BAB 9

1037 Kata
"Wah, pasangan yang serasi ini rupanya sedang bermesraan, ya?" Sebuah suara yang terdengar sinis dan menghina menginterupsi percakapan kedua insan itu. Mereka menoleh, seorang gadis cantik berkulit putih berdiri dengan menyilangkan tangan di depan d**a menatap Aurora dan Kai seraya menahan tawa. "Kenapa Kakak bicara seperti itu?" tanya Aurora tidak mengerti. "Cih! Tidak perlu berpura-pura bodoh! Sepertinya, ayahanda dan ibunda akan segera memiliki menantu. Tidak disangka anak termuda akan menikah paling cepat," ucap Amayra disusul tawanya. Tak lama kemudian, Althea dan saudara Aurora yang lainnya ikut turun ke sungai. Mereka berlima tampak berbisik-bisik dan tertawa. Mereka menertawakan siapa lagi, jika bukan Aurora dan pria itu. "Kak, dia dan pria jelek ini memang sangat serasi. Satunya bodoh, satunya lagi gembel dan buruk rupa," ejek Althea. Amayra menyeringai, puas saat adiknya ikut menghina si Bungsu "Kenapa Kalian berbicara seperti itu? Bukankah dia cukup tampan?" tanya Aurora lagi. Gadis itu merasa bahwa seratus kali pun ia melihat Kai, ketampanan pria itu tak dapat ia ragukan lagi. Bahkan lebih tampan daripada seluruh pemuda di Nirvana. Ke-enam saudara Aurora tertawa terpingkal saat mengatakan bahwa Kai tampan. Mereka merasa saudara mereka itu telah dibutakan oleh cinta. Sementara Aurora merasa kebingungan. Mau berapa kali pun melihat, tak ada hal aneh pada pria itu hingga membuat mereka tertawa. "Ternyata Kamu bukan hanya gila, karena beberapa hari ini sering bicara sendiri. Rupanya Kamu juga sudah tidak waras karena cinta. Matamu tidak bisa membedakan mana yang tampan dan buruk rupa. Pria seburuk ini Kamu bilang tampan? Bahkan aku merasa dia adalah pria paling jelek di Nirvana ini," ejek Agni yang disambut dengan tawa kelima saudarinya. Di mata ke-enam saudara Aurora penampilan Kai begitu dekil dan sangat jelek. Berkulit hitam dan berambut keriting. Pria itu sangat buruk di mata mereka. Aurora melirik pria itu. Menatap Kai dengan tatapan tajam dan pria itu hanya tersenyum tanpa dosa. Ia yakin kali ini kerjaan pria itu lagi hingga ia dianggap gila. Entah bagaimana wajah yang dilihat saudaranya saat ini. Gadis itu mengeratkan kedua baris giginya karena kesal. Kemudian ia membatin geram, Kai, Kamu sengaja mengerjaiku lagi? Awas saja Kamu! "Kakak jangan bicara seperti itu. Seharusnya kita merestui mereka berdua. Bukankah mereka sangat serasi. Sama-sama ...," ejek Apsara, adik Agni. "Kumohon, berhentilah mengerjaiku Kai!" gumam gadis itu penuh penekanan. Meski lirih, Kai dapat mendengarnya dengan jelas. "Memangnya apa yang aku lakukan?" bisik pria itu di telinga Aurora dengan nada menggoda. "Ck!" Gadis itu sudah lelah dipermainkan seperti itu. "Dia bukan calon suamiku, Kak. Lagipula, apa yang tampak di mata Kalian, sama sekali berbeda dengan kenyataannya. Aku ingin pulang, hari juga sudah sore." Aurora mengambil bakul bajunya dan hendak melangkah ke tepian sungai. "Hei, Bodoh! Lalu pakaianku bagaimana? Kenapa meninggalkannya di sana?" tanya Amayra. "Kakak bawa sendiri lah. Kakak seharian hanya bermain-main. Aku lelah, aku sudah mencuci semua untuk kalian. Mulai hari ini, Kalian yang membawanya sendiri. Kalau Kakak tidak mau, buang saja! Hanyutkan di sungai." Suasana hati Aurora sangat buruk hingga ia berani menolak perintah sang kakak bahkan berani bicara seperti itu. Gadis itu melangkah keluar dari sungai dan pergi dari sana. Ia berjalan cepat meninggalkan ke-enam saudaranya. Tidak seperti biasanya, dia yang selalu mengekor di belakang mereka layaknya seperti pelayan. "Sialan! Memangnya dia pikir dia siapa? Awas saja Kamu, Bungsu!" Geram Amayra. Baru kali ini, Aurora berani menolak perintah darinya. Baru kali ini juga gadis itu berani membantah dan mengabaikannya. "Hei, Kamu! Ini semua gara-gara Kamu, kan? Dasar pria jelek kurang ajar! Beraninya, memengaruhi adik kami hingga menjadi seperti itu," ucap Amayra memarahi Kai. "Ini belum ada apa-apanya. Aku akan membuat ia melawan kalian. Aku akan membuat dia tidak lagi diperbudak oleh kalian," ancam Kai. Pria itu lantas berdiri dan berjalan menjauh meninggalkan sungai. Ia mengabaikan makian, umpatan, bahkan sumpah serapah yang Amayra dan kelima saudaranya teriakkan untuknya. Kai puas, ia berharap setelah ini ia bisa mengubah kehidupan gadis itu. *** "Aduh! Kakiku sakit, Kak," keluh Alodia. "Rasanya pinggangku mau copot," keluh Apsara pula. "Diam! Kalian pikir aku tidak lelah? Beraninya dia membuat aku mengangkat bakul berat ini!" umpat Amayra dengan menghentakkan kaki di tanah. Ketiga putri yang lainnya pun tak luput dari keluhan. Mereka yang biasanya menyuruh Aurora membawa semua, kini harus membawa bakul itu sendiri. Membuat mereka merasa sangat lelah. Mereka sama sekali tidak memikirkan bagaimana rasanya jadi Aurora yang setiap hari harus membawakan pakaian mereka bertujuh. "Sepertinya kita harus memberinya pelajaran, Kak. Agar ia tak macam-macam lagi," ucap Althea tak kalah kesal. "Benar, Thea. Gadis kurang ajar itu tidak boleh kita biarkan begitu saja. Ia benar-benar harus diingatkan tentang posisinya selama ini," ucap Amayra mendukung rencana sang adik. Begitu mereka memasuki rumah, mereka tidak menemukan orang tua mereka di mana-mana. Alhasil, mereka bertanya pada pelayan rumah itu. Saat pelayan keluarga Athura bilang bahwa sang ayah dan ibu sedang pergi ke istana, mereka bersorak bahagia. Mereka merasa Yang Kuasa sedang mendukungnya untuk memberikan pembalasan setimpal untuk Aurora. Mereka juga tidak melihat gadis itu. Mereka yakin, Aurora tengah menjemur pakaian di belakang rumah. Semakin mulus saja jalan yang akan mereka rencanakan. "Bibi! Apakah Bibi sudah memasak menu makan malam?" tanya Althea penuh maksud. "Tentu saja, sudah Nona," jawab pelayan rumah itu. "Baguslah! Bawa semua makanan ke kamarku tanpa terkecuali," perintah Althea. "Tapi, Nona. Alangkah tidak pantas jika anak gadis makan di kamarnya," nasihat wanita tua itu. "Bibi berani melawan saya? Terserah kami mau makan di mana. Saya tidak mau tahu! Bawa semua ke kamarku dan siapkan peralatan makan untuk enam orang. Bawa semua tanpa sisa. Toh ayah dan ibu tidak akan makan di rumah," ucap Althea tidak ingin dibantah. "Baiklah, saya akan siapkan. Tapi sebelumnya, saya akan mengambilkan sedikit untuk Nona Aurora," ucap Bibi. Pelayan rumah itu tahu, jika mereka tidak pernah mengizinkan Aurora makan bersama mereka, jadi beliau bermaksud untuk menyisihkan sedikit makanan untuk gadis malang itu. "Jangan! Siapa yang menyuruh memberi ia makan? Aku tidak mengizinkan Bibi memberikan apa pun padanya. Bawa semua ke kamar. Singkirkan semua bahan makanan dari dapur dan simpan di gudang. Setelah itu, aku mau kunci gudang Bibi serahkan padaku." Kini Amayra yang memberi perintah. Ia akan membatasi semua akses bagi gadis itu untuk mendapatkan makanan. Mereka harus membuat Aurora kelaparan malam ini. "Ba-baiklah, Nona." Tak ada yang bisa wanita tua itu lakukan selain menurut. Atau ia yang akan terkena masalah jika berani melawan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN