Kejadian Tak Terduga

1060 Kata
Setibanya di kelab malam, dengan napas terengah-engah, Lylia segera berjalan masuk menuju meja resepsionis yang berada di bagian depan ruangan. Wanita itu mengedar tatapan, mencari seseorang untuk dimintai pertolongan, kemudian berlari kecil menghampiri salah seorang petugas bagian depan, yang baru saja keluar dari satu ruangan. “Ada yang bisa saya bantu, Nona?” tanya pegawai itu dengan ramah dan sopan. Lylia mengangguk. “Maaf, Mas, kalau ruang VVIP dengan reservasi atas nama Red Code ada di sebelah mana, ya?” tanya Lylia. Pria berseragam hitam-hitam itu segera membuka daftar nama tamu naratama di ruang VVIP, kemudian menatap Lylia kembali. “Apa anda sudah memiliki janji sebelumnya? Karena menurut data yang saya miliki, semua tamu undangan sudah hadir di sana,” tanyanya. Lylia mengangguk dengan segera. “Ya, saya datang ke sini untuk bertemu dengan Ravendra, karena urusan mendadak. Apa beliau masih ada di dalam?” “Ya. Seluruh tamu di ruangan tersebut belum ada yang meninggalkan tempat ini. Mari, saya antar ke sana!” Walau sebenarnya begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada pelayan tersebut, Lylia pun mengurungkan niatannya dan memilih berjalan cepat mengikuti pria di depan sana. Saat sampai di ruangan tersebut, betapa terkejutnya Lylia melihat kekacauan yang terjadi. Entah itu karena keadaan Ravendra yang tidak sadarkan diri, ataupun orang-orang mabuk di sana bersama tiga wanita panggilan. Bau khas minuman beralkohol begitu menyengat, ditambah lagi meja yang sangat berantakan oleh botol-botol minuman kosong, juga makanan camilan pendampingnya. “Ya Tuhan ... Raven ... Apa-apaan ini? Ke-kenapa bisa kaya gini?” Gumaman Lylia begitu pelan, bahkan hampir tak terdengar. Yono yang baru saja menyadari kehadiran wanita lainnya dalam ruangan tersebut, segera berjalan mendekat, tersenyum begitu lebar kepada Lylia. “Apa kamu calon istri Raven?” tanyanya. Lylia sedikit terkesiap, dan lalu menatap ke arah asal suara. “Ya ... Aku Lylia. Tadi, aku mendapat panggilan dari nomor Mas Raven. Maaf, jika aku lancang mengganggu kegiatan kalian di sini,” balasnya. Yono segera menggeleng. “Ah, tidak-tidak. Aku tidak merasa terganggu sama sekali.” “Aku izin membawa Mas Raven keluar dari ruangan ini, ya.” Lylia yang nampak tidak menghiraukan teman-teman Ravendra lainnya, mulai mencoba untuk membawa pria itu pergi. Namun, dengan keterbatasan tenaga karena tubuh Ravendra jauh lebih besar dari tubuhnya, Yono pun segera membantu Lylia tanpa intruksi apa-apa, hingga keduanya sampai di area parkir mobil, dan mendudukkan Ravendra di kursi belakang. “Ini kunci mobil Raven, dan ini jaket berisi dompet miliknya. Kamu bisa menyetir, kan?” tanya Yono, sedikit khawatir melihat Lylia yang terlihat kebingungan. Lylia mengangguk. “Ya, aku bisa.” Yono mengembuskan napas lega. “Syukurlah. Aku tinggal, ya? Titip Raven. Dia baru pertama kali mabuk. Takutnya hilang kendali.” Walau ada sedikit perasaan lega mendengar penjelasan singkat Yono, Lylia hanya bisa menanggapi dengan seulas senyum tipis. “Ya, tentu saja. Aku pasti menjaganya.” Setelah memastikan Ravendra aman, Yono pun berpamitan lagi dan melenggang pergi dengan seulas senyum penuh arti mengikuti. Sementara Lylia, kembali terlihat bingung saat ia sudah duduk di balik kemudi. Tak tahu harus membawa Ravendra ke mana, dan bahkan ia baru menyadari, bahwa dirinya benar-benar tidak tahu dimana rumah pria itu. Sampai pada akhirnya, Lylia menemukan dompet Raven di balik saku jaket yang pria itu kenakan, dan melihat ada banyak uang di sana. Tanpa berpikir panjang, dia pun segera membawa Ravendra ke sebuah hotel untuk menginap, setelah ia pastikan bahwa kartu tanda pengenal milik pria itu benar-benar tidak ditemukan dimanapun. “Hidup aku makin banyak drama setelah mengenal kamu, Tuan Perfeksionis! Kamu seharusnya ganti rugi perihal itu!” *** Setelah melakukan validasi data reservasi hotel, Lylia segera meminta bantuan keamanan hotel untuk memboyong Ravendra menuju kamar yang dipesan, merebahkan pria itu di ranjang, dan menaruh barang bawaannya di atas sofa. Tak lupa, Lylia pun menuliskan pesan singkat pada selembar kertas untuk Ravendra, dan menjelaskan tentang apa yang terjadi beberapa waktu lalu. Dimulai sejak saat ia menerima panggilan dari nomor Ravendra akan tetapi temannyalah yang berbicara, hingga pria itu berada di kamar hotel tersebut. Namun, saat Lylia hendak pergi meninggalkan Ravendra, pria itu terdengar mengigau dan tiba-tiba saja membuka mata menahan Lylia agar tidak pergi. “Kiara ....” “Siapa dia? Apa perempuan itu kekasihmu?” tanya Lylia tanpa sadar. “Kiara ....” “Hish, Kiara-Kiara mulu! Ngejawab enggak!” Bukannya menanggapi, Ravendra malah terus meracau tak terkendali, menyebut-nyebutkan nama yang sama berulang kali, hingga Lylia mendengkus pelan. “Aku Lylia, bukan Kiara,” balas Lylia pelan. “Kalau pun misalnya aku benar-benar Kiara, mungkin aku bukan Kiara yang kamu maksud.” Tambahnya. “Kamu ke mana aja? Kangen banget, loh, aku sama kamu.” “Heh, Pak Tua! Jangan asal ngomong, ya! Kangen gimana maksudnya?” “Aku pengen cerita banyak sama kamu.” “Cerita apa? Tumben banget bicaranya santai kaya begini.” Lylia benar-benar tidak terbiasa dengan cara berbicara Ravendra yang begitu santai seperti ini. Karena biasanya, dia selalu berbicara dengan dingin, datar, tegas, dan kaku. “Sayang, jangan pergi. Jangan tinggalin aku sendiri.” Ravendra benar-benar merancau dengan bersikap sangat manja. Bahkan, tak sungkan memohon agar Lylia tidak pergi. Wanita itu mengerjap sejenak mendapati tingkah mendadak seperti ini, sebelum akhirnya menoyor Ravendra hingga kembali berbaring. Toh, pria itu sedang dalam keadaan tidak sadar. Bukankah ia tidak akan mengingat kejadian ini. Begitu pikir Lylia. “Mau kamu mohon-mohon sampai lompat dari ketinggian sekalipun, aku bakalan tetep pergi ninggalin kamu di kamar hotel ini. Kita cuma berdua. Bukankah kamu juga tahu, jika yang ketiga adalah setan?” Tanpa terduga ... Belum sampai Lylia menambahkan kalimatnya, Ravendra tiba-tiba menarik pergelangan tangan Lylia hingga tubuh kecilnya terhempas ke atas ranjang, menindih tubuh wanita itu dan menciuminya secara brutal. Menjilat, menggigit dengan s*****l, bahkan memaksa lidahnya untuk masuk ke dalam rongga mulut calon istrinya itu. Lylia yang merasa ketakutan mendapat serangan itu segera menjauhkan tubuh Ravendra dengan sekuat tenaga, mendorong pria itu sampai jatuh ke samping ranjang menggunakan bantuan kedua kakinya. Lylia hampir kembali melayangkan satu pukulan pada wajah Ravendra, tetapi pria itu sudah kembali terlelap dengan mengigaukan nama perempuan yang sama, dengan nama yang tadi sempat ia sebutkan. “Dasar Komodo busuk! Sialan! Sempet-sempetnya kamu cium aku saat mulut bau asap naga kek begini!” umpat Lylia pelan. Namun, tiba-tiba saja Ravendra malah kembali membuka mata, lalu berhambur memeluk Lylia. Dan di detik berikutnya, pria itu kembali terlelap, sembari bergumam pelan. “Maafin aku, Kiara. Maafin aku.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN