Hari ini, aku menjenguk Kanaya yang masih terbaring koma di rumah sakit. Kali ini aku datang sendirian tanpa Ridho dan Lucy. Aku menatap sendu gadis yang di tubuhnya terpasang berbagai alat medis itu. Bahkan untuk sekadar bernapas saja, Kanaya butuh alat bantu. Hidupnya benar-benar bergantung pada alat-alat itu. "Permisi, Pak. Saya mau ganti infusnya," ucap seorang perawat, membuatku refleks sedikit bergeser untuk memberinya ruang. "Sus, bagaimana hasil pemantauan terakhir dokter terhadap pasien?" tanyaku, dengan mata yang masih fokus menatap Kanaya. "Masih belum ada perubahan berarti, Pak," jawab suster itu. "Tapi, dia pasti akan bangun kan, suatu hari nanti?" Suster itu selesai memasang infus. Ia membalikkan badannya untuk menatapku. Ragu, suster itu menggeleng. Membuatku langsung