Chapter 15

1413 Kata
Sore ini Cella pulang lebih awal dan diantar oleh Cathy. Awalnya Cella tidak mau merepotkan istri kakaknya tersebut, tapi karena Cathy terus memaksa dan Gerald kembali bermanja dengannya, sehingga membuatnya tidak bisa menolak. Cella merasa sangat lelah saat tiba di apartemen. Setelah melakukan rutinitasnya setiap pulang dari kafe, dia segera membaringkan tubuhnya di ranjang yang empuk. Ketika matanya mulai memberat, samar-samar dia mendengar derap langkah kaki di luar kamarnya disertai dengan suara wanita dan laki-laki yang seperti sedang berdebat. Dia tidak bangun, tapi hanya menajamkan pendengarannya dari dalam kamar. “Sayang, maafkan aku. Aku tidak bermaksud mengabaikan perintahmu.” Suara wanita dengan nada sedikit manja mulai didengar Cella. “Ternyata Audrey,” batin Cella berkata. “Drey, aku tidak suka kamu mengunjungi apartemen ini tanpa sepengetahuanku.” Suara sang laki-laki yang sedang menahan kekesalan pun mulai didengar Cella. “Mereka bertengkar?” batin Cella berkata lagi. “Bukankah kamu sendiri yang pernah mengatakan jika kapan pun aku boleh datang ke apartemen ini,” bela Audrey sedikit meninggikan suaranya. “Iya, tapi waktu itu aku tidak tahu jika Cindy ternyata juga tinggal di sini. Di lantai yang sama denganku.” Suara Albert mulai melembut. Dia menyadari telah menjilat kata-katanya sendiri. “Aku tidak mau kamu dipandang negatif oleh sahabatmu sendiri, jika dia melihatmu mengunjungi apartemenku,” imbuhnya memberi alasan. Audrey sedikit terkejut mendengar informasi bahwa sahabatnya sudah kembali ke negara ini dari Albert. Lebih mengejutkan lagi, sang sahabat ternyata tinggal di gedung apartemen yang sama dengan kekasihnya. Bahkan, lantainya juga. “Be-benarkah itu?” tanyanya sedikit gugup. “Iya, Sayang. Oleh karena itu, aku melarangmu datang ke sini tanpa izinku,” Albert menjawab dengan lembut sambil menuntun Audrey duduk di sofa. Audrey gugup bukan karena takut kalau sahabatnya akan berpikiran negatif tentang dirinya, tapi dia ketakutan jika Cindy menjalin pertemanan dengan Cella. Apalagi dengan karakter Cella yang sangat ramah dan mudah bergaul. Hal itu pasti akan merugikannya, karena hanya kepada Cindy-lah dia merasa aman menceritakan tentang hidupnya. Meskipun Cindy selalu mengingatkan dan menasihatinya, tapi sahabatnya itu tidak pernah menghakiminya. Namun, dia tidak tahu dengan sifat Cindy yang sekarang. “Kamu kenapa, Sayang?” Albert menyadari perubahan sikap Audrey. “A-aku tidak apa-apa, Sayang,” balas Audrey sambil memaksakan diri untuk tersenyum. “Sayang, jam berapa biasanya istrimu pulang?” Audrey mengalihkan topik pembicaraan. Albert melihat arloji mewah yang melingkar pergelangan tangan kirinya. “Hm, biasanya setengah jam lagi. Kenapa, Sayang?” “Tidak, sebaiknya kita keluar sekarang. Aku malas jika harus bertatap muka dengannya.” Audrey bangkit dari duduknya lalu menggandeng lengan kekar Albert keluar. Cella yang mendengar semua pembicaraan Albert dan Audrey dari dalam kamar merasakan dadanya sesak. Suara lembut milik Albert saat berbicara dengan Audrey sangat berbeda ketika berinteraksi bersamanya sehingga membuatnya tersenyum miris. Rasa lelah dan kantuk yang menderanya seketika menghilang. Dia beranjak dari tempatnya dan memutuskan untuk menyiapkan menu makan malam. Tidak hanya itu, dia juga akan membuat camilan untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu perutnya kembali lapar di tengah malam daripada harus bermalas-malasan di ranjang yang sangat menggoda tersebut. *** Tepat saat Cella selesai mandi, Albert pulang dan langsung memasuki kamar. Cella kaget ketika melihat keberadaan Albert di dalam kamar mereka, padahal dia hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian d**a hingga pahanya saat keluar dari kamar mandi. Albert segera mengalihkan pandangannya dari tubuh mulus istrinya dan kembali keluar kamar, sedangkan Cella bergegas mengambil baju gantinya kemudian memakainya di kamar mandi. “Huh, bodohnya aku. Kenapa tadi aku lupa mengunci pintu kamar?” gerutu Cella sambil mengganti pakaiannya. Di luar kamar, Albert sedang meneguk air dingin di dapur sambil menggerutu karena kecerobohan istrinya yang tidak mengunci pintu kamar saat mandi. Laki-laki mana tidak terpesona jika di hadapannya tersuguh pemandangan yang memanjakan mata. Albert mengakui bahwa tubuh Cella semakin sexy seiring usia kehamilannya bertambah, tapi dia tidak akan mengatakannya secara jujur. Jika dibandingkan Audrey, bentuk tubuh Cella lebih bagus dan terawat, meskipun warna kulitnya cenderung pucat. “Huh!” Albert mengembuskan napas–menghalau pikiran nakalnya terhadap tubuh sang istri. “Kamu tidak mandi, Al?” Sayup suara Cella membawa pikiran Albert kembali ke alam nyata. Cella berdiri di belakang Albert. Dia menggunakan dress hamil berwarna biru muda, rambutnya diikat biasa sehingga membuatnya terlihat lebih elegant. Albert kembali terpana melihat wanita di hadapannya yang memiliki kecantikan alami saat membalikkan badan, tapi dengan cepat dia mengontrol keterpukauannya tersebut. “Hm,” balas Albert sambil melewati Cella begitu saja. “Mau makan bersama atau ….” “Aku sudah memesan makanan, tolong nanti kamu terima jika pesananku datang,” sela Albert sembari melanjutkan langkahnya. Cella hanya menganggukkan kepala meski tidak dilihat oleh Albert. Tidak sampai setengah jam menunggu, bel apartemen berbunyi. Cella menerima makanan pesanan suaminya setelah menandatangani kertas yang diberikan kurir. Dia segera menaruhnya di atas meja makan setelah menutup pintu. Dia tidak berani membukanya, karena takut Albert memarahinya, apalagi tadi dirinya hanya disuruh menerima saja. *** Usai menikmati makan malam dengan menu masing-masing, Albert kembali ke ruang kerjanya yang berada di sebelah kamar tidur mereka. Sedangkan Cella menghabiskan waktu santainya di depan televisi sambil menikmati camilan yang tadi dibuatnya. Tanpa terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan camilannya pun telah berpindah semua ke dalam perut, akan tetapi Cella belum beranjak dari acara yang disuguhkan channel televisi di depannya. Dia tidak menyadari jika dirinya sedang diperhatikan oleh Albert yang berdiri di belakangnya. “Ehem.” Dehaman Albert mengalihkan tatapan Cella dari layar televisi. “Kamu mau menonton, Al?” Cella mengartikan dehaman suaminya. Albert menggeleng dan langsung menunjuk jam dinding yang ada di ruangan tersebut, sehingga Cella meringis setelah mengikuti arah telunjuk suaminya. Albert memang tidak memperbolehkannya tidur terlalu malam, dengan alasan tidak baik untuk kehamilannya. “Maaf.” Cella menekan tombol off pada remote yang dipegangnya, kemudian berdiri. “Susunya jangan lupa diminum,” Albert mengingatkan dan Cella pun langsung menuju meja makan. Di atas meja ternyata sudah tersedia segelas s**u hangat untuknya. “Terima kasih susunya, Al,” ucap Cella tulus setelah meneguk habis s**u buatan suaminya. “Tidurlah,” ucap Albert saat memegang handle pintu ruang kerjanya, tanpa menanggapi ucapan terima kasih sang istri. *** Setengah sebelas malam Albert baru selesai mengerjakan sisa pekerjaan kantor yang dibawanya ke apartemen. Setelah merenggangkan otot-otot punggungnya yang terasa kaku, dia bangun dari kursi kebesarannya dan menuju kamar tidurnya. Meski keadaan kamarnya temaram, Albert masih bisa melihat Cella tertidur nyenyak dengan posisi meringkuk seperti bayi. Seulas senyum tipis tercetak pada bibirnya saat melihat pemandangan di atas ranjang tersebut. Albert menghampiri ranjang setelah terlebih dulu membersihkan diri. Diusapnya dengan lembut perut Cella, seolah-olah dia sedang menyapa anak-anaknya. “Good night, Babies,” ucapnya kemudian mencium ringan perut Cella. Istrinya ternyata tidak terpengaruh oleh tindakannya yang terbilang tidak biasa tersebut. *** Rasa lapar kembali mendera Cella. Dia menolehkan kepalanya ke samping dan mendapati suaminya tidur memunggunginya. Dia tahu jika saat ini masih tengah malam, tapi perutnya benar-benar lapar. Dia terus mengusap-usap perutnya dan perlahan menuruni ranjang. Dengan langkah sepelan mungkin dia berjalan menuju pintu dan membukanya sangat berhati-hati, supaya tidak mengganggu tidur suaminya. Sesampainya di dapur, Cella langsung menghangatkan masakan buatannya yang tadi masih tersisa saat makan malam. “Sabar ya, Nak, Mommy sedang menghangatkan makanan,” ucapnya pada sang anak sambil mengusap perutnya. Saat hendak membawa makanan yang telah dihangatkan ke meja makan, Cella terkejut melihat Albert sudah berada di dapur. Hampir saja makanan yang dibawanya terjatuh karena terkejut, untungnya dengan sigap sang suami menahannya. “Hati-hati, Cell,” Albert mengingatkan. Dia membawakan piring Cella ke atas meja makan. “Maaf, Al, tadi aku terkejut melihatmu,” ucap Cella jujur dengan nada gugup. Kini Cella telah duduk, tanpa dia duga Albert mengikuti gerakannya. “Apakah tadi aku membangunkanmu?” tanyanya takut-takut. Albert hanya mengangkat bahu. “Cepat nikmati makananmu, daripada mereka kelaparan.” Dia menunjuk perut Cella dan makanan secara bergantian. “Kembalilah tidur, lagi pula ini masih jam ….” Cella mencoba menyipitkan mata agar dapat melihat jam yang ada di ruang tengah. “Jam setengah dua dini hari,” sahut Albert mengerti dengan yang dicari Cella. “Cepatlah makan. Habis itu kembali tidur.” Albert bangun dan menuju ruang tengah. Albert menunggu Cella yang sedang menikmati makanan di ruang tengah. Dia sengaja ingin menunggunya untuk memastikan bahwa istrinya tersebut tidak bergadang. Cella menatap punggung suaminya yang sudah menjauh menuju ruang tengah. “Seandainya saat ini kondisi rumah tanggaku normal, pasti aku sangat bahagia diperhatikan olehnya. Namun tidak apa, setidaknya calon bayi kembarku mendapat perhatian dari ayahnya. Ini saja sudah cukup dan membuatku senang,” Cella membatin sambil menyantap makanannya.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN