Partner in Crime

1057 Kata
Sebagai orang yang selalu bangun pagi, Lily bangun pada pukul lima pagi dan saat dia membuka mata hari itu, dia menyadari bahwa dia melewatkan sebuah malam yang fantastis dalam hidupnya. Lily membuka mata, menyadari dirinya tidak mengenakan pakaian, tubuhnya ditutupi selimut dan dia bisa merasakan sebuah lengan melingkari tubuhnya, juga hembusan napas yang menerpa pundaknya yang terbuka. Otaknya kembali mengingat apa yang terjadi semalam dan membuat Lily merasakan diri tersesat dalam suatu perasaan yang tak menentu. Di sebelahnya, Archandra Gouw, lelaki yang dipujanya sekaligus direktur perusahaan tempatnya bekerja, tertidur lelap dan membuat Lily berpikir dia masih berada di alam mimpi. Jarak tak kasat mata antara dirinya dan Chandra terlampau jauh, jadi, jika sekarang dirinya bersama Chandra, adalah sebuah kejadian luar biasa yang tidak pernah dia duga dan membuat perasaannya bercampur baur menjadi satu. Bagaimana tidak? Berdekatan dengan Chandra tanpa ada interaksi apa-apa saja sudah bisa membuat jantungnya berderap tidak karuan seperti langkah sebatalyon kuda sewaktu perang, dilanjutkan sentuhan Chandra yang membuat Lily merasa tubuhnya serupa es krim di tengah terik matahari, meleleh seketika. Lalu, tidak berhenti di sana, dia dan Chandra...wajah Lily terasa memanas saat di mengingat bagaimana perlakuan Chandra, menariknya dalam suatu babak yang belum pernah dirasakannya. Dia tahu, apa yang terjadi padanya bukan suatu hal yang baik. Orang bisa menilai itu sebuah pelecehan, atau kalau dia merasa tidak keberatan, maka itu namanya perzinahan, yang jelas bertentangan dengan nilai moral dan agama. Lily merasa dirinya sudah melakukan suatu dosa besar dan karena itu, dia merasa harus pergi dari tempat ini secepat yang dia bisa. Apa yang terjadi antara dirinya dan Chandra membuat sebuah ledakan besar dalam dirinya. Orang mengatakan sebuah ledakan besar adalah awal mula dari suatu penciptaan, tapi Lily tidak yakin akan hal itu. Ledakan besar yang menerpa dirinya tidak akan menciptakan apa-apa kecuali kekosongan. Dirinya telah kehilangan sesuatu yang berharga, atas nama cinta yang bertepuk sebelah tangan, sungguh menyedihkan. Dia beringsut perlahan, membebaskan diri dari lengan Chandra yang memeluknya. Saat dia melakukan hal itu, Lily merasa kehilangan. Dia tidak pernah memiliki Chandra, jadi, seharusnya dia tidak merasakan hal itu, tapi entah bagaimana, dia merasakan kehilangan dan sedih saat dia harus pergi. Mungkin, bagi kebanyakan orang akan menilainya sebagai w************n, karena terkesan menawarkan diri pada lelaki kaya,tapi demi Tuhan, Lily tidak pernah merencanakan hal seperti ini, meski setelah kejadian ini, dia tidak merasa menyesal dan membiarkan apa yang terjadi menjadi suatu kenangan indah dalam dirinya. Adalah hal yang gila mungkin bagi orang di luaran sana, tapi, Lily mencintai Chandra, dan apapun yang lelaki itu lakukan padanya, tidak akan merubah perasaannya. Lily meraih dressnya yang berserak di lantai dan mengenakannya dengan cepat, lalu dia mengambil sepatu dan juga tasnya, saat dia melangkah ada rasa perih menjalar di pusat tubuhnya. Ah ya...dia ingat bahwa dia sekarang adalah seseorang yang berbeda. Chandra telah merubahnya dalam satu malam. Lily bergerak sepelan mungkin agar Chandra tidak terbangun, dia keluar dari kamar dan menghilang dari hadapan Chandra. Jika malam minggu adalah malam yang disukai kebanyakan orang karena keesokan paginya mereka libur, maka berbeda dengan Lily. Malam Senin, adalah malam yang biasanya menjadi malam yang penuh semangat bagi Lily, karena hari Senin, dia bisa menatap wajah Chandra kembali setelah absen menatap wajah itu selama dua hari. Tapi malam ini tidak lagi sama. Lily hanya termenung di kamar dengan perasaan gundah gulana, terkadang dia tersenyum dan berbunga-bunga, terkadang dia menangis putus asa. Dia tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi padanya, apakah dia mulai gila? Dia bahkan kesulitan memejamkan mata saat malam menjelang. Jika dikatakan dia kesulitan tidur karena trauma atas apa yang dilakukan Chandra terhadapnya, dia tidak merasa demikian. Ya...malam itu adalah kali pertama seorang lelaki menyentuhnya dan menyeretnya dalam labirin libidinal yang membuatnya mengetahui buah terlarang, tapi, Lily tidak menyalahkan Chandra. Dia memang tidak pernah berencana melakukan hal itu dengan Chandra, tapi dia tidak keberatan, meski dalam sudut hatinya menyisakan kebingungan. Bagaimana jika dirinya hamil? Chandra tidak mungkin bertanggung jawab padanya kan? Lalu, jika hal itu benar-benar terjadi, bagaimana dia mengatasi hal ini. Dirinya sebatang kara, mungkin dia tidak akan bisa bekerja lagi saat kehamilannya mulai membesar, belum lagi gunjingan yang akan diterimanya, Lily benar-benar merasa takut dan pusing memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi dalam hidupnya akibat kejadian tidak terduga kemarin malam. Dia tidak yakin bisa menjadi seorang ibu yang baik apalagi tanpa support system dari siapapun. Haruskah dia menggugurkan saja anak itu jika dia hamil? Namun ide itu dibantahnya. Lily telah menghabiskan hampir seumur hidup berada di panti asuhan dan meski pengurus panti cukup baik dan dia bisa hidup dengan baik selama ini, tapi tetap saja dia merasa terbuang. Dia sering berpikir dan berandai-andai, dia lahir dari ayah dan ibu yang harmonis dan memiliki orangtua hingga tidak harus tinggal di panti asuhan. Dia tidak ingin anak yang lahir dari rahimnya kelak mendapatkan penolakan yang sama seperti dirinya, dia ingin jika suatu hari dia memiliki anak, maka anak itu harus dipenuhi dengan cinta, sekalipun mungkin hanya cinta darinya, karena ayah biologisnya mungkin tidak akan pernah menyadari keberadaannya. Berpikir adalah salah satu pekerjaan yang berat begitu kata Henry Ford, pendiri perusahaan mobil itu, dan sepertinya itu benar adanya bagi Lily. Setelah memikirkan masa depannya yang sebenarnya masih abu-abu dan belum tentu terjadi, Lily merasa lelah dan terjatuh begitu saja ke alam mimpi. *** "Apa lo udah dapat apa yang gue suruh?" tanya Chandra saat Ben masuk ke dalam ruangannya membawa setumpuk berkas yang harus dia tanda tangani. "Maksudnya, Lily?" "Iya." "Sebentar, Bos." Ben meletakkan berkas di meja Chandra, lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Kalau dari pengamatanku sih, dia bukan siapa-siapa. Dia nggak terafiliasi dengan siapapun dan tidak ditemukan adanya indikasi dia memiliki tujuan untuk menghancurkan image perusahaan. Emangnya, dia sama Bos ada apa sih? Kayaknya, dia bikin Boss khawatir?" Ben lalu duduk di hadapan Chandra. "Cctv di semua ruangan kantor ini nyambung ke gue kan?" tanya Chandra mengabaikan pertanyaan Ben. "Iya, kecuali kamar mandi." "Gue nggak semesum itu, Ben." "Oh, sorry, Bos." "Lo kadang-kadang kelewat nyebelin." "Maaf, Bos." "Kalau maaf ada gunanya, buat apa ada polisi," gerutu Chandra sambil mengamati layar komputernya, membuka cctv yang terpasang di lobby kantor. Dari sana, dia bisa melihat Lily. Gadis itu sama seperti kemarin, berpenampilan biasa saja, tidak istimewa dan terlihat polos. Riasan wajahnya kali ini lebih natural dibandingkan malam kemarin tapi Chandra masih bisa melihat bahwa Lily memiliki wajah yang cukup manis. Ini bukan berarti apa-apa, Chandra hanya mengemukakan pendapatnya tentang profile wajah Lily.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN