PART. 17

1462 Kata
Raka dan Tari menaiki teras rumah mereka. Mata Guntur lekat menatap Tari yang berdiri di hadapannya bersama Raka. Ada keraguan di dalam hatinya, kalau perempuan yang memakai pakaian dan berdandan aneh baginya itu adalah Tari yang dikenalnya. "Assalamuallaikum" sapa Raka sembari mengulurkan tangannya. "Walaikumsalam" Guntur menerima ajakan berjabat tangan dari Raka. "Mas ini siapa ya?" "Saya Guntur, teman Tari dari Jakarta" Raka menolehkan kepalanya pada Tari. "Ooh temanmu ya Tari, eh mari silahkan masuk Mas, sudah lama menungu?" Raka membuka kunci pintu dan membuka ke dua lembar daun pintu dengan lebar. "Silahkan masuk, ngobrolnya di dalam saja" "Terimakasih" sahut Guntur singkat. "Tari ganti dulu bajumu" kata Raka pada Tari yang sejak tadi seperti kehilangan suaranya. Tanpa bicara Tari masuk ke dalam kamarnya, lalu membawa baju gantinya ke kamar mandi. 'Mau apa dia kemari? Ingin mengacaukan hidupku lagi? Apa belum cukup dia melukai hatiku? Atau dia datang untuk mengejekku?' Berbagai pertanyaan memenuhi benak Tari. Sementara itu di ruang tamu. "Duduk dulu ya Mas, saya buatkan minum dulu" Raka tersenyum pada Guntur, dibalas Guntur dengan senyum dan anggukan kepalanya. Guntur memperhatikan ruangan tamu rumah Raka. 'Tidak ada yang istimewa, pria suami Tari itupun biasa saja, jadi kenapa Tari mau tinggal di sini, apa dia bisa berubah begitu cepat, merubah gaya hidupnya, merubah gaya berpakaiannya, dandanan Tari saja sudah persis badut tadi. Aku kira tempat ini memang hanyalah pelarian bagi Tari' batin Guntur. Raka ke luar dengan dua gelas es sirop di dalam nampan. Satu toples keripik pisang, dan satu toples keripik singkong, buatannya sendiri. "Silahkan minum Mas" "Terimakasih" "Dari Jakarta khusus datang ke sini atau ada keperluan lain lalu mampir ke sini?" Tanya Raka. "Ada urusan pekerjaan, jadi sekalian mampir ke sini" "Ooh, tapi tahu rumah kami dari mana Mas?" Kata 'kami' yang diucapkan Raka terdengar bagai sebuah penegasan bagi Guntur, kalau Tari sudah menjadi bagian hidup Raka. "Saya pernah ke rumah kakek, tadi saya ke sana, tapi kakek dan nenek sedang tidak ada, jadi saya bertanya kepada pegawai di rumah kakek, dimana kalian tinggal" jawab Guntur. "Oooh, nah itu Tari sudah selesai mandi, saya tinggal ya Mas, mau memperbaiki ranjang yang patah" Raka berdiri dari duduknya. Tari menatap wajah Raka, pandangan mereka bertemu, seperti biasa tidak ada yang bisa dibaca dari wajah dan tatapan mata Raka. "Temani ngobrol temanmu ya, aku mau sholat dzuhur dulu baru memperbaiki Ranjang" Tari hanya menganggukan kepalanya. Raka meninggalkan Tari dan Guntur di ruang tamu, ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat mandi ia teringat raut wajah Tari saat melihat Guntur tadi. 'Raut wajah Tari sama dengan saat ia menerima telpon dari orang yang disebutnya Mas, apa dia orang yang sama dengan yang menelpon Tari ya? Hhh...siapapun dia, dia berada di dunia lama Tari, bagian dari yang tertinggal di belakang kami, kedatangannya justru bagus untuk menguji kesungguhan Tari. Dia akan tetap di sini, atau goyah dan memutuskan kembali, lebih baik semua terjadi saat ini, sebelum benih cinta tumbuh di antara kami, dari pada nanti saat ada anak-anak yang harus tersakiti' batin Raka. Ingatan akan masa kecilnya selalu membuat hatinya sakit. Masih terbayang bagaimana saat Ayahnya memukul ibunya, saat ibunya dipukuli istri baru Ayahnya, saat ibunya dicaci maki keluarga Ayahnya. Raka memejamkan matanya. Ia bersyukur meski derita kerap menghampiri ibunya, tapi pada akhirnya ibunya menemukan pria yang bisa mencintai mereka semua. Usai sholat dzuhur Raka mulai mengerjakan untuk memperbaiki ranjang yang ambruk karena, apa yang disebut Tari sebagai 'goyangan tornado' nya. Raka tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat ucapan Tari itu. -- Sementara itu di ruang tamu setelah Raka meninggalkan Tari berdua dengan Guntur. "Mau apa lagi menemuiku?" "Aku ada urusan pekerjaan di sini Tari, jadi kupikir apa salahnya aku mampir" "Tentu saja itu salah" desis Tari karena takut terdengar Raka. "Tidak bisakah kita berbaikan Tari, setidaknya menjadi teman" "Tidak, aku tidak suka berteman dengan orang berstatus mantan yang sudah menghianati aku" "Hhhh..kamu tidak memberi aku kesempatan untuk menjelaskan apa yang terjadi dan tidak memberi aku kesempatan untuk membela diri Tari" "Apapun yang sebenarnya terjadi diantara kalian, yang jelas fakta sudah membuktikan kalau Vio sudah hamil anakmu Mas, harusnya saat ini kalian mempersiapkan pernikahan kaliankan, perut Vio akan terus membesar, jadi apalagi yang kalian tunggu" "Kemarin Vio membatalkan rencana pernikahan kami" sahut Guntur. Tari menatap Guntur tidak percaya. "Jangan bohong Mas!" "Kamu bisa tanyakan sendiri pada Vio atau kakek kalau kamu tidak percaya" "Kenapa?" "Dia bilang tidak mencintaiku" "Kalau dia tidak mencintai Mas, lalu untuk apa dia melakukan itu denganmu Mas?" "Hhhh aku tidak tahu Tari, dia menjebakku dengan minuman yang dibubuhi obat perangsang, itu yang dia lakukan, tapi aku tidak tahu apa alasannya" "Lalu bayi yang dikandungnya bagaimana?" "Bayi itu tidak pernah ada" "Apa? Aku tidak mengerti Mas" "Saat dia tahu sudah telat, dia ke dokter, dan dokter menyatakan dia hamil dua minggu, dia membuka semua itu kepadaku, juga padamu, setelah itu dia menggugurkan kandungannya tanpa sepengetahuan kita, aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikirannya, aku tidak tahu harus bagaimana Tari, aku mencintaimu, sangat mencintaimu, tapi Vio menjebakku entah apa tujuan dia sebenarnya, sekarang setelah kamu pergi dan menikah dengan orang lain, Vio menolak menikah denganku, dan entah rencana apa lagi yang ada dibenaknya" Tari terdiam mendengar ucapan Guntur. 'Akupun tidak tahu apa yang diinginkan Vio sebenarnya, dia sudah mendapatkan haknya dengan menerima separuh dari harta kekayaan kakek sama seperti aku, bahkan rumah besar kakek aku ikhlaskan hanya untuknya meski kakek minta agar rumah itu dijual saat ia berpulang, dan uangnya kami bagi dua, hhhh Vio ada apa dengan dirimu' batin Tari. "Tari, aku rasa pernikahanmu tidak akan berhasil, ini bukan tempatmu, yang aku lihat sekarang bukanlah dirimu, kamu tidak menjadi dirimu sendiri di sini, tapi kamu menjelma menjadi orang lain" Guntur menatap Tari, Tari membalas tatapannya. "Aku yang paling tahu diriku Mas, tidak perlu ikut mengurusi hidupku" Ada mobil berhenti di depan rumah. "Mobil jemputanku sudah datang, baiklah Tari, aku tidak akan memaksamu, tapi aku ingin kamu tahu, kalau cintaku masih untukmu, kapanpun kamu ingin kembali aku akan siap menunggumu, aku harus pergi karena hari ini aku akan kembali ke Jakarta" Tari berdiri lalu memanggil Raka yang baru ingin mulai memperbaiki ranjang di kamar Tari. "Sudah mau pulang?" "Iya, saya pamit dulu, terimakasih untuk minuman dan keripiknya" "Oh ya, kalau ke Banjarbaru jangan sungkan mampir ke sini" "Iya terimakasih, assalamuallaikum" "Walaikumsalam" Raka dan Tari menyahut berbarengan. Tari menolehkan kepalanya agar bisa melihat wajah Raka. Ia ingin tahu apa yang dipikirkan Raka tentang Guntur dan dirinya. Tapi Tari harus kecewa, karena seperti biasa wajah Raka tidak terbaca. "Tari, bisa tolong bawa gelas kotor dan keripiknya ke dapur, aku mau meneruskan memperbaiki ranjang dulu" "Iya" sahut Tari singkat. Entah kenapa hatinya merasa kecewa melihat sikap Raka yang bisa saja dengan kedatangan Guntur. Setelah mencuci gelas kotor, Tari menemui Raka di dalam kamar. Ia duduk di kursi yang ada di sana. "Ada yang perlu dibantu?" Tanyanya pada Raka. "Tidak" "Tapi aku ingin membantumu" "Kamu nonton tv saja" "Aku ingin di sini" "Terserah kamu saja" Raka meneruskan pekerjaannya. "Tidak ingin tahu apa yang aku bicarakan dengan Guntur?" Pancing Tari. "Tidak" "Kenapa?" "Kalau kamu mau cerita silahkan, tapi aku tidak akan bertanya" "Kenapa?" "Kalau aku bertanya belum tentu kamu ikhlas berceritakan? Jadi aku menunggu keikhlasanmu saja" sahut Raka datar tanpa mengalihkan fokus dari pekerjaannya. "Dia mantanku!" Seru Tari ingin memancing reaksi Raka. "Sudah aku duga" sahut Raka biasa saja. "Dia minta aku kembali" pancing Tari lagi. "Sudah bisa ditebak" sahut Raka masih biasa saja. "Aa tidak cemburu?" "Cemburu tanda cinta Tari, aku baru belajar mencintaimu, belum sampai pada bab mencemburui" sahut Raka membuat Tari menggerutukan giginya dengan kesal. "Aa tidak takut aku pergi?" "Kamu sudah tahukan, kalau aku berusaha menolak keinginanmu karena aku takut suatu saat kamu tinggalkan, tapi selain belajar mencintaimu, aku juga akan belajar untuk siap kehilanganmu" sahut Raka, Raka tetap tidak mengalihkan pandangan dari papan yang sedang ia gergaji. Tari menggigit bibir bawahnya. "Aku memang suamimu Tari, tapi aku tidak ingin memaksamu tetap di sini jika kamu tidak merasa nyaman" Tari berdiri dari duduknya. Didekatinya Raka yang sedang menegakan punggungnya, tampaknya ia merasa pegal karena memggergaji dengan membungkukan tubuhnya. Tari melingkarkan tangannya dipinggang Raka. "Tari kamu sedang haid!" Seru Raka berusaha melepaskan pelukan Tari. "Memangnya kalau haid tidak boleh meluk ya Aa?" "Ooh cuma mau meluk, aku pikir mau menggoda seperti biasa" "Iiiih Aa pikiranmu kenapa jadi m***m sih!" "Siapa yang m***m! Itukan karena salahmu selalu menggoda, jadi kupikir ya kamu ingin menggoda" "Itu namanya Aa parno" "Kamu yang porno" "Parno Aa, bukan porno!" "Parno anaknya Bu De Win?" "Iiih bukan parno nama orang! Aa ini sarjana, pernah tinggal di Jakarta, tapi kok kudet banget siiih, pasti kuper ya waktu di Jakarta" "Haah..pusing denger omonganmu Tari, keluar sana, kalau kamu di sini tidak akan cepat selesai pekerjaanku" "Ya sudah aku ke luar, eeh Aa boleh metik buah jambu, mangga sama dondong nggak" "Tunggu nanti aku petikin" "Bener ya, aku tunggu di luar ya" "Iya" Tari ke luar rumah, ingin mencari udara sejuk di bawah pohon di sekitar rumah. Rasa gelisahnya karena kedatangan Guntur sirna sudah. Obrolannya dengan Raka tadi membuatnya tersenyum-senyum sendiri. ***BERSAMBUNG***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN