnis haram ini hingga ke masa depan?" Tanya Alvaro dengan sinis. Erlangga berjalan mendekat ke arah Alvaro lalu ke dua tangannya dengan cepat bergerak menarik kerah kemeja putih yang di kenakan sang putra dengan kasar. "Kamu menyebut ini bisnis haram, asal kamu tahu aja, bisnis haram ini yang sudah membesarkanmu hingga sedewasa ini. Semua yang kamu makan, fasilitas yang kamu nikmati itu adalah hasil dari bisnis haram ini. Jadi jangan sok suci jika kamu masih berada di bawah telapak kaki Papa. Ngerti?!" Erlangga dengan kasar menghempaskan tubuh Alvaro ke belakang hingga pria itu terbaring di atas sofa yang empuk. "Cepat cari wanita yang akan kamu nikahi, cari wanita yang subur. Bisa melahirkan seorang putra. Aku ingin cucu laki-laki, dan tidak butuh cucu perempuan. Perempuan adalah makhluk yang lemah, tak bisa di andalkan. Dan hanya tubuhnya saja yang bisa di nikmati." Ucap Erlangga yang sukses membuat emosi Alvaro naik hingga ke ubun-ubun. Walaupun ia di besarkan di dunia yang kejam ini, ia masih punya perasaan dan tidak menganggap seorang wanita dengan remeh. Karena ia sadar, bahwa ia terlahir dari rahim seorang wanita. Jika wanita itu lemah, mungkin tidak akan ada bayi yang lahir di dunia ini. Alvaro bangkit dari duduknya, menarik bahu sang ayah agar menatap ke arahnya lalu melayangkan sebuah tinjuan ke wajah sang ayah hingga pria paruh baya tersebut jatuh tersungkur di lantai. "Bocah tak tahu di untung!" Umpat Erlangga dengan kasar lalu dengan cepat ia bangkit dari jatuhnya dan membalas pukulan sang putra dengan tinjuan tak kalah keras. Sore itu, adu pukul antara anak dan ayah tersebut tak terhindarkan. Beberapa anak buah mereka datang ke ruangan untuk memisahkan keduanya. Bagi mereka, pertengkaran antara Erlangga dan Alvaro bukanlah hal asing, sejak Alvaro berusia 17 tahun, Erlangga sudah mulai bersikap keras padanya. Dan puncaknya adalah saat Alvaro berusia 20 tahun, ia sudah berani membantah serta membalas pukulan sang ayah hingga saat ini. "Lepaskan! Anak kurang ajar!" Erlangga terus saja meronta saat ke dua anak buahnya memegangi tubuhnya agar tak terus memukuli Alvaro yang saat ini tubuhnya juga tengah di pegangi oleh dua anak buahnya yang lain. Kondisi wajah tampan Varo mulai membengkak di area tulang pipi kanan dan sudut bibir kirinya mengeluarkan darah segar. "Bocah sialan!" Alvaro hanya diam, tak menyahuti segala sumpah serapah yang ayahnya lontarkan ke arahnya. "Maaf Tuan, ada yang ingin aku sampaikan." Salah satu anak buahnya baru saja datang dari luar ruangan, pria itu melirik sekilas ke arah Alvaro sebelum akhirnya ia berhadapan dengan Erlangga yang kini keadaannya sudah cukup tenang. Tubuhnya sudah di lepaskan oleh ke dua anak buahnya. Dengan gaya sombongnya, ia membenarkan jas hitam yang melekat di tubuhnya agar terlihat rapi sehabis memukuli sang anak beberapa saat lalu. Tak lupa, ia juga memakai kembali kaca mata minusnya yang tadi sempat terlepas akibat pukulan keras Alvaro. "Ada apa?" Tanya Erlangga dengan nada suara yang tegas. "Alvaro sudah memilki seorang kekasih, aku baru saja menemukan kebenaran itu. Dan hari ini, aku berhasil membawa gadis itu kemari." Terang pria tersebut dengan tenang. Erlangga mengernyitkan dahinya, ia tidak tahu mengenai hal itu. Ia menatap ke arah Alvaro, putra tunggalnya tersebut diam-diam sudah memiliki seorang kekasih dan tak memberitahunya. "Kekasihnya seorang laki-laki?" Tanya Erlangga dan anak buahnya tersebut menggeleng dengan cepat. "Seorang gadis muda," "Lalu kenapa dia diam saja saat di ledek orang sebagai seorang gay? Bahkan saat ku tanya apa dia gay atau tidak, dia hanya diam seperti patung." "Itu karena dia masih ragu untuk memperkenalkan kekasihnya pada Tuan. Gadis muda itu bukan berasal dari kalangan yang berada, dia hanya gadis biasa dan juga miskin." Terang pria tersebut dengan serius. Alvaro mengernyit, ia tak bisa mendengar dengan jelas apa yang di katakan oleh Jimmy-salah satu anak buah kepercayaan sang ayah sekaligus sosok teman dan paman untuknya. "Gadis miskin?" Gumam Erlangga. "Gadis itu sangat cantik dan manis, jadi tidak heran jika Tuan muda jatuh cinta padanya. Tuan muda mungkin takut Tuan akan melukai gadisnya jika ia mengatakan yang sebenarnya." "Kenapa aku harus melukainya?" "Karena dia adalah gadis miskin," "Tidak masalah bagiku dia miskin, yang penting dia adalah wanita subur yang bisa melahirkan." Senyuman iblis Erlangga terbit dengan sangat jelas, membuat Alvaro yang melihat merasa sedikit curiga. Erlangga berjalan mendekat ke arah Alvaro, memberi isyarat pada ke dua anak buahnya agar melepaskan tubuh putranya yang masih mereka pegangi sedari tadi. Erlangga menepuk salah satu bahu Alvaro lalu tersenyum penuh arti. "Seharusnya kamu katakan sejujurnya pada papa, tidak perlu malu ataupun takut. Papa akan mendukungmu. Papa tak melihat seorang wanita dari derajatnya, papa hanya menginginkan keturunan darimu dan juga kekasihmu. Setelah mendapatkan satu cucu laki-laki darimu, kamu dengan bebas mempertahankan atau membuang kekasihmu itu. Papa gak peduli, yang terpenting adalah, cucu laki-laki untuk papa." Ucap Erlangga dengan panjang lebar sebelum akhirnya ia meninggalkan Alvaro. Erlangga keluar dari ruangan, di ikuti Jimmy dan beberapa anak buahnya. Di luar ruangan, langkah kaki Erlangga terhenti di samping seorang gadis yang tengah berada tak jauh dari pintu kamar Alvaro. Ia mengamati sejenak gadis muda tersebut. Lumayan cantik dan manis, penampilannya sangat sederhana namun terkesan sopan. Celana jeans berwarna hitam terpadu dengan kaos putih yang terbalut cardigan berwarna hitam. Casual, santai, sederhana dan feminim. "Dia adalah kekasih Tuan muda," bisik Jimmy yang berada di dekat Erlangga. Erlangga tersenyum manis, gadis muda biasanya memiliki semangat yang luar biasa mengenai hubungan s****l karena hormon, hal itu mungkin akan mempermudah dirinya untuk segera mendapatkan cucu segera. Erlangga mendekatinya. "Siapa namamu?" Tanya Erlangga pada gadis muda tersebut. "Atala," cicit Atala dengan pelan namun masih bisa di dengar dengan baik oleh semua orang yang ada di sana. "Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu. Silahkan, bertemu dengan Alvaro. Nikmati kebersamaan kalian. Aku tidak akan menganggu." Ujar Erlangga dengan nada bicara sedikit menggoda. Atala yang tak mengerti dengan apa yang baru saja pria tua itu katakan hanya mengangguk kikuk lalu menatap Jimmy. Pria itu membawanya ke sini lalu memintanya untuk menunggunya di luar. Jimmy telah berjanji padanya akan memulangkan ayahnya dengan selamat jika ia menuruti semua ucapannya. Dan sedikit mengorbankan hidupnya suatu saat nanti. Atala tak mengerti dengan kalimat mengorbankan hidupnya suatu saat nanti. Tapi ia tidak peduli, yang ia pedulikan saat ini adalah ayahnya pulang dengan selamat. Dan keluarga mereka kembali utuh dan bersatu lagi. Menikmati bahagianya sebuah keluarga kecil walaupun dengan cara yang sederhana. "Saya akan mengurusnya, Tuan." Ucap Jimmy dan Erlangga hanya mengangguk singkat. "Jangan terlalu banyak mengurusnya, biarkan saja muda mudi ini bersenang-senang." Balas Erlangga sebelum akhirnya pergi meninggalkan Atala dan Jimmy. Kini, hanya ada Atala dan Jimmy, pria itu menatap Atala dengan serius. "Sudah siap untuk menyelamatkan ayahmu?" Tanya Jimmy dan Atala hanya mengangguk singkat. Cukup polos memang Atala, baru di beri satu janji seperti itu sama gadis itu sudah menurut padanya. Dan Jimmy, sangat menyukai kepolosan gadis itu. "Apa yang kamu bawa?" Tanya Jimmy pada dua orang pelayan wanita yang berjalan melewatinya. Dua pelayan tersebut berhenti lalu menjawab pertanyaannya barusan. "Kotak p3k dan air dingin untuk mengompres dan mengobati luka Tuan muda." "Berikan barang itu pada gadis muda ini," perintah Jimmy dan langsung di angguki oleh dua pelayan tersebut. Ia memberikan nampak berisi semangkuk air dingin dan sehelai kain serta kotak p3k pada Atala, dan gadis itu dengan sigap langsung menerimanya. "Kalian boleh pergi!" Usir Jimmy pada dua pelayan tersebut. Usai mereka pergi, Jimmy menatap ke arah Atala yang masih kebingungan. "Ikut aku, ini adalah misi pertamamu untuk menyelamatkan ayahmu." "Ada berapa misi yang harus aku selesaikan untuk membawa ayahku pulang dengan selamat." "Empat," "Empat? Apa saja?" "Dekati dia, ambil hatinya, menikahinya dan lahirkan seorang bayi laki-laki. Misi selesai." "Apa?!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN