Bab 4

979 Kata
Pulang sekolah, Raffa langsung pulang ke rumahnya. Biasanya, dia akan ngumpul dengan anak-anak Angkasa di cafe atau di rumah Sebastian. Namun, dia mendapatkan telepon dari orangtuanya yang memberi perintah padanya harus segera pulang. Sampai di rumah, Raffa lihat penampilan orangtuanya sudah rapi. Ayahnya memakai kemeja berwarna putih dipadukan setelan berwarna hitam. Sedangkan ibunya memakai gaun panjang lengan pendek model duyung. "Ada apa?" tanya Raffa langsung seraya melepaskan sepatu dan kaos kakinya. "Kita akan pergi ke rumah Kayla. Makanya kamu cepat siap-siap," jawab Linda. Raffa menghembuskan nafas pelan mendengarnya. "Tidak nanti sore saja?" tanya Raffa. Merasa aneh dan heran pada orangtuanya yang ingin bertamu siang-siang, padahal Kayla pasti baru sampai di rumahnya juga. "Sekarang saja. Biar bisa nyantai. Nanti malam kami ada acara," jawab Linda lagi. Raffa pun pasrah. Menaiki tangga menuju lantai dua di mana kamarnya berada. Tanpa beristirahat dulu, dia langsung masuk kamar mandi. Membersihkan tubuh dari keringat. Setelah itu, Raffa mulai berpakaian. Dia memakai celana jeans panjang berwarna hitam dengan kemeja biru kotak-kotak lengan pendek. Sebuah jam tangan mewah melingkar di pergelangan tangannya. Baru juga menyisir rambutnya, teriakan Linda sudah terdengar membuat Raffa menggerutu kesal. Padahal, dia mandi secepat kilat tanpa membuang waktu. Tapi, tetap saja di anggap lama oleh orangtuanya. "Raffa cepat! Nanti kita terlambat!" Raffa tak membalas teriakan Linda. Sebagai balasan, dia segera keluar kamar dan menyusul orangtuanya. "Mandi aja lama sekali," ucap Linda. Raffa hanya diam. Kesal juga mendengar ucapan ibunya. Padahal, ibunya akan lebih lama menghabiskan waktu di kamar mandi dan di depan kaca. "Kami berangkat naik mobil. Kamu bawa motor aja. Biar nanti bisa ajak Kayla jalan-jalan." Raffa tertegun mendengar itu. Mengajak Kayla jalan-jalan? Bertemu dengannya pun Kayla belum tentu mau. "Iya." Walaupun begitu, Raffa tetap mematuhi semua ucapan ibunya. Lagi pula, perintah Linda tidak aneh dan masih dalam tahap wajar. Masih baik dia naik motor sendirian ketimbang naik mobil bersama orangtuanya yang nantinya malah dia pusing sendiri. "Ayo berangkat!" *** Di dalam kamar, Kayla merenung. Mengingat semua curahan hati Gea tentang perasaan sahabatnya itu terhadap Raffa. Tentang bagaimana gigihnya Gea mendapatkan perhatian dari Raffa. Mengingat itu semua, membuat Kayla bimbang. Dia takut kalau Gea tahu dia dan Raffa di jodohkan, Gea akan menjauhinya. Padahal, di sekolah Kayla hanya punya dua teman dekat. Gea dan Davina. Jika mereka menjauh, dia tak akan punya teman lagi. Andaikan bisa menolak, dia jelas akan menolak perintah orangtuanya untuk menikah dengan Raffa. Bagi Kayla, persahabatannya dengan Gea dan Davina lebih berarti. Namun, dia juga tak punya kekuasaan untuk menolak perintah orangtuanya. "Non, dipanggil oleh Nyonya. Keluarga Tuan Trisna sudah sampai." Suara Bi Minah, asisten rumah tangga Reno dan Hana terdengar memberitahukan perintah majikannya pada Kayla. "Iya, Bi. Bilangin tunggu sebentar," balas Kayla. Setelah itu, dia pun berdiri dan berjalan mendekati lemarinya. Mengganti baju kasualnya dengan sebuah gaun selutut motif floral berwarna hijau tosca. Sebenarnya, Kayla malas untuk turun. Namun, dia sudah di peringatkan untuk menyambut keluarga Raffa dengan baik. Hana juga mengingatkan Kayla agar berdandan cantik. Katanya, jangan malu-maluin. Selesai memakai bedak dan merapikan rambut, Kayla pun langsung turun. Jika berlama-lama, nanti dia akan di teriaki ibunya dan di beri tatapan tajam oleh ayahnya. Selama melangkah menuruni tangga, tatapan Kayla terarah pada Raffa yang sedang memegang sebuah majalah. Laki-laki itu terlihat semakin tampan dengan kemeja kotaknya. Pantas saja Gea tergila-gila. Namun, saat sampai di ruang tamu, Kayla tak berani menatap Raffa. Hanya diam dan menunduk saja. Takut terpesona pada laki-laki yang sebulan lagi akan menjadi suaminya. "Kay, duduknya di samping Raffa. Kalian rundingkan masalah dekorasi pernikahan yang kalian inginkan nanti. Baju, sepatu dan yang lainnya," ucap Linda. Kayla menggigit bibir dengan kuat mendengar itu. Dengan berat hati, Kayla pun pindah duduk menjadi di samping Raffa. Menjaga jarak juga agar tak terlalu berdekatan. Setelah Kayla duduk di sampingnya, Raffa pun menyerahkan majalah di tangannya pada Kayla. Membiarkan Kayla memilih. "Kamu saja yang pilih. Aku mengikuti," ucap Raffa. Kayla mengangguk pelan. Membuka lembar tiap lembar majalah itu. Mencari dekorasi pernikahan yang sekiranya menarik perhatiannya. "Pilih yang mana saja, Kay. Yang kamu suka. Atau mungkin, kamu mau pernikahanmu memakai tema Doraemon? Atau Barbie? Atau kartun yang lainnya?" tawar Linda. Kayla menggeleng pelan. Doraemon bukan tokoh kartun favoritnya. Tapi, memakai tema warna biru sepertinya bagus. "Jangan tema Doraemon, Tante. Tema warna biru saja," jawab Kayla. Linda mengangguk dan tersenyum lebar karena Kayla menanggapinya. "Di majalah itu, semuanya lengkap. Kamu pilih yang mana aja. Biar nanti Tante pesankan," ucap Linda lagi. Biaya pernikahan memang akan ditanggung seluruhnya oleh Trisna dan Linda. Reno dan Hana sempat menolak, tapi Trisna dan Linda meyakinkan mereka. Setelah Kayla memilih, Linda pun mendata semua yang akan dipakai Kayla nanti. Tiga gaun pengantin, tiga pasang sepatu pengantin, cincin, juga kebaya. "Semuanya selesai. Tinggal kami yang mengurus. Sekarang, kalian main saja. Jalan-jalan gitu. Mendekatkan diri," ucap Hana. Raffa dan Kayla terdiam mendengar itu. Tak membalas ucapan Hana tak juga beranjak pergi. "Loh, kok malah diam?" tanya Linda. Raffa berdehem pelan setelah mendapatkan tatapan peringatan dari Trisna. Dengan berani, dia mengajak Kayla untuk pergi keluar. Kayla pun tak bisa menolak dan hanya mengangguk saja. Mereka berjalan beriringan keluar dari rumah. Raffa menaiki motornya dan menghidupkan mesin motor. Sedangkan Kayla berdiri menunggu di perintah. "Kita mau pergi ke mana?" tanya Kayla. Raffa menatap Kayla sesaat lalu menggeleng. "Terserah kamu saja," jawabnya singkat. Kayla mendesah pelan mendengar itu. Dia takut, jika saja nanti ada Gea yang melihatnya di bonceng oleh Raffa. "Keliling saja. Asal jangan jauh-jauh," ucap Gea. Dia mendekat lalu naik ke atas motor dengan posisi menyamping. Tak akan nyaman rasanya jika duduk seperti biasa saat memakai baju model gaun. Dengan pelan, Kayla memegang bahu Raffa. Berpegangan karena takut jatuh. Raffa pun membiarkannya dan segera memacu motornya di jalanan. Selama perjalanan, hati Kayla terus berdo'a semoga dia tidak di pertemukan dengan Gea. Dia tidak mau semuanya kacau. Walaupun begitu, suatu saat nanti Gea juga pasti akan tahu. Setidaknya, jangan sekarang. Kayla belum siap jika harus di jauhi oleh kedua sahabatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN