TJCPP 41

1037 Kata
Alvaerelle melihat perlahan-lahan pelindung yang membuatnya tidak bisa masuk pun terkikis dengan cahaya merah dan biru yang menyatu menjadi satu. Tanpa perlu menunggu lama lagi, Alvaerelle pun berlari dan melerai keduanya. Beruntungnya kelinci ekor merah itu ikut terjatuh. Sehingga dirinya bisa meminta bantuan dari monster yang tengah berubah menjadi raksasa. "Bagaimana bisa kamu memecahkan lingkaran pelindung ini, Alvaerelle?!" Panik. Satu kata itu menggambarkan ekspresi ketakutan ketika melihat monster kelinci itu berdiri di tengah-tengah mereka. "Kalian yang kekanak-kanakan. Kenapa harus berkelahi? Padahal orang yang harusnya keberatan itu aku kan?" tanya Alvaerelle pada kedua laki-laki di hadapannya. Tidak lupa dia mengelus kelinci peliharaannya agar tidak Ayred mendengkus. "Kamu memang benar. Tapi utu tidak menjawab pertanyaan Myrin tentang perisai pelindung." "Pertanyaanmu juga," celetuk Myrin tidak terima. Alvaerelle mengembuskan napasnya. Dia lalu mengajak bicara kelinci ekor merah, meminta peliharaannya untuk berhenti untuk kembali ke bentuk kecilnya. Tidak mau dia mendengarkan kedua laki-laki ini berdebat lagi di kamarnya. Padahal seharusnya dia beristirahat, bukan mengurusi kedua orang dewasa yang sepertinya mengalami masa kecil kurang bahagia. Tepat sekali ketika pelayan pribadinya datang dengan troli yang sudah diisi satu set teh dan beberapa piring berisi camilan. Jadi Alvaerelle pun duduk di salah satu sofa yang ada di kamarnya. Kedua laki-laki itu pun mengikuti langkahnya dan duduk agak berjauhan. Masih tersisa satu sofa di kamar ini. "Leia, duduklah bersama kami," ajak Alvaerelle dengan senyuman ramah yang membuat kedua laki-laki di beda sisi pun sama-sama berwajah pucat. "Tidak perlu, Nona. Aku akan berdiri di sampingmu, itu sudah cukup," tolak Leia. "Dia benar, seorang pelayan tidak pantas duduk di tempat yang sama dengan kita," celetuk Myrin seraya meminum teh yang sudah dituangkan oleh Leia sebelumnya. Alvaerelle memutar bola matanya. "Arogan sekali pangeran yang satu ini. Tidak apa. Leia duduklah. Kamu juga bagian penting dalam pembicaraan ini. Karena sebentar lagi kamu pun akan pergi ke akademi. Aku tidak tahu kapan bisa bertemu denganmu." "Sudahlah, Myrin. Kita harus membiarkannya jika ingin tahu jawaban dari pertanyaanmu," balas Aiken, mendukung tindakan Alvaerelle. Leia masih terlihat ketakutan. Namun, Alvaerelle mengajaknya kembali. Sampai akhirnya, Leia pun menyerah. Gadis itu duduk berhadapan dengan Alvaerelle. Tangannya gemetar dan wajahnya menunduk ke bawah. Rasa takut itu, rasa yang pernah dirasakan oleh Alvaerelle Zinsastra selama hidupnya. Alvaerelle pun menghembuskan nafas. Dia Lalu melihat ke arah Myrin. Tunangannya itu sepertinya sangat tidak sabar untuk mendengarkan jawaban dari pertanyaannya. Sedangkan Ayred hanya diam dan meminum teh yang ada di meja. Kedua laki-laki ini memiliki tujuan yang berbeda, tetapi terlihat akur ketimbang sebelumnya. "Jadi, ceritakan semuanya kepadaku! Katamu, bukan kamu yang melakukan pembunuhan ini, maka berikan aku penjelasan yang logis," ucap Aries dengan tatapan tajam dan pupil yang makin mengecil. Mengerikan. "Aku pasti akan menceritakan semuanya. Pelayanku di sini ini untuk menjadi saksi, Pangeran Oria." Perkataan Alvaerelle membuat kedua laki-laki itu itu terlihat kebingungan. Sementara Lea agak kaget mendengarnya. Dia tidak akan bohong. Tidak akan berani berbohong. "Pertanyaan pertamaku, kenapa kamu bisa membuka lingkaran sihir pelindung?" celetuk Ayred dengan tatapan lembutnya. Tidak ada pemaksaan di sana. "Aku dibantu oleh dua peri kecil di ... mereka di mana?" Alvaerelle bergumam ketika dia tidak menemukan dua peri kecil yang membantunya. Seharusnya mereka masih ada. Namun, cahaya berwarna biru dan merah muda itu benar-benar menghilang tanpa jejak. Ah, apa itu hanya bayangannya saja? Padahal Alvaerelle ingat betul kedua nama peri tersebut. Oncith dan Rychell. Myrin dan Ayred melihatnya dengan bingung. Tidak ada siapa pun kecuali mereka. Tidak mungkin pula ada yang membantunya. Sihir pelindung tidak seharusnya bisa dipecahkan oleh elf-elf biasa seperti Alvaerelle dan Leia. Agak mencurigakan. "Sudahlah, sekarang mengapa kamu yang dituduh dan diberikan padaku sebagai pengganti?" tanya Myrin, penuh penekanan dan amarah di sana. Namun, melalui tangan yang mengepal, Alvaerelle tahu laki-laki ini sednag menahan dirinya. Alvaerelle pun mengembuskan napas. Dia lalu melihat ke arah laki-laki itu lagi. "Karena aku adalah b***k mereka dan mereka ingin menjadikanku sebagai tameng. Jelasnya Leia mungkin lebih mengerti." Leia yang tengah menunduk pun menatap ragu pada gadis di hadapannya. Antara takut mengungkapkan atau takut salah bicara. Terlebih tatapan Myrin sudah seperti orang yang akan membunuh di tempat itu juga. "Katakan saja yang sejujurnya, Leia," ucap Alvaerelle tanpa keraguan sedikit pun. "Nona Gaylia adalah kesayangan keluarga Zinsastra. Demi dirinya, keluarga Zinsastra akan melakukan apa pun. Mereka tidak segan menarikku keluar dari akademi. "Mereka juga tidak takut untuk memaksa Nona Alvaerelle bertunangan dengan Anda. Sampai-sampai Nona Alvaerelle perlu melompat dari ketinggian pun, mereka hanya peduli pada Nona Gaylia," jelas Leia agak getar karena takut. Myrin memangku wajah. Di pikirannya terngiang tentang Soliana yang pernah menunjuk seorang gadis berbakat untuk diajukan ke Akademi. Namun tidak lama, gadis itu mengundurkan diri. Sesuai dengan cerita Leia. "Nona besar Zinsastra? Seorang putri terpelajar, tetapi tidak berbakat sama sekali. Reputasinya sangat baik, tetapi semuanya palsu," celetuk Ayred tiba-tiba, ketika laki-laki itu tengah menuangkan kembali teh pada cangkirnya yang sudah kosong. "Kamu tahu sesuatu tentang itu Ayred?" tanya Myrin. Ayred mengangguk. "Di pasar banyak yang membicarakannya. Gaylia adalah putri yang manja, semua keinginannya harus dituruti. Dengan begini aku sudah paham." "Sepertinya kamu menarik kesimpulan dengan buru-buru," sindir Myrin, "Alvaerelle saja belum menjelaskan apa-apa." "Jawaban Tuan Ayred memang benar. Gaylia adalah orang yang seperti itu, Pangeran. Aku dijadikan tameng oleh Keluarga Zinsastra. Ini dikarenakan mereka tahu bahwa putri mereka sudah membunuh tunangan Anda. Kelemahan Anda hanyalah, tidak tahu putri yang mana yang membunuh Soliana," jelas Alvaerelle mantap. Wajah Myrin berubah tegang. Laki-laki itu berdiri, dan tangan kanannya segera memegang pisau. Alvaerelle membelalak. Jangan katakan kalau laki-laki ini mau meringkus Gaylia tanpa bukti. Gawat. Segera Alvaerelle berdiri dan memegangi tangan laki-laki tersebut. "Hentikan, Pangeran. Anda tidak bisa pergi tanpa bukti." "Kenapa tidak? MEREKA SUDAH MEMBUNUH DAN MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN!" amuk Myrin yang lalu mendorong Alvaerelle hingga jatuh terduduk pada sofa. Ayred yang tengah menikmati jamuan pun hanya bisa mengembuskan napas. Dia tidak ingin terlibat jauh. Namun, dia setuju dengan Alvaerelle. "Berhenti, atau kamu akan melakukan hal yang sia-sia. Untuk menghukum, kamu memerlukan bukti yang jelas bukan?" Myrin menyapu wajahnya kasar. Dari lekukan dan wajah pucat itu, Alvaerelle tahu kalau tunangannya sangat lelah. Penantian ini yang sudah ditunggu-tunggu oleh sang pangeran mahkota. Belum lagi, rasa malu yang diderita oleh laki-laki itu karena kesalahan akan menuduhnya sebagai pembunuh sang tunangan. Sekarang dia harus mengumpulkan bukti agar Gaylia dapat tertangkap. Namun bukti yang seperti apa yang akan berhasil membuatnya ketakutan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN