TJCPP 39

1131 Kata
Alvaerelle sudah merasa baikan, tetapi tabib belum mengizinkannya untuk bangun dari tempat tidur. Ayred lebih sering mengunjunginya ketimbang elf yang dikatakan sebagai tunangannya Entahlah pergi ke mana makhluk menyebalkan itu. Setelah menciumnya, laki-laki tidak bertanggungjawab itu meninggalkannya tanpa kepastian. Dia sekarang mengerti, kenapa di masa hidupnya sebagai Alvaerelle dulu banyak teman perempuan yang menangis jika berurusan dengan laki-laki. “Nona,” panggil Leia yang masuk sambil memeluk seekor kelinci di depan dadanya. Kelinci yang terlihat sangat tenang dari yang pernah dia lihat sebelumnya. Senyum gadis yang telah menghilang beberapa waktu lalu pun kembali mengembang. Dia merentangkan tangan, menyambut hewan yang menjadi penyebab sakitnya. Kelinci itu seolah mengerti dan melompat dari kungkungan Leia. Sehingga membuat pelayannya terkejut. “Nona!” serunya, ketika hewan buas berwajah imut itu segera melompat ke arahnya. Tanpa takut, Alvaerelle memeluknya, mengangkat tinggi-tinggi. Memainkan kaki kelinci itu untuk berdiri, layaknya seorang ibu tengah mengajarkan anaknya berdiri. Lalu dengan wajah polos gadis itu berkata, “Ya, ada apa Leia?” “Apa Nona tidak takut? Kelinci itu bisa menjadi monster tiba-tiba. Tapi Anda memperlakukannya seperti itu,” jelas pelayannya itu dengan nada gemetar tiap kali Alvaerelle mengajak kelinci tersebut bermain. Dia sangat menikmati saat-saat itu. “Ah, ini?” Alvaerelle mengangkat tubuh kelinci itu dan menempelkan ke wajahnya. “Jangan melihat dia dari keburukannya. Kamu akan salah paham. Lihatlah. Dia sangat imut. “Aku tidak mengerti jalan pemikiran, Nona. Namun, Bahkan seorang penyihir hebat seperti Tuan Ayred saja belum bisa beradaptasi dengan monster itu,” ucap Leia yang sepertinya masih terlihat menyerah dengan keadaan yang dilihatnya sekarang. Alvaerelle hanya mengangguk. Dia lalu bermain kembali dengan kelinci itu tanpa takut. Selama ini orang salah paham dengan kelinci ini. Sama seperti Myrin yang salah paham dengan siapa yang membunuh Soliana. Ah, menyebalkan. Dia ingin menenangkan pikiran. Namun, kamar ini malah membuatnya ingat bagaimana permukaan kenyal nan hangat itu menyatu dengan bibirnya. Mengecup leher dan membuat tanda di sana. Hih! Memikirkannya saja sudah membuat Alvaerelle merinding. Myrin sialan! Biadap! Meski mereka bertunangan, seharusnya mereka tidak melakukannya. Harusnya dia bisa membalas laki-laki itu dengan lebih buruk. Hanya saja, masalahnya cuma satu saat itu. Keadaan dan kondisi tubuhnya tidak memungkinkan. Belum lagi jika dirinya ingat-ingat, dia hampir membuka kebenaran. Itu salah. Harusnya dia tidak bertindak gegabah tanpa bukti yang jelas. Dia harus mencari mantel dengan darah Soliana di sana. Namun, itu sangat sulit. Dia tidak berada di kediaman Zinsastra, dia juga tidak dekat dengan Gaylia. Oh, saudaranya itu tidak mungkin akan bertegur sapa dengannya. “Oh ya, Nona. Aku sangat berterima kasih karena Anda memberikan hadiah luar biasa. Namun, apakah ini cara Nona melepaskanku?” ucap pelayannya tiba-tiba. Dia jadi ingin tahu apa yang terjadi. “Eh? Aku mengusirmu? Tidak. Tenang saja, aku memberikan kamu kesempatan ke akademi karena kamu memang berpotensi di sana. Aku tidak pernah ingin membuangmu,” jawab sang putri dengan senyum manisnya. “Tapi Putri, itu terlalu berharga. Pangeran Myrin berkata ... Anda dapat mengubahnya.” “Oh! Jadi ini ucapan laki-laki biadab itu? Sudahlah. Aku tidak berminat meminta hal lain. Kamu lebih penting untukku. Jika aku katakan, kamu akan lebih berguna untuk kerajaan ini jika kamu menyelesaikan studimu di Akademi,” jelas Alvaerelle. Dia tidak ragu dengan pilihannya. Dia bisa membaca masa depan cerah jika Leia pergi ke Akademi. Sekarang yang perlu dirinya lakukan adalah mengungkap kebenaran. Leia akan aman di Akademi. Tidak ada yang akan menjadi hambatannya. Meski dia butuh teman, Leia lebih berhak dalam keselamatannya. Masih ada Myrin dan Ayred yang mungkin bisa dia manfaatkan. Atau mungkin dia bisa mencari kekuatan dari luar untuk melindungi dari Gaylia. Leia mengembuskan napasnya. Sepertinya muka kelelahan itu disebabkan oleh Alvaerelle sendiri. Agak menyesal karena dia tidak menyadarinya belakangan ini. Haruskah dia menjelaskannya berulang kali? Ah, ini juga bukan sepenuhnya salahnya. Myrin memiliki andil di sini. Untuk apa tunangannya itu membuat pelayannya kebingungan?! “Hei, Leia. Aku ingin pergi ke taman dan menenangkan pikiran. Apa benar-benar tidak boleh?” “Tidak. Kamu tidak boleh,” ucap seseorang selaras. Satu dari sisi kanan yang merupakan jendela kamar yang terbuka, satunya lagi dari pintu kamarnya. Dari sana dia bisa melihat dua laki-laki tersebut masuk ke dalam kamarnya. Alvaerelle membelalak. “Loh Tuan Ayred, Pangeran Myrin?” “Apa-apaan ini? Aku tidak terima dengan kamu menyebutkan namaku setelah Ayred. Padahal kamu ada milikku,” amuk laki-laki yang membawa bunga mawar merah di tangannya. Dia tidak tahu kalau Myrin punya sisi kemanusiaan juga. “Cukup, Myrin. Kamu itu tidak boleh marah pada orang yang sedang sakit seperti itu. Alvaerelle, aku harap kamu lekas sembuh. Aku ingin memberikan mawar ini untukmu,” balas Ayred dengan senyum menawan yang pasti membuat seorang gadis tidak bisa menyia-nyiakan momen itu. Sebelum mawarnya diterima, seketika Myrin melempar mawar merah ke tangannya. “Mawar merah lebih cocok untukmu, persis dengan mata yang kamu miliki.” “Em. Kalian ... tidak perlu membawakan mawar. Namun, terima kasih. Aku akan menerima keduanya. Leia, bisakah kamu menyiapkan minuman untuk kedua laki-laki tidak sopan ini?” sindir Alvaerelle yang membuat pelayannya takut. Pasti takut kalau dirinya akan dalam bahaya. “Kamu menyebut tunanganmu tidak sopan? Ah, itu memang benar. Namun, kenapa aku juga termasuk?” omel Ayred padanya dan dibalas tatapan tajam oleh Myrin. “Maaf, aku belum mempersilakan kalian masuk, tetapi kalian sudah masuk lebih dahulu. Apakah itu yang dinamakan sopan?” Baik Myrin maupun Ayred hanya bungkam. Ucapannya benar. Alvaerelle cukup bangga untuk itu. Mereka yang mengaku keluarga bangsawan, bisa-bisanya bertindak gegabah seperti ini. Ah, tidak masalah. Dia cukup bahagia dengan ekspresi bersalah kedua laki-laki itu. Lalu, Myrin mendengkus. “Lalu kenapa? Kamu milikku dan aku tidak perlu izin darimu. Ada yang harus aku bicarakan denganmu. Tentang kematian Soliana. Aku harap kamu tidak berbohong kali ini.” “Aku tidak suka dengan pembahasanmu, Myrin. Namun, jika kamu mengucapkan omong kosong, aku tidak akan segan melemparmu dari kamar Alvaerelle ke pinggiran kolam,” balas Ayred demi dirinya. Alvaerelle sedari tadi bungkam. Padahal kedua laki-laki ini ingin bicara dengannya, tetapi rasanya dunia ini milik mereka berdua. Pertengkaran keduanya tidak terkendali. Jadi Alvaerelle pun mengembuskan napas dan mendekatkan diri ke dua laki-laki tersebut. Untungnya, jarak mereka masih bisa dijangkau oleh masing-masing tangannya. Segera saja dia mencubit pipi mereka satu sama lain. “Hentikan! Katanya kalian ingin bicara tetapi sibuk dengan pembicaraan masing-masing. Kalau begitu, aku saja yang pergi tidur.” “Ah!” Keduanya bergumam, lalu memperhatikan Alvaerelle yang akan menarik selimut dan baru menutupi sebagian tubuhnya. Myrin lebih dahulu menahan tangan Alvaerelle yang akan menarik selimut lebih tinggi lagi. “Ada yang harus aku bicarakan denganmu. Jadi tunda tidurmu.” “Tunangan macam apa yang membuat pasangannya tidak bisa beristirahat? Tidak bisakah kamu menunda percakapanmu itu?” balas Ayred yang tidak mau kalah mendapat perhatian dari Alvaerelle. “Lalu apa bedanya denganmu? Bukankah kamu juga ke mari karena ada yang ingin dibicarakan dengan tunanganku.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN