7. #dirumahsaja

1300 Kata
Naya mengerjapkan kedua matanya pelan, berusaha menyesuaikan cahaya matahari yang melewati celah jendela dan mengenai matanya. Ia menutup kedua matanya sesaat lalu terbuka kembali sepenuhnya. Perempuan itu terbangun, lalu menoleh ke samping. Suaminya tidak ada. Naya melihat ke sekeliling dan menemukan Varengga sibuk menelfon di balkon kamar mereka. Naya tersenyum kecil saat melihat Rengga berdiri di balkon, ia terpesona bahkan saat pria itu hanya mengenakan kaos polos serta celana kain. Naya memutuskan untuk turun dan bergerak menghampiri Varengga. Setelah berdiri tepat di belakang pria itu, ia merentangkan tangannya dan memeluk tubuh kekar Varengga dari belakang. Tubuh pria itu menegang sebelum kemudian menoleh ke arah Naya. "Kenapa kau kaget begitu?" tanya Naya heran. "Tidak apa-apa." Varengga menaruh ponselnya ke dalam saku celana dengan cepat. Pria itu berbalik badan dan melempar senyum ke arah Naya. Ia lalu mengecup bibir perempuan itu singkat. "Morning kiss," gumamnya pelan. Naya tersenyum malu. "Aku akan membuatkan mu sarapan. Aku sudah menanyakan jadwalku pada manajermu dan dia bilang hari ini kau libur. Kita akan menghabiskan waktu bersama seharian 'kan?" tanya Naya berharap. "Tentu saja." Rengga tersenyum lebar. "Kita akan kencan seharian," imbuhnya mengelus pipi Naya. "Bagulah." Naya ikut tersenyum, menikmati sentuhan Rengga di pipinya. "Kau duluan ke bawah, aku akan mandi dulu," ujar Rengga kemudian. "Baiklah." Naya bergegas keluar kamar. Setelah kepergian Naya, Rengga kembali mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Ia mengetik sebuah pesan untuk orang yang tadi ia telfon. Setelahnya ia bergegas ke kamar mandi untuk mandi. Rengga | Hari ini aku akan seharian bersama Naya. Kita batalkan rencana kita untuk hari ini. ***** Rengga | Hari ini aku akan seharian bersama Naya. Kita batalkan rencana kita untuk hari ini. "Sial!" maki Liora dalam hati. Perempuan itu nyaris membanting ponselnya jika tidak sadar ia tengah di lokasi syuting. Setelah menghabiskan malamnya di supermarket, paginya ia kembali ke lokasi syuting. Ia tidak tidur sekalipun dan lanjut syuting. Tentu saja setelah mendapat omelan dari Jea karena semalam minum bir. Beruntung sang sutradara tak terlalu ambil pusing dan mereka bisa lanjut syuting setelah istirahat 2 jam. "Liora, syuting akan di mulai." Jea datang untuk mengabarkan. "Hehm." Liora hanya berdehem kemudian bergegas pergi. "Kau terlihat kesal. Aku tahu ini semua kerena Rengga, aku harap kau bisa menutupinya dari semua orang," nasehat Jea saat melihat wajah kusut Liora. "Selama ini aku selalu melakukannya, Je. Menutupi dari semua orang. Aku akan bersikap profesional, aku janji," balas Liora sebelum berlalu pergi. Adegan yang akan Liora peragakan cukup mudah, hanya adegan memasak bersama pasangan. Ia bahkan sering melakukannya dengan Varengga apabila pria itu berkunjung ke apartemennya. Tapi Liora terus melakukan kesalahan untuk adegan mudah tersebut, ia tidak fokus dan terus mengulang dialog yang salah. Semua orang menatap Liora tak percaya. Dia tidak bisa memenuhi janjinya kepada Jea sebelum take. Ah, sial! "CUT! KITA BREAK 30 MENIT!" teriak Beno, sutradara projek sinetron yang diikuti oleh Liora. Liora menggigit bibirnya lantaran kesal pada dirinya sendiri. Ini kali kedua ia tidak bisa bersikap profesional dan membawa perasaannya ke dalam pekerjaan. Oh, jangan lupakan saat ia jatuh cinta dengan lawan mainnya. Sesuatu yang menurutnya dulu, tidak profesional. "Ada apa denganmu? Kenapa kau tidak fokus?" tanya Beno menghampiri Liora, pria paruh baya itu sedikit kecewa dengan Liora yang biasanya tak pernah melakukan salah. Bahkan saat adegan mudah, perempuan itu akan melakukan scene dalam satu kali take saja. Liora mengumpat dalam hati karena ini kali pertama ia bekerja dengan sangat tidak profesional. Dia tidak bisa fokus bekerja dan hanya memikirkan tentang perasaan bullsyitnya. Sungguh bodoh. "Ma'af. Aku hanya sedikit lelah," ucap Liora pada akhirnya. "Kau perlu cuti? Aku bisa memberimu cuti. Selama projek ini, kau belum pernah absen satu kali pun. Mungkin kau butuh istirahat atau refreshing selama 1 atau dua hari." Beno berujar pelan. Lebih baik menghentikan syuting bagian Liora daripada membuat syutingnya berantakan. "Sepertinya begitu," sahut Liora pada akhirnya. "Baiklah, aku akan bicara dengan manajermu," ucap Beno menepuk pelan bahu Liora. "Hehm." Liora mengangguk mengiyakan. "Kita selesaikan adegan ini. Baru setelah itu kau bisa syuting." "Hehm." Liora hanya mengangguk dan mencoba untuk fokus. "Kau tidak seperti biasanya," komentar Dewa. "Kau baik baik saja?" tanyanya kemudian. "I'am oke," balas Liora singkat. "Baiklah." Dewa hanya mengangguk mengerti, tidak ingin bertanya lebih lanjut dan semakin merusak mood perempuan itu. Proses syuting kembali berlanjut untuk hari ini. ***** Rengga yang sudah rapi dengan rambut sedikit basah menghampiri Naya yang sibuk memasak di dapur. Pria itu duduk di depan pantry mengamati istrinya yang tengak sibuk memasak. "Apa yang kau masak?" tanya Rengga berdiri di samping istrinya. "Makanan kesukaanmu. Gulai ayam," sahut Nah tersenyum kecil. "Wah, aku tidak sabar untuk memakannya," gumam Rengga tersenyum cerah. Naya melirik suaminya sebentar sebelum kemudian kembali fokus memasak. Salah satu kebahagiaan seorang istri adalah saat melihat antusias sang suami untuk melahap masakannya. "Aku jadi teringat saat kau pertama kali memasak untukku. Kau bahkan sampai harus menelfon ibuku untuk menanyakan resep makanan kesukaanku," celoteh Rengga tiba-tiba mengingat masa lalu. "Hehm, saat itu aku sangat gugup. Aku takut masakanku tidak sesuai dengan seleramu," celoteh Naya mencari pembelaan. "Nay, semua yang kau masak aku pasti suka." Rengga tersenyum menggoda. Meskipun kenyataannya, masakan Naya memang selalu enak. "Cih." Naya berdecih pelan. "Oh, iya. Ulang tahun pernikahan papa dan mama seminggu lagi. Bagaimana kalau kita jalan-jalan dan membelikan mereka hadiah?" ujar Naya teringat dengan ulang tahun pernikahan mertuanya. "Hehm, ide bagus." Rengga menyetujui usul Naya. "Jadi kita beli apa untuk mereka? Kursi pijat? Mobil? Tas? Sepatu?" Rengga menyebutkan barang barang yang terlintas di kepalanya. "Kita sudah pernah membelikan barang barang itu semua," oceh Naya menolak usul Rengga mentah mentah. Membuat pria itu tersenyum kecut. "Lagipula, Papamu jauh lebih kaya darimu, Beliau bisa membeli barang barang itu dengan uangnya sendiri," imbuhnya kemudian. "Kalau liburan, bagaimana?" Rengga memberi usul lagi. "Hehm, mereka tidak suka melakukan perjalanan." Lagi-lagi Naya menolak usul Rengga. "Kau lupa dengan hadiah tahun baru dari kita tahun lalu. Mama hanya mengomel karena merasa lelah akibat jalan jalan ke Eropa. Papa juga lebih banyak diam di hotel. Hanya buang buang uang saja kalau kita memberi hadiah mereka jalan jalan lagi," terang Naya panjang lebar. "Ah, benar juga." Rengga mengangguk setuju. Pria itu kembali terdiam untuk berfikir jawaban selanjutnya. "Ehm, bagaimana kalau makan malam romantis? Mereka bisa berdansa, layaknya anak muda. Papa dan Mama dulu saat pacaran suka sekali berdansa." Rengga masih tak menyerah menyalurkan idenya. "Mereka selalu melakukannya di rumah, Sayang. Tidak ada gunanya mempersiapkan lagi." Naya menyelesaikan masakannya dan menaruh gulai ayam ke dalam mangkuk. "Ah, aku tahu." Rengga tersenyum lebar pada Naya yang berdiri di hadapannya. "Apa?" tanya Naya penasaran. Wajahnya yang penasaran maju ke depan, ke arah Rengga. "Kita buatkan mereka cucu," jawab Rengga. "Ayo kita buat sekarang," imbuhnya kemudian. "Ck, dasar! Itu sih kemauanmu sendiri," cibir Naya dengan pipi merona merah karena malu. Ia menatap suaminya dengan pandangan sinis dan pura pura marah. "Memang. Jadi beri aku hadiah juga." Rengga bergerak untuk memutari meja dan meraih pinggang Naya. "Rengga, ini masih pagi," sahut Naya berusaha menghindar. Ia mencoba melepaskan rangkulan Rengga di pinggangnya. Tak biasanya suaminya itu bersikap seperti ini, maksudnya selama beberapa bulan ke belakang ini. "Justru karena ini masih pagi, Nay. Tenagaku masih penuh," canda Rengga. Lagi lagi, rayuan yang membuat pipi Naya bersemu merah. "Ish." Naya memukul pundak Rengga pelan. Pipinya sudah semerah kepiting rebus lantaran malu. "Hahahaha." Rengga hanya tertawa melihat ekspresi wajah istrinya yang lucu. "Gemas sekali istriku," celoteh pria itu mencibut pipi istrinya karena gemas. Baiklah, jadwal pertama untuk hari ini adalah membuat cucu untuk keluarga besar. Rengga merasa bersalah karena ia menduakan Naya, tapi tetap berusaha menjadi suami yang sempurna di mata perempuan itu. Ia tidak bisa tegas akan perasaannya sendiri. Menyakiti dua hati milik perempuan yang ia cintai. Menajdi sempurna dan baik di hadapan sang istri dan bersikap jahat dan nakal di hadapan selingkuhannya. Dia bahkan tidak yaki, mana bagian dari dirnya yang sebenarnya. Baik atau jahat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN