Argya Bertemu Dion

1128 Kata
“Kamu main sendiri dulu ya Dion,” perintah Clea kepada anaknya sebelum dia masuk ke ruang jurusan yang amat dikenalnya. Tidak banyak yang berubah dari mantan tempat kerjanya ini, Cuma beberapa cat tembok yang berubah warna. Beberapa gedung juga mulai dialihfungsikan, sehingga gedung-gedung tidak terlihat rapat seperti dulu. Keadaan kampus ini sekarang lebih terlihat asri dari sebelumnya karena banyaknya pohon-pohon. “Baik mama,” ucap Dion sambil mengangguk, lalu anak laki-laki itu berjalan meninggalkan ibunya. Sedangkan Clea memasuki ruang jurusan untuk mengurusi berkas-berkasnya yang digunakan bekerja kembali disini. Dion terlihat celingukan mencari perpus di kampus ini. Anak laki-laki itu sudah mencari tahu tentang tempat kerja ibunya yang ternyata di kampus yang sama dengan seseorang bernama Argya Aldeiratantya yang sedang Dion cari. Jika dilihat dari tahun kelulusan, bersamaan dengan ibunya mengundurkan diri dari kampus ini. Dion curiga Argya Aldeiratantya mengetahui informasi mengenai ayah kandungnya, sehingga anak itu mencari tahu informasinya lebih lanjut. Setelah menemukan perpus yang ada di fakultas itu, Dion langsung memasukinya dan bertemu dengan penjaga perpus. “Permisi kakak cantik, rak bagian skripsi bagian mana yah ka?” tanya Dion sambil berjinjit di depan meja penjaga perpus karena tinggi meja sejajar dengan tinggi Dion. “Halo adik,” sapa penjaga perpus itu dengan sedikit menundukkan tubuhnya agar dapat melihat wajah Dion, “tapi skripsi bukan untuk mainan adik, mending buku lain. Mau kakak carikan?” tawar penjaga perpus kepada Dion sambil berjalan memutari meja untuk mengantarkan Dion mencari buku cerita anak-anak. “Tidak usah repot-repot ka. Dion cari sendiri saja ka,” ucap Dion dengan sopan menolak bantuan penjaga perpus tersebut. Dia berencana mencari cara agar membaca skripsi itu secara diam-diam tanpa sepengetahuan penjaga perpus. “Tapi tidak boleh berantakin buku yah,” pesan penjaga perpus itu dengan pelan, berharap Dion mengerti apa yang ingin disampaikan penjaga perpus itu. “Baik kak,” Dion menggerakkan tangan kanannya di depan kening seperti melakukan hormat pada penjaga perpus itu. “Anak pintar,” puji penjaga perpus sambil mengelus puncak kepala Dion dengan lembut. Setelah itu penjaga perpus itu kembali ke meja kerjanya untuk melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan Dion langsung berjalan pelan ke arah rak yang bertuliskan ‘Skripsi’. Anak laki-laki itu mengindahkan larangan penjaga perpus yang menyuruhnya tidak membaca skripsi. Dion meneliti setiap rak skripsi dan menemukan skripsi dari mahasiswa kelulusan yang sama dengan Argya Aldeiratantya. Tangan mungilnya menyentuh satu persatu untuk membaca judul skripsi tersebut. Namun, tidak ditemukannya skripsi yang dicarinya. “Apa jangan-jangan Dion salah baca nama kampusnya yah,” batin Dion ketika tidak menemukan skripsi yang dicarinya. Anak laki-laki itu memiliki daya ingat yang tinggi, ini pertama kalinya dia salah ingat. Dengan lesu Dion keluar dari jajaran rak dan duduk di salah satu kursi yang ada di meja panjang. Meja panjang itu berada di tengah-tengah ruangan perpus, digunakan untuk mahasiswa membaca buku ataupun mengerjakan tugas karena suasana perpus yang hening. Dion sedikit kesusahan duduk di kursi karena lebih tinggi darinya. Setelah duduk di kursi dia menelusuri seisi perpus yang berisi sedikit mahasiswa. Mereka terlihat sibuk dengan laptop maupun bukunya masing-masing. Namun, ketika Dion asik melihat sekeliling, dia menemukan seseorang yang sedang menatap tajam ke arah skripsi yang terbuka di atas meja. Dion dapat melihat mata laki-laki itu sedikit berkaca-kaca menatap skripsi itu. Anak laki-laki itu menjadi bingung, apa yang membuat dia menangis? Dion turun dari kursi untuk menghampiri laki-laki itu, entah mengapa hati kecil Dion ingin menghampirinya. Padahal anak laki-laki itu tidak mengenalnya. “Om, om nggak papa?” tanya Dion sambil menarik-narik baju laki-laki itu. Melihat ada seseorang yang mengganggunya, laki-laki itu langsung mengusap sudut matanya dan menutup skripsi yang di tatapnya sedari tadi. Dion akhirnya melihat judul dari skripsi itu. Ternyata skripsi itu adalah skripsi yang sedang dicari Dion selama ini. ‘Apakah orang ini Argya Aldeiratantya?’ tanya Dion dalam hatinya setelah melihat judul skripsi yang baru saja ditutup itu. “Iya kenapa dik? Om nggak papa kok,” ucap Argya sambil menampilkan senyum manisnya agar tidak membuat anak kecil ini khawatir. “Nama om, Argya yah?” tanpa basa-basi Dion langsung bertanya nama dari laki-laki itu. “Iya benar. Kamu kenal saya?” Argya merasa tidak mengenal anak laki-laki di depannya kini, tetapi entah mengapa wajahnya terlihat familiar. Padahal ini pertemuan pertama mereka. “Kebetulan sekali, ada yang ingin Dion tanyakan ke om Argya,” Dion menyeret kursi di sebelah Argya dengan susah payah, lalu memanjat untuk duduk di atasnya. Argya membantu Dion duduk di kursinya, “mau tanya apa?” “Om kenal sama Clea Rahmona Sapphire?” Dion yang sangat membenci basa-basi langsung menanyakan apapun yang menjadi tujuannya mencari Argya. Argya yang mendengar nama wanita itu sedikit terkejut. Hatinya seketika kembali sakit. Alasan Argya mengunjungi kampus adalah untuk membeli sebagian saham kampus ini karena memiliki banyak kenangan baginya. Terlebih lagi dia juga ingin menghukum orang yang sudah membuatnya berpisah dengan Clea. Melihat Argya yang terdiam, Dion langsung melanjutkan ucapannya,”pasti om kenal, karena dia dosen penguji om saat kuliah. Jadi pasti om tahu banyak tentang dia kan?” Dion sudah tidak sabar mencari informasi mengenai ayah kandungnya. “Iya, beliau adalah dosen penguji saya...” ‘Sekaligus wanita yang saya cintai’ lanjut Argya di dalam hati. Dia tidak mungkin mengatakannya begitu saja di hadapan anak kecil yang tidak tahu apa-apa. “Saya adalah anaknya bu Clea,” aku Dion dengan tenang. Anak laki-laki itu mengatakan identitasnya agar Argya mempercayainya dan mau memberinya banyak informasi yang diketahui Argya. Lagi-lagi ucapan Dion membuat Argya terkejut sekali lagi. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan anak dari wanita yang dicintainya. “Kalau boleh tahu umurmu berapa?” Dion merasa giliran dirinya yang sedang diselidiki oleh Argya, sehingga anak laki-laki itu mulai was-was dengan laki-laki di depannya kini. Dion merasa tidak perlu mengatakan yang sebenarnya mengenai identitasnya, itu akan membuat dirinya dalam bahaya. Akhirnya Dion menjawab, “5 tahun,” sambil menunjukkan telapak tangannya. Karena postur tubuh Dion yang mungil, terkadang Clea sering memanipulasi umurnya menjadi 5 tahun agar dapat memasuki arena bermain dengan gratis. Belajar dari ibunya, Dion melakukan hal itu terhadap Argya yang menanyakan umurnya. Argya berpikir Dion adalah anaknya, tetapi ketika mendengar umur Dion harapannya putus. Jika anak Argya masih hidup, pasti saat ini sudah berumur 7 tahun bukan 5 tahun, apakah Clea sudah menikah dan memiliki anak dengan lelaki lain? Hatinya yang sudah sakit, malah semakin sakit ketika mengetahui Clea sudah memiliki pria lain, sedangkan dirinya masih terjebak oleh masa lalu. Bahkan sering kali Argya mengingat malam panasnya bersama Clea untuk mengobati rasa rindunya kepada wanita itu. “Kalau begitu om pergi dulu ya,” pamit Argya kepada bocah laki-laki itu sambil beranjak dari kursinya dan berjalan keluar perpustakaan. “Tapi om, saya-“ ucapan Dion terpotong. Padahal dia bertemu Argya karena ingin mencari tahu informasi mengenai ayahnya tetapi lelaki itu keburu meninggalkannya. Dion gagal mengulik informasi tentang ayahnya melalui Argya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN