Raffa membawa Kayla main ke taman kota. Kayla tak protes. Dia dan Raffa turun dari motor dan berjalan mengililingi taman. Mereka berjalan beriringan menikmati rindangnya pohon dan sejuknya udara. Tak ada obrolan dan pembicaraan. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
Setelah lumayan lama berjalan, mereka pun memilih untuk duduk di bangku taman yang menghadap kolam dengan air mancur di tengahnya.
"Kayla." Raffa memanggil nama gadis di sampingnya. Kayla pun menengok dan membalas tatapan Raffa.
"Aku ingin membicarakan tentang pernikahan kita nanti," ucap Raffa lagi. Dia menghembuskan nafas panjang. Merasa gugup juga berhadapan dengan Kayla. Mungkin, karena Kayla yang hanya diam saja.
"Pertama-tama, maaf karena aku tak bisa menolak perintah orangtuaku. Mungkin, setelah kita menikah nanti akan ada banyak perubahan. Seperti tempat tinggal. Tapi, aku janji tidak akan mencampuri urusanmu," ucap Raffa lagi. Kayla diam sambil menatap air mancur di depannya. Menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan.
"Tak perlu minta maaf. Kita sama-sama terpaksa karena orangtua kita. Aku maupun kamu sama-sama tak punya kekuatan untuk melawan orangtua," balas Kayla tanpa menatap Raffa.
"Seperti yang kamu katakan, akan ada yang berubah setelah kita menikah. Tapi untuk yang lainnya, jangan berubah. Jangan memperlihatkan hubungan kita. Terutama di sekolah," lanjut Kayla. Raffa mengangguk pelan. Paham perasaan Kayla.
"Kalau boleh tahu, apa ada alasannya?" tanya Raffa penasaran. Detik berikutnya, dia merasa tak enak karena bertanya hal pribadi.
"Maaf aku sudah lancang. Tak perlu dijawab," sambungnya cepat.
"Kamu tahu siapa orang yang selalu menyimpan surat di mejamu?" tanya Kayla mengabaikan ucapan Raffa barusan. Kening Raffa berkerut bingung. Kemudian, dia menggeleng pelan.
"Tidak. Selalu banyak surat di mejaku. Aku tak tahu siapa yang melakukannya," jawab Raffa.
"Apa tadi kamu menemukan surat lagi dengan tulisan huruf 'G' di ujung suratnya?" tanya Kayla lagi. Raffa diam sesaat mencoba mengingat. Setelah dia ingat, dia pun mengangguk.
"Iya. Memangnya kenapa?" tanya Raffa heran.
"Itu surat dari sahabatku. Namanya Gea. Dia mengagumimu dari dulu. Dia sangat menyukaimu. Dia selalu berharap kamu akan membalas perasaannya," jawab Kayla lagi disertai desahan nafas pelan di akhir.
"Aku tak tahu akan bagaimana nantinya jika dia tahu kita dijodohkan. Aku tak mau dia membenciku dan menjauhiku." Suara Kayla terdengar begitu lirih saat berucap.
Mendengar itu, Raffa pun jadi terdiam. Tak tahu harus bagaimana. Kayla pasti dilema dan gelisah. Antara sahabat dan orangtua.
"Bagiku, persahabatan sangat penting. Tapi, aku juga tak bisa menolak perintah orangtuaku," keluhnya. Raffa lagi-lagi terdiam mendengarnya.
"Aku tak tahu siapa yang selalu menyimpan surat. Kalau kamu tak mengatakannya, aku tak akan pernah tahu. Sekarang aku tahu salah satu dari mereka. Walaupun aku tak tahu yang mana sahabatmu itu," ucap Raffa. Dia menatap air mancur di depannya. Ternyata, perjodohannya dengan Kayla membuat hidup Kayla menjadi semakin rumit.
"Saran dariku, mungkin kamu harus mengatakannya pada sahabatmu dari sekarang, sebelum kita menikah. Jika dia tahu hubungan kita nanti setelah menikah, dan dia tahunya dari orang lain, dia akan semakin kecewa dan marah padamu karena merasa di bohongi," ucap Raffa. Kayla menunduk dan menggeleng pelan.
"Aku tak bisa melakukannya. Aku takut, dia menjauhiku dan tak mau mengenalku lagi," lirih Kayla.
"Itu resiko. Sekarang ataupun nanti, dia akan kecewa dan mungkin marah padamu," ucap Raffa lagi. Kayla tak membalas dan hanya diam saja. Memikirkan saran dari Raffa.
"Itu hanya saran dariku saja. Semuanya tergantung padamu," lanjut Raffa. Kayla masih diam mendengar semua itu.
Setelah beberapa saat, Raffa berdiri dan membenarkan letak jam tangannya. Kayla pun mendongak dan menatap Raffa.
"Bagaimana kalau kita makan?" tanya Raffa. Kayla diam sesaat kemudian mengangguk. Tak ada salahnya makan siang bersama. Dia juga belum mengisi perutnya siang ini.
"Boleh saja," jawab Kayla. Raffa mengangguk. Dia pun mengajak Kayla untuk pergi meninggalkan taman menuju parkiran. Seperti tadi, Kayla duduk di atas jok dengan posisi menyamping. Tangannya kembali bertumpu pada bahu Raffa. Berpegangan agar tidak jatuh.
"Siap?"
"Siap," jawab Kayla. Raffa pun segera melajukan motornya. Menuju sebuah cafe di mana dia dan Kayla akan makan siang bersama.
Beberapa menit di perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di cafe pilihan Raffa. Mereka masuk bersamaan dan duduk di meja pojok dekat dengan jendela.
"Mau pesan apa, Dek?" tanya seorang pelayan laki-laki yang datang menghampiri mereka.
"Saya spageti dan lemon tea," jawab Raffa menyebutkan pesanannya.
"Saya, macaroni cheese dan jus alpulat," ucap Kayla. Si pelayan pun mencatat pesanan mereka. Setelah itu, dia pamit undur diri.
"Raf, apa kamu tahu di mana rumah yang akan kita tempati nanti?" tanya Kayla. Raffa menatap Kayla dan menggeleng.
"Tidak. Aku tidak tahu. Semuanya di atur oleh Papa dan Mama. Mereka bahkan tak sedikit pun merundingkan tentang pesta pernikahan padaku. Hanya masalah dekorasi dan pakaian saja Mama meminta pendapatmu," jawab Raffa. Kayla terdiam mendengarnya. Kemudian mengangguk pelan.
"Memangnya ada apa?" tanya Raffa.
"Tidak. Hanya bertanya saja," jawab Kayla singkat. Setelah itu, mereka pun saling diam. Bingung karena tak menemukan topik pembicaraan. Hingga saat makanan datang, mereka segera menyantap makanan masing-masing.
***
Selesai jalan-jalan, Raffa dan Kayla kembali pulang ke rumah Kayla. Dan ternyata, Trisna juga Linda pun belum pulang. Mereka masih betah berkunjung di rumah Reno dan Hana.
"Kalian sudah pulang. Sudah makan belum?" tanya Hana pada anak dan calon menantunya.
"Sudah, Tante. Kita tadi makan siang di cafe," jawab Raffa sopan. Dia dan Kayla duduk berdampingan di sofa. Di ruang tamu, hanya ada Linda dan Hana. Sedangkan Trisna dan Reno berada di halaman belakang. Mengobrol sambil minum kopi.
"Baguslah. Oh ya, mulai besok setiap pagi kamu ke sini ya. Jemput Kayla dan berangkat sekolah bersama," ucap Hana. Raffa dan Kayla membelalak kaget mendengarnya. Linda mengangguk sambil tersenyum pada Raffa. Menyetujui ucapan Hana.
"Tak perlu, Ma. Aku bisa di antar oleh Pak Darmo," tolak Kayla cepat. Jelas, dia tak mau berangkat bersama dengan Raffa. Itu bisa menjadi gosip di sekolah nanti. Dan Gea pasti akan tahu.
"Jangan membantah," balas Hana tegas. Kayla menatap Hana dengan tatapan mengiba. Namun, Hana tak memperdulikannya. Lagi-lagi, Kayla pun pasrah dengan perintah ibunya. Entah apa yang akan terjadi besok di sekolah saat para murid melihat dia dan Raffa datang bersamaan. Bahkan, naik satu motor. Yang jelas, Kayla yakin esok hari semuanya tak akan berjalan baik-baik saja.