Clea Hamil

1415 Kata
Sesampainya di rumah, Clea tak kunjung turun dari motor Argya. Lelaki itu dapat merasakan punggungnya basah karena air mata Clea. Seketika lelaki itu merasa bersalah karena tidak memakai pengaman ketika membantu Clea di bar. Akhirnya Argya membiarkan Clea larut dengan pikirannya sampai lebih tenang. “Sorry ya, Argya. Baju kamu jadi basah,” Clea yang menyadari telah membasahi baju Argya, langsung meminta maaf dan turun dari motor lelaki itu. “Ibu gapapa?” tanya Argya memastikan, walaupun dia tahu dosennya itu sedang tidak baik-baik saja. Clea tersenyum kecil sebagai jawaban atas pertanyaan Argya diiringi gelengan kepala. “Ibu tunggu sini ya,” pinta Argya karena dia ingin memarkir motornya, lalu mengikuti Clea memasuki apartemennya. Ketika mereka sudah kembali duduk lesehan di depan meja kecil yang masih ada kedua laptop milik Clea dan Argya, Clea menyalakan laptopnya kembali untuk melanjutkan mengoreksi skripsi Argya. Tapi sayangnya pikiran Clea tentang perkataan dokter tadi membuat wanita itu tidak fokus. “Kalau saya boleh tau, siapa ayah dari anak itu bu?” tanya Argya mencoba memastikan, takutnya bukan dirinya yang merupakan ayah sebenarnya. Siapa tau setelah Clea melakukannya bersama Arga, keesokannya wanita itu bermain dengan lelaki lain. Tapi hal itu tidak mungkin mengingat Argya lah yang pertama kali merenggut kesucian Clea. Clea menutup laptopnya, dia sudah tidak mendapatkan fokusnya lagi. Kemudian untuk menjawab pertanyaan Argya, wanita itu menggeleng pelan. Argya sebenarnya kasian melihat Clea yang bingung memikirkan siapa ayah sebenarnya dari janin yang sedang dia kandung. Lelaki itu rasanya ingin mengaku bahwa dialah yang menghamili Clea. Tetapi jika ia mengaku, kehidupan Clea akan lebih terpuruk lagi bersama dia. Argya belum lulus kuliah dan pekerjaan Bartendernya hanya cukup memenuhi kehidupan Argya. Sepertinya lelaki itu harus memikirkan tambahan pekerjaan untuk menikahi Clea sekaligus hidup bersamanya nanti. “Bagaimana kalau saya menikahi ibu?” pertanyaan Argya itu sontak membuat Clea terkejut. Wanita itu tidak menyangka mahasiswa yang belum lulus kuliah ini berani mengutarakan keinginannya untuk menikahi Clea. “Terima kasih, Argya. Tapi ibu tidak bisa melakukannya, karena kamu belum lulus kuliah. Ditambah lagi kamu belum memiliki pekerjaan tetap yang bisa menghidupi saya dan anak saya nanti,” jelas Clea berusaha menolak dengan halus tawaran Argya. “Tapi bu, saya bisa mencari pekerjaan tambahan. Untuk masalah skripsi, saya akan selesaikan secepatnya,” ucap Argya dengan penuh tekad. Clea yang melihat tekad pada mata Argya hanya menampilkan senyum manis, “kalau begitu buktikan kamu bisa lulus semester ini,” tantang Clea. Sebenarnya Clea tidak serius menantang Argya, dia hanya ingin mahasiswanya ini memiliki semangat menyelesaikan skripsinya sebelum di drop out dari kampus. “Baik bu,” ucapan Argya penuh ketegasan. Hal itu sesaat membuat hati Clea menghangat, seandainya ayah dari bayinya benar Argya, pasti Clea tidak perlu bingung untuk menerima Argya. ‘Maaf bu, saya belum bisa mengaku semuanya. Tunggu sampai aku benar-benar mewujudkan ucapanku bu,’ batin Argya di dalam hati sambil menatap ke arah Clea yang tersenyum kepadanya. *** Sore hari ketika Argya telah pulang dari apartemennya, Clea bermaksud menghubungi kedua orang tuanya untuk memberitahukan masalah kehamilannya. Dia tidak mungkin menyembunyikan hal ini dari kedua orang tuanya, apalagi orang tuanya termasuk orang tua yang tegas terhadap anaknya. Apabila ketahuan menyembunyikan sesuatu dari kedua orang tuanya, maka ada konsekuensi yang harus ditanggung anaknya. Clea bolak-balik menarik napas lalu menghembuskan napasnya untuk mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya menelpon kedua orang tuanya. “Halo sayang?” sapaan yang didengar Clea ketika sambungan telpon terhubung. Suara itu berasal dari ibunya. “Ma,” panggil Clea dengan sedih, dan itu dapat dirasakan ibunya bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi terhadap anaknya. “Kamu kenapa, nak?” tanya sang ibu. “Kalau seandainya mama punya cucu, kira-kira mama seneng nggak?” Clea berusaha memancing ke topik yang ingin dia sampaikan. “Seneng dong. Memangnya disana kamu sudah ada calon? Kenalin sama mama papa dong. Atau jangan-jangan kalian mau menikah ya?” terdengar suara kegirangan dari ibu Clea. Layaknya ibu pada umumnya ketika mengetahui anak gadisnya akan dilamar, dia akan merasa bahagia. Itu adalah titik kebahagiaan seorang ibu, yang berarti anaknya tidak perlu bekerja terlalu kelas karena akan ada pria yang akan menafkahinya. “Enggak ada, ma. Clea-“ Clea menggantungkan ucapannya sebelum melanjutkannya dengan sedikit takut, “Clea hamil,” Seperti ada petir berkekuatan besar menyambar kepala ibunya Clea, sehingga membuat sang ibu shock dan tanpa sadar menjatuhkan ponselnya. Clea dapat mengetahui ponsel ibunya jatuh karena ada suara benturan yang di dengar telinganya. “Ma?” panggil Clea ketika dia mendengar suara ayahnya memanggil berkali-kali ibunya. “Hallo Clea?” terdengar suara ayahnya yang menyapa Clea dari seberang telepon. “Pa, mama kenapa?” tanya Clea sedikit khawatir. “Mamamu hampir pingsan.” “Pa, maaf,” dengan sedih Clea mengucapkan kata maaf kepada ayahnya itu. “Sebenarnya ada apa Clea?” ayah Clea berusaha mencari alasan istrinya shock dengan bertanya kepada Clea. “Clea hamil pa.” “Si-siapa ayahnya? Kamu belum menikah Clea, bagaimana bisa hamil,” suara ayah Clea sedikit marah. Beliau merasa kecewa karena anak yang selalu dikasihi dan cintai ternyata sedang terjerat pergaulan bebas sehingga membuatnya hamil di luar nikah. “Clea tidak tahu pa,” jujur Clea apa adanya, dia merasa tidak perlu ada yang ditutup-tutupi dari ayahnya itu. “Bagaimana bisa kamu hamil anaknya tetapi tidak tahu ayahnya!” amarah ayahnya semakin meninggi ketika mendengar Clea tidak mengetahui ayah dari janin yang dikandungnya kini. “Maaf yah,” sesal Clea. Wanita itu tidak tahu harus berbuat apa setelah ini. “Kamu harus pulang. Tidak usah merantau-merantau. Kita diskusikan di rumah,” karena menurut ayahnya tidak etis membahas masalah sensitif seperti ini di telepon, sehingga meminta Clea untuk pulang ke rumah orang tuanya yang berada di luar pulau. “Tapi pa, Clea masih ada kerjaan disini,” Clea sedikit terkejut karena papanya menyuruhnya pulang, sedangkan dirinya sudah berjanji kepada Argya akan membantunya menggarap skripsi hingga selesai. “Berhenti saja. Memangnya kamu mau menanggung malu dengan membesarkan aib itu?” Benar yang dikatakan ayahnya, Clea tidak akan tahan seandainya ketauan hamil di luar nikah. Wanita itu tidak bisa membayangkan bagaimana tanggapan teman-temannya terhadap dirinya nanti. “Pa, beri Clea waktu sampai semester ini berakhir,” Clea berusaha bernegoisasi dengan ayahnya untuk memundurkan jadwal kepulangannya. “Memangnya kamu bisa menyembunyikan perutmu sampai selama itu?” “Clea mohon pa. Clea janji tidak akan ada yang terjadi sama Clea,” Clea masih kekeh untuk mendapat persetujuan ayahnya. “Baiklah. Setelah itu kamu berhentilah dari sana.” “Iya pa.” Sambungan telepon diputus ayahnya, Clea langsung menghembuskan napas kasar. Dia tak menyangka keberadaan janin ini akan menganggu karirnya. Padahal wanita itu sudah betah bekerja di kampus ini, tapi harus segera ditinggalkan karena suruhan sang ayah. Clea berencana setelah dia selesai membimbing Argya, dia akan langsung pulang ke rumah orang tuanya. Wanita itu berharap Argya bisa menjaga rahasianya tentang kehamilan ini. Setelah menelpon orang tuanya, rasanya tenaga Clea tersedot habis. Wanita itu langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya berusaha untuk tidur karena pikirannya sangat lelah. Sementara itu di tempat lain tepatnya bar tempat pertemuan Clea dengan Argya, terlihat seorang bartender melayani pelanggannya dengan semangat. Argya bersemangat agar mendapatkan tambahan gaji, dia mencoba mencari perhatian atasannya. Sepulangnya Argya dari apartemen Clea, dia langsung mencari tambahan pekerjaan. Pagi sampai sore hari Argya kerja serabutan dengan menjadi kuli bangunan harian, kemudian malam harinya digunakannya untuk bekerja sebagai bartender. Lelaki itu sampai tidak ada waktu untuk tidur dan menyelesaikan skripsinya. Argya terlalu fokus mengumpulkan uang untuk biaya pernikahannya bersama Clea nanti ketika dia lulus. Berhari-hari Argya tidak bertemu dengan Clea demi mendapatkan uang banyak. Hal itu membuat Clea heran karena biasanya melihat keberadaan Argya dimanap pun, tapi sekarang seperti ditelan bumi. Sesekali Clea menanyakan mengenai progres skripsi Argya, kenapa belum juga mengajukan untuk sidang hasil. Waktu Clea sudah tidak banyak, perutnya makin lama makin menunjukkan perubahan. Jika wanita itu menunggu Argya menyelesaikan skripsinya, bisa jadi perutnya nanti akan sangat kentara. “Aku mohon Argya, selesaikan skripsimu. Perut saya sudah semakin membesar, saya tidak mau menunjukkan aib saya ini di depan mahasiswa saya, Argya.” Sebuah pesan singkat dari Clea diterima Argya ketika lelaki itu baru selesai melayani pelanggannya di bar. Lelaki itu mulai mengingat bahwa waktu sudah berlalu sebulan lamanya sejak terakhir ia bertemu dengan Clea, sedangkan skripsi Argya belum dikerjakannya sama sekali. Argya yang membaca pesan itu langsung lemas, ponsel di tangannya terlepas hingga membentur meja bar. “Kamu kenapa Argya?” tanya teman Argya. Pertanyaan temannya itu menyadarkan Argya, dan membuat lelaki itu segera meninggalkan bar. Dia lupa, selain mengumpulkan uang untuk pernikahannya dia juga harus menyelesaikan skripsinya untuk syarat lulus.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN