Argya Kehilangan Anaknya

1105 Kata
Satu tahun kemudian... Argya yang telah lulus ternyata langsung diberikan salah satu anak perusahaan orang tuanya untuk dikembangkannya. Selain itu, Argya yang belum mengerti tentang jalannya bisnis, disuruh orang tuanya melanjutkan S2 nya. Lelaki itu tidak ada pilihan menolak keinginan orang tuanya. Tujuan hidupnya telah tiada, membuat Argya tidak tahu harus melakukan apa lagi. Awalnya Argya ingin berkerja keras karena memiliki tujuan ingin menikahi Clea, lalu berusaha lulus dengan cepat untuk segera bebas mencari uang dan itu semua karena Clea. Tapi sekarang? Clea sudah meninggalkannya, sehingga apapun yang akan dilakukan Argya rasanya tidak ada artinya. Argya menjalani hidupnya tanpa Clea dengan perasaan yang gamang. Apapun yang diperintahkan orang tuanya, dia langsung melakukannya meskipun dengan terpaksa. Hidupnya sekarang hanya berputar tentang harapan orang tua. Ketika Argya sedang mengerjakan tugasnya di meja kerjanya, tiba-tiba pada layar laptopnya muncul pemberitahuan dari emailnya. Email itu berisi pesan yang berasal dari clearahmonasapphire@g*******m. Argya seperti mengenal alamat email itu, dengan segera lelaki itu membukanya dan membaca isi pesan dari Clea. Hai Argya, apa kabar? Saya harap kamu baik-baik saja disana. Sebelumnya saya mau minta maaf karena pergi tanpa kabar. Saya terpaksa ngelakuin ini, mengingat orang-orang kampus mulai membicarakanku yang hamil di luar nikah. Bukannya saya takut, tapi ini sudah kehendak orang tua. Sekali lagi saya ingin minta maaf karena tidak bisa menerima lamaranmu. Oh iya, saya mau ngabari kamu kalau anak yang ada dikandunganku sudah tiada. Jadi, aku harap kamu tidak perlu merasa tanggung jawab atas sesuatu yang bukan kesalahanmu. Itu artinya kamu tidak harus tetap berpikiran untuk menikahi saya. Saat ini saya sedang melanjutkan S3 saya di Inggris, kamu tidak perlu khawatir dengan keadaan saya. Saya baik-baik saja. Saya menulis surat ini karena sedang merindukanmu. I Miss You Argya. Dengan cinta, Clea Rahmona Sapphire Sebutir air mata tiba-tiba keluar dari sudut mata Argya. Email dari wanita itu berhasil membuat Argya sakit hati dan sangat merasa kehilangan. Anak dari darah dagingnya sendiri kini telah tiada, dan Clea tidak mengatakan penyebab ketiadaannya. Seketik rasa cinta dan rindu Argya terhadap Clea mulai menjadi samar karena hadirnya rasa baru yaitu benci. Argya membenci Clea yang meninggalkannya. Sampai kapan pun dia tidak akan pernah memaafkan Clea yang membunuh anaknya. Anak itu adalah tujuan hidup Argya satu-satunya, tapi Clea malah tidak bisa menjaganya. Oleh sebab itu Argya mulai berusaha menyingkirkan nama Clea dari dalam hatinya. “b******k!” teriak Argya sambil membanting layar laptopnya hingga tertutup. Lelaki itu sangat kesal sekaligus menyesal. Seandainya saat itu dia mengaku telah meniduri Clea, pasti saat ini anaknya bisa diselamatkan. “Maafkan papa, nak,” gumam Argya sambil duduk kembali di kursinya dan menyanggah kepalanya dengan sebelah tangan di atas meja kerjanya. Kehidupan Argya yang sejak awal tidak bersemangat, setelah mengetahui anaknya telah tiada semakin membuatnya tidak ingin menjalani hidupnya lagi. Sekarang Argya tidak ingin menunggu Clea lagi. Cintanya pudar bersamaan dengan ketiadaan calon bayinya. Mungkin selama ini cinta yang dirasakan Argya karena lelaki itu mengetahui anak yang dikandung Clea adalah anaknya. “Permisi Pak Argya,” suara sekretaris Argya membuyarkan lamunan lelaki itu. Argya menoleh ke arah sekretarisnya. “Ini laporan yang bapak minta,” ucap sekretaris itu sambil menaruh tumpukan berkas dokumen di atas meja kerja Argya. “Baik terima kasih,” Argya berniat mengambil tumpukan berkas itu, tetapi sekretarisnya dengan sengaja memegang tangan Argya yang berada di atas berkas. “Bapak lagi sibuk yah?” tanya sekretaris itu dengan suara menggoda, lalu dia berjalan menuju Argya dan duduk di sisi meja yang berada tepat di depan kursi Argya. “Kamu mau apa?” Argya sedikit was-was mendapat godaan sekretarisnya itu. Ini bukan pertama kalinya dia digoda sekretarisnya, tapi sudah berkali-kali. ‘Sialan, Reza ngasal ngangkat sekretaris lagi,’ umpat Argya di dalam hati. Lelaki itu menyalahkan temannya Reza yang menjabat sebagai HRD di perusahaannya ini. “Menurut bapak?” sekretaris itu menundukkan tubuhnya hingga wajahnya mendekati wajah Argya. Lelaki itu dapat merasakan desah napas wanita di depannya kini pada telinganya. “Kamu disini untuk bekerja bukan menggoda saya,” ketus Argya sambil berusaha mendorong tubuh sekretarisnya menjauh. Namun, sekretaris itu malah mendesah ketika mendapat dorongan dari Argya. “Tapi kata pak Reza, sekretaris pak Argya juga harus bisa menggoda bapak. Makanya pak Reza meloloskanku menjadi sekretaris bapak.” “Saya pecat kamu sekarang. Tidak perlu berangkat bekerja lagi, sekarang kamu keluar,” ucap Argya sambil menggeret pergelangan tangan sekretarisnya itu untuk keluar dari ruangannya. Setelah menutup pintu ruangannya, Argya memijat pangkal hidungnya. Argya menuju meja kerjanya lagi untuk mengambil ponselnya dan menghubungi Reza selaku HRDnya untuk mencarikan sekretaris yang kesekian kalinya. “Halo, Rez. Lo kalau nyari sekretaris yang bener dong! Gue nggak mau nerima sekretaris modelan kayak gini,” ujar Argya yang langsung marah-marah tanpa memikirkan bahasa formal lagi. Reza merupakan partner bisnisnya sekaligus temannya di kampus sehingga Argya sangat akrab dengan HRD nya itu. “Sorry bro,” terdengar suara gelak tawa dari seberang telpon, tanda bahwa Reza sedang mengejek Argya, “tapi terlepas dari sikapnya, dia kerjanya bagus,” Reza mencoba membela sekretaris-sekretaris yang selama ini diterimanya dan berhasil melayani Argya, meskipun hanya bertahan satu atau dua hari. “Mending cari sekretaris yang biasa saja, yang penting tidak punya kemampuan jadi cewek penggoda,” Argya menyebutkan kriteria baru untuk Reza carikan sekretaris yang cocok. “Baik pak,” setelah mendengar ucapan itu, Argya langsung mematikan panggilan telponnya. Dia akan menunggu sekretaris seperti apa yang akan dicarikan Reza untuknya. Seminggu kemudian, sekretaris yang dijanjikan Reza telah mulai bekerja. “Kamu ini bagaimana sih? Bikin laporan aja nggak bisa. Kamu bisanya apa?” bentak Argya kepada sekretaris barunya yang menurutnya terlalu bodoh dalam bekerja. Sangat bertolak belakang dengan mantan sekretaris-sekretarisnya terdahulu, meskipun mereka memiliki kemampuan menggoda tetapi kerjanya selalu bagus dan tidak mengecewakan. “Ma-maaf pak,” suara sekretaris itu mulai bergetar takut mendapatkan bentakan dari Argya. “Nangis, nangis. Nangis aja terus!” bukannya menghibur sekretarisnya, Argya malah semakin keras memarahinya. Ini juga hal pertama baginya mendapatkan sekretaris selemah dan secengeng ini. “Sa-saya akan perbaiki lagi pak,” sambil dengan sesenggukan, sekretaris itu mengambil berkas laporannya kembali dan langsung berlari keluar dari ruangan Argya. Argya menghembuskan napas lelahnya ketika melihat sekretarisnya yang baru saja keluar. Memang benar dia tidak lagi digoda oleh sekretarisnya, tetapi mengapa kemampuannya harus dibawah rata-rata? Akhirnya Argya menghubungi Reza kembali untuk memarahinya, “Gue emang pengen sekretaris yang ga suka goda-goda, tapi gak oon juga reza!” “Banyak maunya lo bro. Manusia itu nggak ada yang sempurna bro. Kalau lo nuntut kesempurnaan, mending ke Tuhan aja sana.” Karena Reza kesal selalu dimarahi Argya akibat salah memilih sekretaris, akhirnya dia mulai marah kepada bosnya itu. Persetan dengan jabatan Argya sebagai bosnya, tetapi sebagai teman dia juga harus menyadarkan temannya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN