Tari ke luar menemui Eli dan Halimah.
"Assalamuallaikum kak Tari"
Sapa Eli.
"Walaikumsalam" sahut Tari.
"Kak Rakanya ada?"
"Ada apa ya?"
"Ini di suruh ibu nganterin makanan" Eli mengangsurkan rantang di tangannya kepada Tari.
"Terimakasih ya"
"Iya kak, kami permisi dulu" Eli menganggukan kepalanya.
"Eeh tunggu!" Tiba-tiba Raka muncul dari dalam. Wajah Tari kembali cemberut.
"Di dalam aku bikin rujak, ayo kita mencokan dulu" tawar Raka.
Halimah dan Eli saling pandang. Mereka berdua menganggukan kepalanya.
"Ayo masuk, ayo Tari ajak tamunya masuk"
"Hmmm" Tari hanya menyahut dengan gumaman.
"Sambel rujak buatan Kak Raka paling enak loh kak Tari" kata Halimah.
Tari mengernyitkan keningnya, bukannya Raka bilang sambel buatan ibunya Halimah yang paling enak.
Mereka sudah duduk di ruang makan. Menikmati rujak buatan Raka.
"Suapin!" Tari membuka mulutnya.
"Apa?" Tanya Raka tanpa ekspresi dan tanpa intonasi.
"Suapiin!" Serun Tari.
"Iya, aku tahu kamu minta suapin, tapi kamu maunya apa, mangga, jambu, atau dondong?" Tanya Raka lagi.
"Mangga" sahut Tari ketus.
Halimah dan Eli saling pandang dan bertukar senyuman saat Raka menyuapi Tari.
Mereka tidak menyangka Raka yang kalem dan pendiam ternyata bisa mesra juga pada istrinya.
"Kita mau pamit kak Raka, kak Tari, nanti dicari ibu kalau kelamaan di sini" kata Eli.
"Eh tunggu, bawa itu buah yang di keranjang, sebentar aku ambilkan plastik dulu"
Raka mengambil kantong plastik, lalu menyerahkannya pada Eli dan Halimah.
"Bagi dua ya"
"Terimakasih kak" sahut keduanya.
Setelah memasukan buah-buahan ke dalam kantong plastik, keduanya berpamitan pulang. Raka mengantar mereka sampai pintu depan, lalu menutup dan mengunci pintunya.
Raka kembali ke ruang makan, dilihatnya kepala Tari tertelungkup di atas kedua tangannya yang dilipat di atas meja makan.
"Kamu sakit perut?" Tanya Raka sambil menyentuh bahu Tari.
"Sakit hati!" Seru Tari seraya mengangkat kepalanya.
Ditatapnya Raka dengan pandangan sengit.
"Sakit hati?"
"Aa bohong!"
"Bohong apa?"
"Aa bilang ibu Halimah yang paling enak bikin sambal rujak, tapi kata mereka sambal bikinan Aa yang paling enak!"
"Ooh itu, akukan rendah hati Tari, pantang memuji diri sendiri" jawaban Raka yang tanpa ekspresi itu spontan membuat Tari tertawa.
"Kenapa tertawa?"
"Katanya pantang memuji diri sendiri, itu tadi 'akukan rendah hati Tari', itu muji diri sendiri tahu!"
"Itu bukan pujian, itu cuma pemberitahuan"
"Hhhh Aa ngesilin tahu nggak!"
"Nggak tahu"
"Iiiih..kenapa tadi mereka di suruh masuk sih, Aa sudah terbiasa ya nyuruh masuk cewek yang datang ke sini?"
"Tadi pertama kalinya, itu juga karena ada kamu di sini, kamu kenapa cemberut terus sama mereka Tari? Mereka ada salah apa sama kamu?"
"Aku cemburu tahu!" Seru Tari dongkol.
"Cemburu tanda cinta, ehmm kita nikah baru berapa hari ya? Masa iya kamu sudah jatuh cinta, sampai di bab cemburu, pasal cemberut, cinta express"
"Iiih Aa ngeselin!" Tari melayangkan pukulannya ke pergelangan tangan Raka saking kesalnya.
"Ini kalau berbekas kena pasal KDRT loh Tari" Raka mengelus tangannya yang terasa panas karena pukulan Tari.
"Tahu ah, aku marah sama Aa!" Tari berdiri menghentakan kakinya, ia berbalik ingin meninggalkan Raka, tapi Raka menahan lengannya, dan menarik Tari hingga terduduk di atas pangkuannya.
Mata mereka bertemu, sesaat kemudian bibir mereka yang bertemu. Tanpa melepas ciuman mereka, Tari merubah posisinya dari duduk miring dipangkuan Raka, menjadi duduk dengan menjepit kedua paha Raka.
Ciuman Raka yang lembut, dibalas Tari dengan ciuman yang penuh gairah.
Tubuh Raka sampai terdorong saking kuat Tari menciumnya.
Tiba-tiba.
Braakk..
Kursi tempat mereka duduk jatuh kebelakang beserta penumpangnya. Tapi anehnya tidak satupun dari mereka yang berniat melepaskan ciuman.
Raka beringsut dengan Tari di atasnya, ia berusaha menjauhkan tubuhnya dari atas kursi yang tumbang.
Tari mengangkat sedikit tubuhnya, tapi tidak melepaskan ciumannya. Disingkapnya atasan baby doll dan branya melewati dadanya. Ditarik bibirnya dari bibir Raka, di ganti dengan ujung buah dadanya.
"Aaahhh..sshhh..Aa'...mmhh" Tari menggumam pelan.
Tangan Raka merayapi b****g Tari, tiba-tiba tangannya dan bibirnya berhenti bergerak.
Apa yang dirasakan tangannya di bawah b****g Tari sungguh mengagetkannya. Raka mendorong Tari, hingga Tari terduduk.
"Aww..ada apa!?"
"Kamu haid"
"Iya"
"Kenapa cium-cium"
"Tadikan Aa ya cium duluan"
"Aku cuma mau kecup, tapi kamu yang cium"
"Cium kan tidak dilarang waktu haid Aa"
"Iya, tapi kalau kamu lupa, terus buka celana di depanku bagaimana? Bisa jadi dosakan?"
"Memangnya kenapa kalau aku buka celana?" Tanya Tari menggoda.
"Kalau kamu buka celana ya telanjang namanya, sudah ah aku mau mandi" Raka berdiri tepat di depan Tari yang masih duduk di lantai.
Pandangan Tari tepat dipermukaan celana Raka. Pemandangan di depannya membuat Tari tertawa dengan suara nyaring.
"Kenapa tertawa? Rumah sakit jiwa jauh dari sini Tari"
"Iiih apa hubungannya sama rumah sakit jiwa sih!"
"Kamu tertawa tanpa ada alasannya"
"Aa sakit kepala ya?" Tanya Tari disela tawanya.
"Kok tahu aku sakit kepala?"
"Mau aku pijit biar sakit kepalanya hilang?"
"Kamu bisa mijit?"
"Pejamkan mata Aa, kalau mau aku pijit, biar kepala Aa tidak tegang lagi"
Raka yang masih berdiri menurut saja apa yang diucapkan Tari.
Terdengar suara air yang jatuh ke lantai dari kamar mandi.
Tari merenungi ucapan Raka tadi, tentang cinta yang express.
'Apa iya aku bisa jatuh cinta begitu cepat, apa mungkin aku tertarik kepada si tai cicak itu sejak di pesawat, hiiiy...aku sepertinya sudah kemakan ucapanku sendiri, si tai cicak itu punya ilmu apa sih, kok bisa membuat aku begitu cepat jatuh cinta, jangan-jangan aku kena pelet...eeh...astaghfirullah hal adzim, maafin aku ya Aa sudah suudzon'
Tari mematap ke pintu kamar mandi, menunggu Raka ke luar dari sana.
"Tari" kepala Raka muncul di sela pintu yang terbuka sedikit.
"Apa?"
"Aku lupa bawa anduk, bisa tolong ambilkan tidak?"
"Tidak bisa" sahut Tari setelah diam beberapa saat, mulutnya yang mengunyah rujak tersenyum nakal.
"Tolong ambilkan Tari"
"Keluar saja telanjang, akukan sudah pernah liat Aa telanjang juga"
"Tidak bisa begitu Tari"
"Kenapa tidak bisa?"
"Bahaya"
"Bahaya apanya?" Tari mendekat ke arah Raka.
Raka menghela napasnya.
"Kalau aku keluar telanjang, nanti kamu ngiler, kalau kamu sudah ngiler takutnya nggak bisa menahan diri, kamu itukan belum cukup kuat iman terhadap godaan Tari" sahut Raka dengan wajah dan nada bicaranya yang datar saja.
Mata Tari melotot gusar ke arah Raka.
"Iiih aku makin sebel sama Aa, Aa tunggu saja di sini, aku mau tidur siang dulu, habis tidur nanti aku ambilin anduknya!" Ucap Tari, lalu ia berlalu meninggalkan Raka di dalam kamar mandi.
'Itu pembalasan yang tadi pagi Aa, rasakan pembalasanku hahaha' Tari bersorak di dalam hatinya.
Karena bisa melampiaskan kekesalannya pada Raka.
***BERSAMBUNG***