BAB 5 - LANGKAH PERTAMA

2226 Kata
            Antonio merenggangkan tubuhnya. Badanya terasa sangat lelah setelah berlatih fisik dan pedang seharian. Yang sangat dibutuhkannya saat ini adalah merendam tubuh lelahnya. Antonio melemparkan pedangnya keatas ranjang dan membuka lapisan baju yang biasa digunakannya untuk berlatih dan meletakannya kedalam sebuah wadah tempat pakaian kotornya.             Kini tubuh bagian atasnya terekspos dengan sangat menawannya. Terdapat luka sepanjang sekitar 10 cm di d**a bidangnya yang bisa membangkitkan bulu roman wanita untuk menyerangnya dan benar saja seorang wanita berbusana sangat tipis, hingga dapat  mempertontonkan tubuh indahnya tiba-tiba muncul dari belakang lemari Antonio.             Setiap pria yang masih berakal pasti akan mencoba untuk melepaskan gaun ungu tipis itu dari wanita cantik yang membiarkan rambut pirangnnya tergerai indah itu.  Wanita ia berjalan mendekat dan membiarkan jemarinya bermain di d**a bidang Antonio sambil menciumnya berlahan diiringi suara desahan dari bibir merahnya.             Antonio seakan tanpa jiwa menatap kelakuan wanita dihadapannya itu lalu menarik tangannya agar menjauh dari tubuhnya.             “Keluarlah dari kamarku!”ucapnya dengan sangat dingin dan tatapan tajam.             Wanita itu kini merasa benar-benar dipermalukan. Belum pernah ada pria yang menolaknya namun kini dia malah diusir tanpa disentuh bahkan dilirik sedikitpun.             Tanpa memperdulikan w*************a itu, Antonio berjalan menuju kamar mandinya untuk merendam seluruh tubuhnya seakan-akan tak ada apapun yang tejadi padanya. ***             “Hai, bagaimana malammu kawan?” tanya Royland sambil menepuk tubuh Antonio yang tengah sibuk menggosok pedangnya.             “Memangnya apa yang kau harapkan setelah mengirimkanku wanita itu kekamarku?” tanya Antonio dengan tenang sambil menatap bayangan wajahnya pada pedang yang kini terlihat begitu mengkilat ditangannya.             “Aku? Aku hanya mengharpkanmu untuk bersenang-senang! Kau tahu? Kau terlalu serius menjalani hidupmu ini!”             “Lalu membiarkan diriku dipusingkan oleh para wanita seperti dirimu? Kau urus saja para wanitamu itu! Aku tidak berminat dengan mereka..” Antonio berjalan meninggalkan Roy.             “Baiklah!  Suatu saat kau akan dibuat pusing juga oleh wanita. Lihat saja!” teriak Roy dengan senyuman khasnya dan menatap para prajurit yang melihatnya.             “Tidak akan!” ucap batin Antonio yakin dan berjalan semakin menjauh dari Royland. ***             Suara goufa kerajaan menggema keras di seluruh istana. Goufa adala alat musik yang biasa digunakan untuk menyambut para petinggi kerajaan serta memeriahkan pesta kerajaan. Bentuknya cukup besar, dan ditiup oleh para pemusik kerajaan. Suaranya sangat khas, nyaring, menggema memenuhi ruangan. Suara itu bahkan bisa didengar oleh penduduk yang rumahnya diluar istana. Mendengar alunan suara Goufa, para pelayan merapikan diri mereka dan berbaris rapi dengan cepat menanti kedatangan Ratu Rossandria dari perjalanannya memantau perkembangan desa Deloxa setelah penyerangan dari para pemberontak yang berasal dari Skyloxia.             Ratu Rossandria turun dengan anggunnya dari kereta kudanya yang diikuti oleh turunnya seoarang gadis yang membuat setiap pelayanan yang melihatnya bertanya-tanya. Beberapa menteri yang ikut menyambut Ratu tersenyum melihat apa yang ada dihadapannya. Ada percikan kebagahian yang mereka rasakan, menyadari Kerajaanya akan memiliki penerus sang Ratu. ***            Beberapa saat sebelum Ratu tiba di Istina...            Cathriona menahan nafasnya lalu menghembuskannya lewat mulutnya. Ia berulang kali melakukan itu untuk menghilangkan kegugupan yang membuat perutnya terasa mual. Ratu Rossandria yang beberapa hari yang lalu mengatakan padanya bahwa dia  adalah neneknya itu mengenggam erat tangan Cahtriona seakan memahami kegugupan yang melanda cucunya.             Bukan hal yang mudah untuk membuat Cathriona menyetujui tawaran ratu Rossandria  untuk mengikutinya tinggal diistana dan menjadi seorang Putri. Ratu Rossandria sangat bersyukur atas bantuan Felix, kalau bukan karenanya mungkin saat ini Cathriona masih berada di Deloxa.             Cathriona mencoba melepas genggaman tangan Ratu Rossandria. Perasaan amarah masih melingkupi hatinya. Bagaimana tidak, wanita tua yang dihadapannya itu adalah wanita kejam yang memisahkan ibunya dan ayahnya hanya karena ibunya adalah anak seoarang pelayan Istana. Yang membuat ibunya harus menahan derita seorang diri dalam membesarkan dirinya. Lalu dengan mudahnya wanita tua ini malah menjodohkan ayahnya dengan wanita lain agar dapat menggantikan posisinya sebagai pemimpin kerajaan namun beberapa hari sebelum pernikahan, nyawa ayahnya malah terenggut oleh penyakit parah yang dideritanya sejak ia masih muda.             Cathriona menghela nafas panjang bukan untuk menhilangkan kegugupannya, namun untuk meratapi kisah hidupnya yang sangat dramatis ini. Tak pernah terduka sebelumnya kalau kehidupannya begitu rumit seperti ini. Cathriona tidak menyukai wanita tua yang menatap keluar jendela dari kereta yang sedang mereka naikki, namun disisi lain jiwa malaikatnya itu tak tega membiarkan wanita yang sudah menginjak usia 76 tahun itu harus menjalankan tugas yang berat, tugas yang sudah sangat tak sesuai dengan usianya dan biar bagaimanapun juga didalam tubuh Cathriona mengalir darah yang sama dengan wanita tua itu.             “Kita sudah sampai Cathriona…” Ratu Rossandria mengelus tangan  Cathriona dengan lembut dan mata hijuanya menatap mata Cathriona seakan mengatakan “Kuatlah, kau jangan gugup lagi” lalu Rossandia turun dari kereta kuda dengan berlahan dibantu oleh para pangawalnya.             “Oke baiklah Cathriona Belshada Borshambux, ehm, mungkin lebih tepatnya Cathriona Belshada  Arresthox kau pasti bisa! Ada nenek tua yang membutuhkanmu saat ini dan dia adalah satu-satunya keluarga yang kau miliki saat ini. Jadi awali dan selesaikan ini dengan baik!” Cathriona menguatkan hatinya sendiri dan dengan berlahan menurunkan kakinya dari kereta kuda kerajaan itu.             Kini seluruh orang yang ada disana mengarahkan tatapannya pada Cathriona dengan tajam dan menyelidik. Dari melihat wajah mereka saja, Cathriona dapat dengan mudah membaca isi otak mereka yang pasti sedang mempertanyakan pertanyaan yang sama, yaitu  “Siapa wanita yang bersama Ratu itu?”             Ratu Rossandria memelankan langkahnya hingga Cathriona kini berada tepat disebelahnya. Ia menggenggam tangan Cathriona dan kali ini Cahtriona membiarkan tangannya digenggam karena ia benar-benar butuh perlindungan dari tatapn-tatapan tajam orang yang menyambut kedatangannya. Cathriona bahkan lebih memilih untuk menghadapi belasan pria   dibandingkan harus berhadapan tatapan-tatapan itu.             “Apakah semua orang diistana ini selalu menatap orang baru seperti itu?” bisik Cathriona pada neneknya sambil melirik kesekelilingnya.             “Tentu tidak. Mareka mungkin hanya penasaran tentang kau… Kau tenanglah oke, ada nenek disini..” ujarnya denga senyuman kearah Cathriona. ***             “Wuaahhh… kamar ini terlalu besar untukku seorang diri! Lebih baik kau berikanku kamar yang lebih kecil lagi” ujar Cathriona pada neneknya sambil terus mengagumi kamar besarnya itu. Kamar itu bercat putih gading dengan korden besar berwarna golden yang menutupi jendela besar dikamarnya. Ditengah-tengah ruangan ada ranjang besar, didekat jendela kamarnya terdapat meja hias dengan ukiran-ukiran indah yang bentuknya senada dengan ukiran di tempat tidurnya.             “Hahaha, ini memang kamarmu Cathriona. Kau mandilah dan berganti pakaian.” Ratu Rossandria mengakhiri ucapnnya dan meninggalkan Cathriona bersama ke-3 pelayanan pribadinya yang bernama Berta, Roxsa dan Sulla.             Setelah pintu kamar Cathriona tertutup, ke-2 pelayan pribadinya mencoba membuka pakaiannya.             “Apa yang akan kalian lakukan?” tanya Cathriona panik sambil meghalangi mereka untuk menyentuh tubuhnya.             “Nona akan mandi, jadi kami akan membantu nona.” ujar Sulla.             “A… aku bisa melakukannya sendiri dan aku juga ingin mandi sendiri, jadi kalian bisa keluar saja. Aku akan memanggil kalian jika aku perlu sesuatu. Cathriona benar-benar risih dengan hal berlebihan itu. Ia hanya ingin mandi, bukan mempertontonkan tubuhnya pada orang lain.             Cathriona melihat bak mandi besar yang ia yakin itu pasti digunakan untuk berendam berada ditengah-tengah sebuah kamar madi yang ukurannya hampir sama dengan ukuran kamar tidurnya sewaktu di desa. Tanpa basa-basi Cathriona membiarkan tubuhnya merasakan air segar dengan aroma bunga mawar itu membasahi tubuh dan wajahnya. Dari tempatnya berendam ia bisa melihat pemandangan diluar melalui jendela tertutup korden putih yang tadi dibukanya sedikit untuk. Langit diluar sangat bersih, biru terang tanpa awan. Cathriona menatapnya dalam dan tanpa sadar ia membayangkan wajah ibunya yang sedang tersenyum kearahnya. Air matanya mengalir tanpa bisa ia hentikan. Rasa sedih yang masih begitu nyata ia alami membuatnya masih belum bisa percaya bahwa ibunya sudah benar-benar meninggalkannya. "Ibu... Kau ada disana? Apa kau melihatku saat ini?" Catriona mengusap wajahnya dengan air hangat dibak mandinya berharap bisa membantu menghentikan tangisannya, namun percuma air  matanya terus mengalir. "Aku merindukanmu, ibu...Sangat..." ujarnya sambil memeluk lututnya yang terasa hangat. ***             Ketika Cathriona keluar dari kamar mandi, ia terkejut melihat ke-3 pelayannya itu masih ada didalam kamarnya disaat dia hanya menggunakan kain untuk menutupi badan basahnya. Ia yakin, ia berendam cukup lama, bahkan nyaris tertidur setelah menangis cukup lama.             “Nona, kami akan membantu nona menggunakan gaun nona….”             “Aku akan menggunakan dressola biasa, bukan gaun mewah seperti itu.” Ujar Cathriona sambil menatap takjup pada gaun panjang yang mengembang di bagian bawahya. Perpaduan warna baru kehijauan dan putih pada gaun itu terlihat sangat serasi dan juga sedikit hiasan batu-batu seperti permata di kerahnya terlihat cukup rendah memperindah gaun itu. Ia benar-benar tidak membayangi kalau ia harus beraktifitas mengunakan gaun semacam itu.             “Apa akan ada pesta?”             “Tidak, Ratu hanya menyampaikan kepada kami kalau nona harus menggunakan gaun ini. Tolong dilaksankan nona, ini perintah langsung dari ratu.” mohon seorang pelayan dengan kulit sedikit gelap berambut hitam padanya.             Kalau tidak mengingat dirinya kini adalah seorang putri, Cathriona pasti sudah mengambil celananya dan menggunaknya lalu berkelilin istana. Namun, sialnya gaun itu  memang harus melekat ditubuhnya jika ia mau keluar dari kamarnya.             “Baiklah.. Kalian tolong bantu aku menggunakan pakaian merepotkan itu!” pasrah Cathriona.             Seperti yang ia duga sebelumnya pakaian yang ia gunakan saat ini memang benar-benar merepokan bahkan lebih merepotkan dari dressola dan benar saja pakaian ini memang memiliki potongan d**a yang rendah hingga mempertontonkan belahan dadanya.             “Aku mau bertemu dengan ratu sekarang tolong tunjukan jalannya.”             “Maaf nona, tadi ratu menyampaikan kalau dia akan ada pertemuan penting dengan para menteri jadi ia memerintahkan kami untuk mengantar nona berkelilin istana, itupun kalau nona mau.”             “Sesibuk ituka dia? Dia bahkan baru pulang dari perjalanan panjang. Harusnya dia beristirahat.” tiba-tiba Cathriona merasakan kekhawatiran pada neneknya yang jelas tidak muda lagi itu.             “Oh… ayolah Cat… apa yang baru saja kau katakan?!” batinnya mengeritiknya.             Tiba-tiba terlintas satu tempat yang sangat ingin ia kunjungi. Karena kini dia berada di istana dia akan memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya.             “Dimana tempat para prajurit berlatih pedang disini? tolong antarkan aku kesana.” ujar Cathriona mantap.             “Ah… ah baiklah,.” ujar seorang pelayan yang melemparkan pandangannya pada kedua temannya dengan tatapn bingung tak percaya. Wajah mereka jelas menunjukan rasa aneh, bagaimana mungkin seorang wanita bangsawan mau pergi ketempat berlatih prajurit.             “Kami sering mengajak para putri-putri dari kerajaan lain berkeliling, namun kami baru pertama kalinya mendengarkan ada wanita yang mau melihat tempat para prajurit perlatih..” ujar Sella, seorang pelayanan dengan sangat sopan di samping Cathriona.             “Kalau begitu kalian harus membiasakan diri denganku, aku mungkin sedikit berbeda dari putri-putri itu…” balas Cathriona pada ke tiga pelayannnya. ***             Langkah merekapun terhenti saat mereka sudah berada diatas beranda yang memberikan pemandangan yang dirindukan oleh Cathriona. Melihat prajurit-prajurit  itu berlatih membuatnya teringat akan teman-temannya di Secram terutama Sam. Oh, jika saja dia tidak menggunakan gaun merepotkan ini, dia pasti sudah melompat dari beranda ini dan bergabung dengan para prajurit-prajurit itu.             “Hai…” teriak seorang pria pirang berwajah tak asing bagi Cathriona memanggilnya dari tempat prajurit-prajurit itu berlatih. Cathriona menatap bingung pada pria itu dan ketika melihat senyuman menawan dari si pria itu, Cathriona langsung mengingatnya.             “Aku baru pertama kali melihatmu disini. Kau terlihhat sangat luar biasa dengan gaun itu! Oh iya, apakah kau tamu?” tanyanya pada Cathriona dengan kepala sedikit menongak keatas karena beranda tempat Cantriona berada cukup tinggi dari tempat pria itu berpijak.             “Kau akan mengetahuinya nanti..” seulas senyuman Cathriona tebarkan pada pria pirang itu.             “Baiklah, aku tidak sabar untuk mengetahuinya.” Pria itu mengedipkan matanya sebelah dan kembali dalam latihannya yang berhasil membuat ketiga pelayaan disebelahnya mengguman tentang ketampanannya.             Sepertinya itu memang jawaban yang tepat. Cathriona menimbang-nimbang ucapannya barusan. Sangat tidak mungkinkan kalau ia berkata “Maaf, aku bukan tamu! Aku adalah seorang putri, cucu dari Ratu kerajaan ini yang baru ditemukannya beberapa hari yang lalu!” Cathriona memutuskan, membiarkan waktu yang menjawab pertanyaan itu toh neneknya juga belum mengumumkan apapun tentang statusnya. Jadi, biarkan saja setiap orang yang bertanya tentangnya menjawab sesuai dengan majinasi mereka masing-masing hingga Ratu mengumumkan status Cathriona secara resmi.             Ketika pandangan Cathriona menyapu setiap lapangan tempat para prajurit-prajurit itu berlatih, tiba-tiba detak jantung Cathriona berdegup kencang. Mata birunya sudah berhasil menangkap pria berambut hitam yang tengah sibuk mengayunkan pedangnya melawan pria lain yang tak dikenalnya. Keringat diwajah pria itu memberikan kesan seksi dan sedikit liar padanya. Matanya yang setajam elang sedang memperhatikan gerakan musuh membuat  Cathriona semakin terpesona dan tubuhnya ternyata lebih menawan dari yang dulu Cathriona lihat. Mungkin karena saat itu penerangannya kurang jadi seakan menghalangi mata Cathriona akan karya Tuhan yang luar biasa itu.             Seakan menyadari kalau dirinya terpaku pada si tampan yang ternyata sangat hebat menggunakan pedangnya itu, seorang pelayannya menyadarkannya dari lamunannya “Nama pria itu Antoniolla. Dia wakil dari jendral perang. Dia memang sangat amat menawan dan tangguh namun sayang kepribadiannya sedingin batu es.”             “Apa dia memiliki seorang kekasih?” tanya Cathriona tiba-tiba tanpa sadar yang berhasil membuat ketiga pelayanku itu tersenyum. Hal ini memang selalu ditanyakan oleh para wanita yang melihat Antonio, jadi mereka tidak terkejut lagi saat ada yang menanyakannya.             “Tenang nona. Setahu kami dia tidak memiliki kekasih. Walaupun dia membuat hati para wanitat meleleh,tapi aku tak ingin pria kaki seperti dia. Tak ada senyuman, tak ada keramahan. Tuan Royland jauh lebih baik darinya, dia lebih ramah walaupun dia seorang pemain wanita.” ujar Roxsa, pelayanan Catriona berambut cokelat terang yang terlihat sangat manis dengan lesung pipitnya. Ia menjelaskan betapa luar biasanya pria bernama Royland panjang lebar yang membuat Sella dan Berta melotot kepadanya.             “Hahaha, sudahlah.. Aku hanya penasaran saja, dia terlihat sangat hebat menggunkan pedangnya.” bohong Cathriona.             Tak lama kemudian mata biru pria yang sedari tadi Cathriona perhatikan itu menatap kearah Cathriona. “Oh,, astaga dia melihat kesini!” batin Cathriona terkejut “Apakah dia mengetahui kalau aku dari tadi memperhatikannya?” “Astaga! jangan-jangan dia mengetahuinya!” lagi-lagi Cathriona menggumam dalam hatinya dan cepat-cepat mengalihkan pandangannya kearah lain.             Namun dengan sangat tak terduga, Antonio malah  berjalan mendekat  kearah beranda dimana Cathriona berdiri dengan tatapan dingin Antonio yang tak terlepas sedikitpun padanya. Hal ini berhasil membuat jantungnya yang sedari tadi sudah berdetak keras kini tinggal menunggu waktu untuk meledak! "Ya Tuhan, apa dia mengingatku?" ujar batin Cathriona tak menentu.                
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN