Kecewa

1039 Kata
Eko sembari meletakkan segelas kopi hangat di atas meja bulat di hadapan mereka. "Kenapa lo?" "Eh, gue?" sahut Nasim yang jelas terdengar aneh, karena hanya ada mereka berdua di kursi teras ini. Eko mengangguk pelan. "Gak, gue cuma lagi pusing aja. Gue gak ganggu pengantin baru di hari weekend gini, kan?" "Menurut lo ?" Eko mengangkat satu alisnya, matanya lalu melirik ke arah Jina yang tengah sok akrab dengan istrinya di ruang tamu. "Ya Maaf ...." ujar Nasim pelan. "Gue bingung mau di bawa ke mana tuh manusia. Dia nangis gak berhenti-henti, kan, gak mungkin gue bawa ke kosan gue." "Iya juga sih ...." Eko mengangguk setuju. Wanita berbisa seperti Jina pasti akan memanfaatkan hal itu dengan licik. Dia akan menjebak Nasim di dalam pernangkapnya selamanya. "Lagian, ngapain sih lo pake acara nolongi dia? Dia itu polisi, nangani pria kayak gitu mah dia pasti bisa. Kayaknya lo dijebak dia lagi deh." "Entahlah ...." Bahu Nasim jatuh pada sandaran kursi, raut wajahnya terlihat lebih murung dari biasanya. "Tuh liat, dia aja gak keliatan kayak kenapa-napa, fiks sih dia akting tadi," gumam Eko sembari kembali melirik Jina dan istrinya yang berada di dalam rumah. Eko sebal melihat Jina yang terus-terusan menjembak Nasim. "Terus lo mau apa sekarang?" "Gue gak tahu," sahut Nasim lesu. "Lo kenapa dah? Kayak gak ada semangat hidup gitu. Kebiasaan jadi sad boy sih lo," cibir Eko, tapi Nasim tidak mengubrisnya sedikit pun. Nasim malah tenggelam pada ingatannya tadi. Ia melihat sepasang mata menatap kecewa kearahnya. Kepalanya mendadak terasa berat, bukan pusing, hanya terasa tidak nyaman. "Apa dia kecewa ?" gumam Nasim, yang langsung didengar oleh Eko. "Siapa?" tanya Eko, yang lagi-lagi perkataannya tidak digubris Nasim. Nasim malah sibuk merogoh kantong celananya. "Nasim .... siapa yang kecewa?" tanya Eko lagi. Kali ini Nasim malah sibuk dengan layar ponselnya. Pria itu menantap nanar ponsel yang tengah menyalah itu. "Lo kenapa sih? Kok gue ngeri gue jadinya." Eko bergidik, matanya lalu tanpa sadar menoleh arah Jina yang tidak kalah berbeda dengan Nasim, gadis itu mengedip-ngedipkan matanya pada Nasim, yang sama sekali tidak peduli. "Ko, kalo foto profil Wa orang tiba-tiba hilang itu tandanya apa?" tanya Nasim tiba-tiba. Eko spontan mengelus dadanya, kaget. "Mungkin aja dia hapus foto profil. Atau mungkin lo di blok, makanya gak bisa liat foto profilnya." "Ha?! Di blok? " Nasim mengulangi perkataan Eko dengan nada tidak percaya sama sekali. "Coba lo kirim pesan, ceklis satu atau dua." "Satu." "Lo di blokir." Nasim tidak percaya ini. Ia kembali mengecek foto profil, berharap kembali bisa melihat foto kucing berbulu di sana, seperti biasanya. Namun, berkali-kali Nasim melakukan hal itu setiap detik, semua tetap sama, tidak ada. Tanpa pikir panjang lagi, Nasim segera menekan ikon telepon di sana, berharap kali ini diangkat dan dia ingin menjelaskan semuanya. Memanggil ... lagi-lagi Nasim harus menelan kecewa. "Fiks, lo di blokir," simpul Eko yang seketika bagi petir yang menghunus tepat di d**a Nasim. Nasim seketika menunduk dalam, rasanya sakit ini lebih dari yang pernah ia rasakan saat dicampakan Jina begitu saja. "Emang siapa yang blokir lo? Gebetan lo?" tanya Eko, tidak menyerah. Nasim menggeleng pelan, sebagai jawabannya. Mulutnya keluh untuk sekedar berkata tidak. "Gue udah buat dia kecewa, Ko," ujar Nasim lirih. "Dia siapa?" ulang Eko. "Kecewa gara-gara lo nolongi Jina? Lo buat kecewa cewek lo?" "Cewek ?" Jina tiba-tiba menyahut. Gadis itu berdiri di sebelah Nisam. "Ck! Bukan urusan lo!" sahut Eko ketus. "Nasim udah bantuin gue, jadi gue berhak tahu apa yang terjadi sama dia." "Yang jelas lo si penyebabnya." Eko bangkit dari kursi, sebagai seorang pria, dia sangat muak melihat Jina dan semua tingkahnya yang kembali mencoba menggoda Nasim. "Mending kita pulang dari sini, Sim. Kita bisa ke kosan kamu atau mau ke kosan aku? Di kosan aku aman kok, orangnya gak resek." Jina sengaja menekan kata resek sebagai sindiran pada Eko. Eko hampir saja termakan emosi, jika saja istrinya yang bertubuh mungil menahan pelan lengan Eko. "Ayo, sayang ...." Jina hendak meraih lengan Nasim. Nasim langsung mengelak dan bangkit dari kursi. Rencana Jina gagal. Eko diam-diam mengejek Jina yang makin terlihat kesal. "Sayang kamu kenapa? Kamu bad mood ya, di sini, yuk kita pergi dari sini." Jina kembali mencoba meraih tangan Nasim, hal itu malah membuat Nasim kesal. "Lo apa-apaan sih? Gak usah sentuh-sentuh gue, bisa, kan?" bentak Nasim spontan. Bukan hanya Jina yang kaget, Eko juga kaget mendapati sahabatnya itu terlihat sangat marah. Tidak seperti biasanya, yang jarang sekali marah. "Bro, lo gak kenapa-napa?" tanya Eko pelan. Nasim menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Maaf ya, Ko. Gue bikin keributan di rumah lo." "Is okey. Lo kayaknya capek banget deh, mending lo istirahat di kamar tamu dulu sebelum pulang," saran Eko yang langsung di iyakan Nasim. Tiba-tiba Jina menarik ponsel milik Nasim, membaca nama kontak yang langsung muncul di layar ponsel Nasim. "My ? My, siapa?" tanya Jina sama sekali tidak merasa bersalah. "Bukan urusan lo!" cibir Eko, geram. "My, siapa, Nasim ? Ini bukan cewek kamu, kan?" cercah Jina. "Bukan urusan lo. Sini balikin ponsel gue." "Gak!" Jina menangkat tinggi ponsel Nasim. "Kalo kamu gak jawab siapa My ini, aku bakal banting ponsel kamu!" Nasim menghela napas panjang, lelah, menghadapi Jina yang selalu membuat ulah. "Terserah lo aja. Gue mau istirahat." Jina tidak menduga reaksi ini yang dia dapat. Keterkejutan Jina, Eko gunakan dengan baik untuk kembali mengambil ponsel milik Nasim. "Udahlah mending lo pulang sekarang deh. Lo itu polisi jangan manja dong. Di kantor tiap hari naik mobil beda-beda, masa pulang naik angkot aja gak bisa. Gak malu sama anak SMP," usir Eko, pedas. "Gue gak akan pulang kalo bukan Nasim yang anterin gue!" ancam Jina. "Ya udah gak usah pulang. lumayan gue dapat satpam gratis," jawab Eko enteng. "Selamat bertugas di hari libur ya, bu polisi. Oh iya, sekedar informasi, di teras ini suka sering ada mbak Kunti kalo malam, jadi hati-hati ya, entar dikira kembarannya mbak kunti, terus diajak pulang. Kan kasihan, anak kantor gak punya beban lagi." "Tutup mulut lo!" teriak Jina murka. "Siapa pun cewek itu, gue gak akan biarin dia ngerebut Nasim dari gue ...Gue bakal buat dia pergi sejauh mungkin dari Nasim !" Eko tersenyum miring. "Lo aja gak tahu siapa ceweknya ... halu lo.... " "Lo belum tahu siapa gue ...!" sahut Jina sebelum berbalik dan pergi. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN