8. Relationshit

1235 Kata
Liora bersiap siap untuk berangkat syuting. Ia sedang ada projek dengan perusahaan terkemuka di Indonesia. Adtech, anak perusahaan dari Adhyasta Group. Wanita itu di dapuk menjadi brand ambassador untuk produk terbaru dari Adtech yaitu Touch It. Hasil dari kesepakatan antara dirinya dan juga CEO dari Adhyasta Group, Kalvian Sakya Adhyasta [Not a Calssic Wedding]. Liora akan melakukan sesi pemotretan bersama dengan Varengga. Selama weekend kemarin, ia sama sekali tidak berhubungan dengan Varengga karena pria itu tengah memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami. Cih, suami. Liora hampir lupa kalau ia menjalin hubungan dengan suami orang. “Ra! Ayo berangkat!” teriak manajer Liora membuyarkan lamunan wanita itu akan kekasih gelapnya. “Hehm.” Liora mengangguk lalu pergi menyusul manajernya keluar dari apartemennya. Mereka turun ke lantai baseman. Namun saat mereka sampai di baseman, mereka menumkan Varengga tengah berdiri di depan mobil pria itu. Liora menatap Varengga dengan alis tertaut. Ia heran kenapa pria itu ada di apartemennya. “Ada apa ini? Kunjungan tiba tiba,” komentar Liora menghampiri pria itu. “Aku ingin memberi tumpangan kekasihku,” ujar Varengga tersenyum menyeringai. “Cih, kau melakukan sedikit kebaikan untuk menebus rasa bersalahmu,” oceh Liora mendecih pelan. “Anggap saja seperti itu. Ayo!” Rengga mengajak Liora untuk masuk ke dalam mobil. “Aku akan pergi dengan Rengga,” ucap Liora kepada manajernya. “Apa tidak apa apa kau pergi dengannya?” tanya Jea. “Tidak apa apa. Tujuan kita sama, lagi pula aku sudah lama mengenalnya. Wartawan akan berfikir kalau kita hanya berangkat bersama ke lokasi pemotretan,” ujar Liora tersenyum kecil. “Sampai bertemu di lokasi pemotretan,” imbuhnya kemudian sebelum masuk ke dalam mobil. Mobil milik Rengga melaju meninggalkan baseman apartemen Liora. Pria itu mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Membelah jalanan kota Jakarta dengan roda empatnya. “Jadi apa yang kau lakukan dengan istrimu?” tanya Liora tak acuh. Ia sedang merapikan make upnya. “Bercinta, apalagi?” celoteh Varengga tersenyum menyeringai. “Ck, aku memang tidak pernah bisa mengontrol nafsumu.” Liora ikut bercanda, padahal sebenarnya ia tahu kalau Varengga serius saat mengatakan hal tersebut. “Hahahhaha.” Varengga tertawa kecil. “Kau bisa mencobanya malam ini,” ujar Rengga tersenyum menyeringai. “Oh, No, thanks.” Liora menggeleng pelan. “Aku berani bertaruh. Kau tidak akan bisa menolak pesonaku,” celoteh Varengga menoleh ke arah Liora. “Apalagi dengan ‘adikku’,” imbuhnya kemudian tersenyum geli. Liora menyipitkan matanya. “In your dream,” cibirnya kemudian. Varengga kembali tertawa. Mobil yang mereka tumpangi tiba di salah satu gedung milik Adhyasta Groub. Liora dan juga Varengga memang melakukan sesi pemotretan sekaligus video Cf untuk Touch It, produk terbaru milik Adhyasta Groub. Berpose di depan kamera tentu sudah tidak asing lagi bagi keduanya. Mereka berpose dengan mesra karena tema dari pemotretan kali ini adalah seksi namun elegan. Menggambarkan Touch It. Varenga berdiri di belakang Liora, menedekap wanita itu dengan satu tangan. Pria itu menggerakkan tangannya ke atas lalu menyentuh bibir bawah Liora yang hari ini menggunakan lipstik berwarna merah. “Aku ingin mencium bibirmu,” bisik Varengga di telinga Liora. Liora tersenyum menyeringai. “Lakukan saja kalau kau ingin membuat dunia entertaiment Indonesia heboh dengan perselingkuhan kita,” balas Liora sama lirihnya. Varengga tersenyum tipis. “Bukankah kita sedang syuting?” bisiknya kemudian. Liora menoleh ke samping. “Aku menantangmu untuk melakukannya,” ucap Liora dengan nada serius. Varengga terdiam sebentar. “Kau tahu aku tidak seberani itu,” ucapnya pelan. “Hehm, aku tahu.” Liora berkata pelan lalu kembali menoleh ke depan. ***** Naya dan Harald tengah makan siang bersama. Mereka memilih makan di kafe tempat dimana dulu mereka menghabiskan waktu bersama saat kuliah. “Bagaimana hubunganmu dengan Rengga?” tanya Harald pelan. Ia menatap Naya dengan serius. “Ehm, baik baik saja,” sahut Naya tersenyum tipis. Ia tidak menyangka kalau Harald akan membicarakan hubungan rumah tangganya dengan Rengga. “Apa dia baik padamu?” tanya Harald lagi. Naya mendongak menatap Harald, ia mengernyitkan keningnya heran. “Eh, ya. Tentu saja dia baik padaku,” ujarnya kemudian walaupun masih bingung. “Oh, oke. Dia membosankan.” Harald memutar matanya bosan. “Yak! Seharusnya aku yang memutar mataku karena jengah mendengar pertanyaanmu yang aneh itu. Kenapa kau tiba tiba membahas tentang rumah tanggaku?” celoteh Naya tak habis fikir. “Aku hanya penasaran,” sahut Harald tak acuh. “Cih.” Naya mendengkus sinis. Ia menatap Harald yang sepertinya belum puas dengan jawabannya barusan. “Aku baik baik saja, Rald. Hubunganku dengan Rengga juga baik baik saja. Dan yang aku katakan tadi dia ‘baik’, bukan membosankan,” celotehnya kemudian. “Aku fikir ‘baik’ itu kata lain dari membosankan,” oceh Harald tak acuh. Pria itu memainkan sedotan di minumannya. Jawaban Harald membuat Naya kembali memutar matanya bosan. Ia menatap Harald dengan serius. “Sebenarnya apa masalahmu dengan Varengga? Kau sepertinya tidak menyukai suamiku,” tanya Naya pada akhirnya. “Dari dulu,” imbuhnya kemudian. “Aku memang tidak menyukainya,” jawab Harald dengan jujur. “Dari dulu.” Ia serius saat mengatakannya. Naya menghelas nafas pelan, ia tak mengerti dengan sikap Harald yang membenci Varengga. “Baiklah. Kau membencinya. Jelaskan padaku, kenapa?” tanyanya kemudian. “Dia pria yang...” Pengecut, imbuh Harald dalam hati. “.....merebutmu dariku. Kita sudah berteman selama kuliah, tapi berhubung dia suamimu aku jadi tidak bisa mendekatimu. Hubungan kita ini layaknya friendzone,” celoteh Harald kemudian. “Yak!” bentak Naya karena Harald malah bercanda. “Hahahahaha.” Harald tertawa dengan kencang. “Seharusnya kau bertemu denganku lebih dahulu, bukannya dengannya,” imbuhnya kemudian tersenyum geli. “Ck, sekalipun aku bertemu denganmu lebih dulu, aku tetap tidak akan jatuh cinta padamu,” oceh Inaya bercanda. Wanita itu tertawa setelahnya. Harald menatap wajah Inaya dalam dalam. “Aku senang melihatmu tertawa seperti ini,” gumamnya tiba tiba. “Hah?” Inaya terlihat bingung. “Tidak.” Harald menggeleng. “Ehm, bagaimana kalau kita lebih sering bertemu? Luangkan waktumu untukku, jangan untuk suamimu saja,” celoteh Harald kemudian. “Baiklah, aku akan meluangkan waktuku untuk sahabatku,” ucap Inaya tersenyum manis. Harald tersenyum tipis. Inaya melirik jam di pergelangan tangannya. Wanita itu menatap jarum jam yang menunjukan pukul 3 sore. Tak terasa mereka sudah duduk mengobrol selama kurang lebih 2 jam. “Aku akan menelfon Rengga untuk menjemputku. Dia hari ini melakukan pemotretan dengan Liora. Sepertinya pemotretannya sudah selesai,” ucap Inaya kemudian. Harald hanya tersenyum. Pria itu menegak kopi miliknya, sambil sesekali melirik Inaya yang tengah menelfon Rengga. “Apa pemotretanmu sudah selesai?” tanya Inaya. “...........................................................................” “Ah, tidak tidak. Aku saat ini bertemu dengan temanku, aku fikir bisa pulang bersamamu,” ujarnya kemudian. “...........................................................................” “Tidak apa apa. Kau nanti akan menginap?” tanya Inaya kemudian. “...........................................................................” “Hehm, baiklah. Sampai jumpa besok.” Inaya mematikan sambungan telfon. “Kenapa? Dia ada urusan?” tanya Harald tak acuh. “Hehm, dia harus meeting dengan beberapa pohak produksi. Kau tahu kalau dia ada projek sinetron bersama dengan Liora,” jawab Inaya meletakkan kembali ponselnya ke atas meja. “Biar aku saja yang mengantarmu pulang,” ucap Harald pada akhirnya. “Kau tidak kembali ke kantor? Rumahku dan juga kantormu berlawanan arah. Kau pasti akan terlabat kembali ke kantor kalau harus mengantarku pulang. Aku bisa pulang naik taksi.” Inaya merasa tak enak jika merepotkan Harald. “Ck, aku ini sahabatmu. Tentu saja aku akan memilih mengantarmu pulang dari pada membiarkanmu pulang sendirian. Lagipula aku memang ada projek di luar kantor,” oceh Harald. “Mau pulang sekarang?” tanyanya kemudian. Inaya tersenyum. “Ya sudah, ayo!” Wanita itu beranjak dari kursinya. Harald pun mengikuti setelah membayar makanan dan minuman yang mereka pesan. ***** Di satu sisi, sesi pemotretan Varengga dan juga Liora baru saja selesai. Rengga tengah duduk di depan meja rias dengan ponsel yang menempel di telinganya. Pria itu sedang telfonan dengan Inaya, istrinya. Sementara Liora melirik pria itu dari pantulan kaca rias di hadapannya. Mereka memang satu ruang make up. Inaya mematikan sambungan telfon. “Kenapa, Nay?” tanya Rengga setelah ia mengangkat telfon dari Inaya. “...........................................................................” “Pemotretanku sudah selesai, tapi setelah ini aku masih ada urusan. Kenapa?” tanyanya kemudian. “...........................................................................” “Maaf, sepertinya aku tidak bisa mengantarmu pulang.” “...........................................................................” “Sepertinya begitu. Aku akan membahas projek terbaruku dengan kru dan pihak produksi.” “...........................................................................” “Hehm, sampai jumpa besok.” Rengga mematikan sambungan telfon. Pria itu menaruh ponselnya di dalam saku jasnya. Di dalam ruangan itu hanya ada Varengga dan juga Liora. Semua kru sedang membereskan sisa pemotretan. “Kau sudah melakukan tugasmu,” ujar Liora tersenyum mengejek. Rengga melirik ke arah wanita yang dudu di sampingnya. “Aku baru saja melakukan tugas yang berat, seharusnya kau memberiku hadiah,” ocehnya kemudian. Liora membalikkan badan ke arah Rengga sepenuhnya. “Kita lihat saja nanti malam,” bisiknya kemudian.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN