Raka ke luar dari dalam rumah setelah menyelesaikan memperbaiki tempat tidur.
Ia mencari-cari Tari di halaman, tapi Tari tidak ia temukan.
Plukk
Tiba-tiba ada buah jambu air yang jatuh di atas bahunya.
Itu sudah biasa baginya.
Plukk
Kali ini bukan buah jambu yang jatuh, tapi biji jambu air yang jatuh mengenai dadanya.
Spontan Raka menengadahkan kepalanya.
"Tari! Astaghfirullah hal adzim, turun! Malu kalau dilihat orang Tari!" Wajah Raka tampak panik melihat Tari duduk santai dengan kaki menjuntai di atas pohon.
Tari tertawa senang karena akhirnya bisa juga melihat wajah Raka yang ada ekspresinya.
"Turun Tari!" Seru Raka lagi.
"Enak di sini, buahnya fresh langsung dipetik sendiri"
"Nanti kamu digigit semut"
"Tidak ada semut di sini Aa"
"Nanti semutnya pasti datang setelah tahu kalau ada yang lebih manis dari buah mangga matang itu di pohon ini" Raka menunjuk semut yang mengerubuti mangga matang yang masih menggantung, tapi sudah bolong karena di makan kelelawar.
"Jambunya masih ada rasa kecutnya Aa"
"Bukan jambu yang kubilang manis, tapi kamu" nada bicara dan mimik wajah Raka memang datar saja seperti biasanya, tapi efek dari ucapannya sungguh luar biasa bagi Tari.
"Uhuuk..aaaww!" Tari tersedak mendengar gombalan Raka, lalu terjerambab jatuh dari pohon jambu.
Raka yang ada di bawahnya, sigap ingin menangkapnya, tapi yang terjadi justru Tari jatuh tengkurap di atas tubuh Raka yang jatuh telentang.
Tepat saat itu beberapa ibu tengah melintas di depan rumah mereka.
"Ya ampun penganten baru, persis adegan film India saja, kok begituan di depan rumah sih Nak Raka" goda salah satu Ibu.
Cepat Tari bangun dari atas tubuh Raka.
"Habis jatuh dari pohon" jawab Tari sembari nyengir kuda.
Wajah Raka tampak merah padam saking malunya.
Ibu-ibu tertawa mendengar jawaban Tari.
"Yang jatuh Nak Raka atau Nak Tari?" Tanya salah satu ibu penasaran.
"Dia!" Tari menunjuk Raka, bersamaan dengan ucapan 'dia' dari mulut Raka sambil menunjuk Tari.
"Hhh ya sudahlah, kami permisi dulu ya, assalamuallaikum"
"Walaikumsalam" sahut Raka dan Tari.
"Aku sudah bilang, tunggu aku petik kan, kenapa naik sendiri? Untung jatuhnya bukan dari dahan yang tinggi"
"Aa kelamaan tahu, aku sudah ngiler dari kemarin"
"Ngiler? Seperti orang ngidam saja"
"Ayo cepat ambilin, jambu, mangga, sama dondongnya!" Tari mendorong tubuh Raka ke arah pohon mangga.
"Aku ambil galahnya dulu Tari"
"Galah!?"
"Iya, diatas banyak semut, nanti aku dikerubungin"
Raka mengambil galah yang ada di samping rumah, sementara Tari tersenyum ingat gombalan Raka tadi.
'Coba kalau gombalannya diucapkan dengan ekspresi yang pas, uuuuhhh pasti sudah meleleh aku, eeh yang harusnya melelehkan dia bukan aku' batin Tari sambil senyum-senyum sendiri.
"Kamu demam ya" Raka meletakan punggung tangannya di atas dahi Tari.
"Iih apa-apaan sih Aa" Tari menepiskan tangan Raka.
Raka mulai memetik buah yang diinginkan Tari.
"Kamu sadar tidak kalau sudah senyum-senyum sendiri"
"Iih siapa yang senyum, cepat ambilin buahnya"
"Iya sabar, ini lagi dipetik, kalau bikin rujak sambelnya yang paling enak bikinan ibunya Halimah"
"Kok Aa tahu?"
"Ya mereka sering minta buah di sini, kalau sudah jadi rujak aku di kasih" Raka
"Aa suka banget ya terima pemberian orang"
"Memang kenapa?"
"Bagaimana kalau makanannya dibubuhi pelet?"
"Haah pelet?"
"Hmmm"
"Orang kota pemikirannya kok seperti itu Tari, orang kampung saja tidak terpikirkan hal seperti itu, kita punya Allah, kamu percaya Allah itu adakan!?" Raka meletakan galah, tanpa bersuara lagi Raka masuk ke dalam rumah, meninggalkan Tari yang terpaku dengan buah hasil petikan Raka berhamburan di sekitar kakinya.
Tari memunguti buah-buahan itu, mengumpulkannya di teras samping rumah. Tari menyesal sudah membuat Raka marah kepadanya.
"Masukin ke sini buahnya" Raka mengangsurkan tempat besar dari bahan plastik.
Tari terpaku di tempatnya, tidak menyangka Raka akan kembali dan membantunya memunguti buah yang berhamburan di tanah.
"Maafkan aku Aa" Tari memeluk Raka dari belakang.
"Aku maafkan" sahut Raka setelah menarik napas.
"Ya ampun, syuting film Indianya belum kelar ya Nak Raka"
Raka dan Tari sama terkejutnya. Ibu-ibu yang tadi lewat lagi. Cepat Tari melepaskan pelukannya.
"Mau buah bu?" Tawar Raka untuk mengalihkan pembicaraan.
"Mau dong kalau di tawarin" sahut salah seorang ibu.
"Aah biasanya tidak ditawari juga sering metik sendiri" celutuk ibu lainnya.
"Sebentar ya, saya ambilkan kantong plastik" Raka masuk ke dalam rumah, lalu kembali dengan kantong plastik di tangannya.
Empat orang ibu itu langsung mengambil mangga, jambu dan dondong yang dipetik Raka tadi.
"Belum bikin keripik lagi ya Nak Raka?"
"Belum Bu"
"Kalau bikin nanti ibu pesan pisang sekilo, ubi sekilo, keripik bikinan Nak Raka enak"
"Alhamdulillah, inshaAllah nanti kalau pisangnya sudah bisa dipetik saya bikinkan Bu"
"Nak Tari ini beruntung punya suami serba bisa seperti Nak Raka, mau di suruh apa saja bisa, dari masak sampai nyangkul bisa, benerin listrik dan alat elektronik bisa, bertukang juga bisa"
"Iya benar, ibarat barang, Nak Raka ini barang antik, harus di jaga dengan baik loh Nak Tari" kata ibu-ibu lainnya.
Tari melirik wajah Raka, ingin tahu ekspresi wajahnya.
'Tetap datar saja' batin Tari.
Ibu-ibu itu pergi setelah berterimakasih, dengan buah-buahan di tangan mereka.
"Aa"
"Hmmm"
"Buahnya kan banyak, kenapa tidak dijual saja?"
"Kalau dijual paling dapat berapa, dibawa ke pasar sekali juga pasti habis Tari, tapi kalau dibagi-bagi, bisa jadi pahala yang akan jadi bekal kita diakhirat kelak" sahut Raka sambil membawa sisa buah ke dalam rumah.
Tari mengikuti Raka yang masuk ke dapur.
Tari berdiri di sebelah Raka yang mencuci buah-buahan.
Cup
Satu kecupan dari Tari mendarat di pipi Raka.
"Aku sayang Aa"
"Haah" Raka menolehkan kepalanya dengan wajah merah.
"Semua orang di kampung ini aku yakin juga menyayangi Aa seperti aku"
"Hmmm"
"Kok hmmm"
"Habis aku harus bicara apa?"
"Jawab, aku juga menyayangimu Tari, begitu!"
"Nanti aku bilang sayang sama kamu, kalau semua penduduk kampung juga sayang kamu" sahut Raka.
"Iiih Aa ngeselin!"
"Ini kamu yang ngupas, aku yang bikin sambelnya"
"Sambelnya tidak minta dibikinin ibunya si Halimah?" Tanya Tari ketus.
"Kok ketus begitu, kenapa? Ada salah apa ibunya Halimah sama kamu?"
"Iiih aku cemburu tahu!" Seru Tari keceplosan.
"Cemburu? Kamu cemburu? Waah pelajaran mencintai kamu sudah sampai bab cemburu ya Tari, kalau aku be...hufffmmmff!"
Mata Raka terbuka lebar, karena Tari menyumpal mulutnya dengan bibir.
Tubuh Raka terdorong sampai punggungnya menyentuh dinding. Raka menundukan kepalanya agar Tari tidak terlalu kuat menarik tengkuknya.
"Assalamuallaikum!" Suara salam dari pintu depan mengagetkan keduanya.
Mereka saling melepaskan diri.
"Walaikumsalam"
"Seperti suara Halimah sama Eli" gumam Raka.
"Aa di sini saja, itu buahnya kupas sekalian bikin sambelnya, aku temui mereka dulu" Tari berlalu dengan wajah ditekuk.
'Mengganggu orang syuting film India saja' gerutu Tari di dalam hatinya.
***BERSAMBUNG***