Gadis kecil pintar & pemberani

1603 Kata
Giska menghindari Reiner. Giska seakan memiliki radar untuk pergi secepat mungkin saat berada di sekitarnya. Reiner berkali-kali hampir berpapasan dengan Giska namun wanita itu akan mengambil langkah seribu saat berada di sekitarnya. Reiner juga merasa Giska begitu dingin padanya namun bisa bersikap hangat saat bersama dengan orang lain. Entah kenapa ia kesal dengan sikap Giska yang satu ini. Kini Reiner sedang berada di unit apartemennya. Untuk pertama kalinya Reiner benar-benar marah pada Reno untuk sebuah pekerjaan sederhana yang dulu tidak pernah Reno gagal kerjakan. Menurut Reiner, Reno kali ini gagal karena Reno tidak mendapatkan foto anak Giska. Selembar foto pun tidak bisa Reno tunjukkan padanya. Reno mengaku sudah mengikuti keseharian Giska namun Reno pun tetap tidak bisa mendapatkan foto anak perempuan Giska. "Mbak Giska tidak pernah pergi bersama dengan anak atau suaminya, Pak. Saya juga sudah menunggu di lobby tapi Mbak Giska tidak pernah keluar masuk dengan salah satu dari mereka saat pergi dari apartemen atau kembali ke apartemen." Reiner mengumpat lantang. Emosinya sudah membumbung tinggi. "Percepat proses pembelian gedung ini. Saya bisa bebas melakukan apapun di gedung ini jika saya memiliki gedung ini." Reiner memang memiliki segalanya. Uang direkening utamanya memang dalam nilai dollar Amerika jadi jika dirupiahkan memang jumlahnya tidak main-main. Reiner tidak pernah pusing soal uang karena Reins sekarang sudah sangat berkembang. Pundi-pundi yang Reins hasilkan tidak main-main. Selain memiliki penghasilan dari Reins, Reiner juga memiliki penghasilan dari saham-saham yang ia miliki, Algantara Group juga menjadi salah satu kantong penghasilan Reiner. Maka dari itu Reiner tidak pernah pusing untuk urusan penghasilan karena ia memiliki banyak kantong yang menjadi sumber penghasilannya. Reno mengangguk. "Saya sedang berusaha melobby pihak developer yang memegang kepemilikan atas lahan dan pengelolaan gedung ini, Pak." Reiner menggeram kesal. "Percepat, Ren. Jangan sampai kamu kalah cepat dengan Giska. Tempatkan orang untuk mengikuti Giska jangan sampai dia kabur." Reno hanya bisa mengangguk. Reiner yang penuh emosi pun pergi meninggalkan unit apartemennya. Ia pergi menuju taman kecil yang menjadi fasilitas apartemen itu. Reiner memutuskan untuk berjalan-jalan menenangkan suasana hatinya yang buruk. Biasanya Reiner memilih pergi ke club namun ini masih terlalu siang untuk mendatangi club. Jam menunjukan hampir pukul lima sore jadi Reiner memilih berjalan-jalan mengelilingi taman itu dan langkahnya berhenti tidak jauh dari palyground bermain anak-anak yang juga merupakan fasilitas apartemen. Reiner akhirnya berhenti dan memilih duduk disebuah kursi kosong dan memperhatikan seorang anak perempuan yang sedang bersedekap pada seorang anak laki-laki dan sesekali menujuk ke arah lantai dimana terdapat sebuah botol minum yang pecah. Anak perempuan itu nampaknya tidak terima botol minumnya pecah. Entah mengapa pemandangan itu menarik perhatiannya. "Aku gak mau tau pokoknya kamu harus ganti. Kamu harus tanggung jawab karena sudah pecahin botol minum kesayangan aku." Anak perempuan itu menunjuk sebuah botol yang berada di bawah dengan nada yang jelas terdengar kesal karena botol minum kesayangannya pecah. "Aku minta maaf. Aku akan minta mama aku ganti botol minum kamu," Anak laki-laki itu berucap dengan nada merasa bersalah. Anak perempuan itu ternyata belum melunak juga, "Kamu tinggal di tower mana? Unit berapa? Aku akan tagih." Pintar. Reiner terus memperhatikan keduanya hingga seorang wanita yang Reiner tebak adalah pengasuh si anak laki-laki mendekati si anak laki-laki dan terlihat heboh. Reiner diam-diam memuji kepintaran anak itu. Anak perempuan itu tidak percaya begitu saja namun bertanya detail tentang tempat tinggal anak itu agar tidak kehilangan jejak. Anak perempuan itu jelas terlihat kesal namun ia tidak menunjukannya terang-terangan dengan emosi menggebu. Si anak pria itu pun menyebutkan nomer unit dan tower tempatnya tinggal dan si pengasuh anak pria itu pun membenarkannya. Anak perempuan yang wajahnya tidak bisa ia lihat dengan jelas karena posisi si anak yang menyamping itu pun mengangguk. Si pengasuh nampak memfoto botol yang pecah dengan ponselnya. "Aku tunggu besok sore disini. Jamnyaa.." si anak perempuan melihat jam yang ada di tangannya, "...jam lima sore. Pokoknya besok sore aku mau botolnya udah ada. Itu botol kesayangan aku." Reiner memuji ketegasan si anak perempuan itu dan penasaran apa yang akan anak perempuan itu lakukan besok. Reiner rasa ia harus melihat bagaimana kelanjutan cerita antara kedua anak ini besok sore. Reiner secara diam-diam terus memperhatikan interaksi anak-anak yang berada tidak jauh dari tempatnya duduk itu. Reiner tanpa sadar tersenyum melihat tingkah si anak perempuan sambil berandai-andai, jika saja anaknya dan mantan istrinya dulu hidup mungkin anaknya sekarang sudah beranjak remaja. Ya, Reiner pernah menikah dengan Eliza Tanubrata. Reiner bertemu dengan Eliz di Amerika saat keduanya kuliah di sana. Reiner jantuh cinta pada Eliza yang memiliki kecantikan yang lekuk tubuhnya yang sempurna. Saat bersamanya Eliza sedang meniti karirnya dan berhasil masuk menjadi model beberapa majalah di Amerika. Pernikahannya dan Eliz berjalan hanya tiga tahun. Awalnya keduanya hidup dengan penuh kebahagiaan sampai peristiwa naas itu terjadi. Pernikahannya dan Eliz berubah menjadi neraka setelah itu. Hari-hari mereka selalu diisi oleh pertengkaran hingga akhirnya keduanya menyerah dan memilih berpisah. Reiner menghela nafas panjang dan mengadahkan kepalanya ke langit. Hidupnya semakin hancur semenjak perpisahannya dengan Eliza namun penyebab utamanya adalah Giska. Giska yang membuatnya menyimpan dendam sedalam ini. Reiner terus bersumpah akan membuat Giska merasakan neraka yang sama dengan apa yang ia rasakan selama ini. Melihat Giska hidup dengan baik-baik saja disaat hidupnya hancur berantakan membuat Reiner semakin meradang. Ia kehilangan anaknya sementara Giska memiliki seorang anak yang berhasil hidup hingga sembilan tahun lamanya dan Reiner benci akan kenyataan itu. Reiner kembali menatap ke arah playground. Playground itu kini telah kosong. Si anak perempuan dan anak laki-laki yang tadi ia lihat kini sudah tidak ada. Reiner pun menghela nafas panjang. Ia pun memilih beranjak dari tempatnya dan pergi mencari makan malam untuk dirinya sendiri. *** Sore ini Reiner menggunakan celana training dan jaket trainingnya turun ke taman. Reiner berencana untuk sedikit berolahraga dengan mengelilingi taman sambil menunggu si anak perempuan kemarin. Reiner penasaran dengan proses penggantian botol milik anak itu yang pecah. Reiner berlari mengelilingi taman lalu berhenti ketika mendapati anak itu keluar dari lift bersama dengan seorang wanita muda dengan seragam pengasuh. Reiner yakin wanita muda itu adalah pengasuhnya. Reiner dengan sengaja berhenti tidak jauh anak perempuan itu dan pengasuhnya. "Mbak Neni kerjain aja tugas Mbak disana. Aku main di playground. Oke?" Untuk pertama kalinya Reiner melihat wajah anak perempuan itu dengan jelas. Wajah anak perempuan itu terasa begitu familiar dan saat anak perempuan itu tersenyum, Reiner terdiam. Ia seakan tersihir dengan senyum manis itu. Reiner masih terdiam ditempatnya saat melihat si anak perempuan dan pengasuhnya itu berpisah. Si pengasuh berjalan ke arah sebuah tempat duduk sementara si anak berjalan ke arah arena playground. Dari awal Reiner melihat anak perempuan itu kemarin, Reiner merasa ia tidak ingin mengalihkan pandangannya dari anak perempuan itu. Ada sesuatu yang membuatnya tertarik pada anak itu. Reiner berfikir mungkin karena kepintaran dan ketegasannya. Reiner mengira mungkin usia anak itu sekitar sebelas atau dua belas tahun dilihat dari perawakan anak perempuan itu. Anak perempuan itu bermain brakiasi. Ia bermain sendiri padahal ada banyak anak disitu. Reiner menilai anak itu adalah anak yang memiliki kepribadian introvert. Reiner kembali berlari mengelilingi taman namun matanya sesekali tetap mengawasi anak itu. Reiner melihat anak itu bermain sambil sesekali memperhatikan jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Reiner terus berlari hingga ia spontan berhenti karena melihat anak perempuan itu terjatuh. Kaki Reiner seakan otomatis hendak berlari ke arah anak perempuan itu namun langkahnya terhenti saat anak perempuan itu berdiri seakan tidak terjadi apapun. Anak perempuan itu kembali bermain dan hal itu membuat Reiner menghela nafas lega. Reiner berhenti berlari saat anak laki-laki yang kemarin memecahkan botol si anak perempuan itu datang sambil membawa sebuah paperbag. Reiner pun berhenti berlari dan memperhatikan interaksi keduanya. Anak laki-laki itu mendekati si anak perempuan dan menyodorkan paperbag yang ia bawa pada si anak perempuan. Wajah anak perempuan itu terlihat berseri-seri ketika mendapati botolnya yang pecah kini sudah kembali. Si anak perempuan itu tersenyum dan terlihat mengucapkan terima kasih. Reiner tersenyum lebar melihat anak perempuan itu berlari ke arah pengasuhnya sambil mengangkat tinggi-tinggi botolnya dengan suara nyaring yang terdengar, "Mbak Neni! Botol aku udah ada lagi!" Tidak perlu orang pintar untuk mengetahui kalau si anak perempuan begitu bahagia. Anak itu pun duduk dihadapan sang pengasuh yang sedang sibuk dengan bukunya sambil memainkan botol minum barunya. Mata Reiner seakan tidak mau pergi dari sosok mungil itu, perhatian Reiner teralihkan saat panggilan masuk ke dalam ponselnya. Reno is calling... "Ya, Ren?" "Pak, Tuan dan Nyonya ingin bertemu." Reiner menghela nafas panjang mendengar ucapan Reno. "Baiklah, aku akan ke rumah sakit sebentar lagi." Kedua orang tua Reno memang sudah sadar sejak beberapa hari yang lalu. Untungnya kondisi kedua orang tuanya semakin hari semakin membaik. Kecelakaan yang kedua orang tuanya alami menurut adiknya itu diduga dilakukan oleh keluarga mereka sendiri yang mengincar posisi di Algantara. Memang semakin tinggi tempat yang kita berdiri akan semakin banyak resiko dan orang yang ingin berada di tempat yang kita miliki itu. Orang hanya berpikir mengenai fasilitas dan kemewahan tanpa berfikir ada sebuah kerja keras dan pengorbanan dibelakangnya. Reiner mengakhiri panggilannya dengan Reno dan menatap si anak perempuan itu sudah tidak duduk bersama pengasuhnya. Anak itu kini sudah kembali bermain di playground dan anak perempuan itu sepertinya bertengkar dengan anak lain di playground. Si anak perempuan yang menarik perhatiannya itu kini terduduk di lantai di depan seorang anak perempuan lain yang berdiri dengan wajah pongah di depannya sambil berkacak pinggang. Reiner hendak mendekat membantu anak perempuan itu tapi anak perempuan itu sudah berdiri dan ikut berkacak pinggang. Anak perempuan itu nampak melawan namun pertengkaran itu akhirnya dilerai pengasuh mereka masing-masing. Dari posisi Reiner berdiri saat ini tidak terdengar percakapan yang terjadi diantara kedua anak itu namun Reiner tersenyum melihat keberanian anak perempuan itu. Reiner sungguh iri dengan orang tua anak itu karena mereka sangat beruntung memiliki putri yang pintar dan pemberani.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN