BAB 6 - DIDEPAN PINTU

1221 Kata
Antonio tanpa henti menatap Cathriona. Dinginnya udara di musim gugur siang itu terasa seakan membekukan tubuh Cathriona saat kedua matanya menatap Antonio yang melangkahkan kedua kakinya menaiki anak-anak tangga menuju keatas beranda tempat Cathriona berdiri kaku bak batu yang menunggu sentuhan dari pemahatnya. Dalam beberapa detik, Antonio sudah berdiri tepat dihadapan Cathriona. Cathriona menatap lengan pakaian Antonio yang dilipat berantakan sesikunya dan mempertegas betapa hebatnya Antonio sudah  membentuk tubuh menawannya itu. Tangan itu bergerak berlahan menyentuh pipi Cathriona yang berlahan berubah merona. Detak jantung Cathriona terdengar semakin tak beraturan dan nafasnya tiba-tiba terhenti saat wajah pria itu mendekat ke wajahnya, Cathriona menutup kedua matanya mengikuti nalurinya, hingga….             “Nona… nona…. nona…. ini sudah siang. Sekarang waktunya makan siang.” panggilan Berta membangungan Cathriona dari lamunannya. Matanya mengerejap menyadari kalau apa yang ia lihat dan rasakan barusan hanya hasil khayalan otaknya saja. Ia membuang penglihatan ke arah lapangan dan Antonio masih terlihat sibuk dengan latihannya disana.             “Oh… Baiklah, Cathriona! Kau benar-benar sudah mengalami masalah kejiwaan yang akut! Bagaimana mungkin kau bisa membayangkan hal seperti itu siang-siang bolong begini!” geram Cathriona sambil meninggalkan beranda itu, ia terus mengoceh dalam hati sambil memikirkan betapa memalukannya dirinya. ***             Sinar mentari sore menembus jendela kaca yang membatasi taman kerajaan dengan ruangan tempat Cathriona duduk menikmati secangkir the hangatnya. Taman kerajaan itu terlihat sangat menawan, membuat siapa saja yang melihatnya enggan menutup mata. Deretan bunga berbagai warna, labirin hijau yang terbentuk rumit namun tetap indah, kolam ikan besar dengan jemabat kayu diatasnya.             Cathriona menyesap tehnya berlahan dan mencoba seanggun mungkin mengikuti gaya neneknya yang menemaninya menikmati langit sore.             “Bagaimana? Apakah kau sudah siap untuk besok?” Ratu Rossandria meletakkan cangkir tehnya berlahan.             Cathriona mengangguk kecil, mengiyakan pertanyaan Ratu yang dibalas dengan senyuman senang dari sang Ratu yang membuatnya terlihat begitu menawan bahkan ketika keriput sudah memenuhi wajahnya.             “Bagaimana dengan gaunnya? Apakah kau suka?”             “Iya, aku sangat suka.” Cathriona mengingat sebuah gaun nan indah yang diterimanya kemarin siang hasil karya penjahit khusus keluarga kerajaan. Gaun merah marun yang terlihat bak mawar merah itu membuat kulit putihnya terlihat begitu menawan. Bahkan tanpa  hiasan berlian di gaun itupun Cathriona sudah menyadari betapa indahnya gaun itu yang membuatnya mengandaikan betapa luar biasanya penampilannya esok malam.             “Ini adalah pesta besar pertama kerajaan Deluxia setelah hampir 10 tahun. Banyak tamu akan hadir dalam pesta ini, bahkan para raja, ratu, putri dan pangeran dari kerajaan lain akan datang. Jadi, kau harus benar-benar menyiapkan dirimu untuk besok.” Ratu Rossandia mengangkat cangkirnya kembali, bibirnya terbuka siap menerima teh hangat itu dimulutnya namun langkah itu terhenti dan senyuman penuh arti ia sunggingkan pada gadis bergaun biru polos yang duduk anggun di kursi didepannya.             “Kau juga harus mempersiapkan hatimu. Mungkin kau akan bertemu dengan pria menarik yang dapat menjadi pasanganmu.”             “Uhuukk…uhuukkkk..” Cathriona tersedak mendengar ucapan neneknya itu. Ia hanya tersenyum kaku untuk menjawab ucapan itu.             Pria yang menarik? Pikiran Cathriona langsung tertuju pada Antonio. Dia satu-satunya pria menarik yang ada dalam bayangannya saat ini. Walau bisa jadi ia akan bertemu dengan pria menarik lainnya esok malam, namun entah mengapa Cathriona merasa dirinya sudah terikat dengan Antonio, pria dingin yang membuat hatinya hangat itu.             “Apakah yang datang kepesta itu hanya anggota keluarga kerajaan saja?” Cathriona menatap wajah neneknya itu menunggu jawaban atas pertanyaannya itu.             “Tidak. Para menteri, pejabat juga akan datang. Beberapa penduduk juga diundang khusus untuk datang nanti.”             “Ooo…”ucap lesu Cathriona, karena ia berharap mendengar jawaban lain dari neneknya. Ia sangat ingin bertanya apakah para prajurit khususnya wakil jendral perang akan datang juga ke pesta besok, namun keinginannya itu harus ia bungkus rapi-rapi dan buang jauh-jauh saat seorang pria tua berpakain hitam menghampiri Ratu Rossandria dan membisikan sesuatu padanya yang membuat neneknya itu harus meninggalkannya dengan cangkir-cangkir teh yang terlihat bak berlian saat terkena paparan sinar mentari di sore itu. ***             Cathriona melangkahkan kedua kakinya dengan lesu pada lorong beranda yang menghubungkan kamarnya dengan beranda dimana ia dapat melihat para prajurit berlatih. Sudah sebulan ia berada di kerajaan ini namun ia sangat jarang dapat melihat Antonio, seperti sore ini. Setelah ia menikmati sesi minum teh dengan neneknya ia memutuskan untuk melihat pria berambut hitam itu namun Cathriona hanya menangkap sosok-sosok pria yang tak dikenalnya ditempat pelatihan.             Cathriona mencoba tersenyum seramah mungkin pada setiap pelayan yang memberikan hormat padanya. Bak tertangkapnya pencuri di siang hari, berita tentang Cathriona yang adalah cucu kandung Ratu Rossandria sudah menyebar di istana. Cathriona merasa itu bukan hal yang aneh lagi, ia malah akan merasa aneh jika selama ia tinggal di istana tak ada seorangpun yang menyadarinya. Semua bisa melihat dengan jelas bagaimana perlakuan istimewa yang diberikan oleh ratu padanya, ditambah  berbagai pelatihan-pelatihan yang harus dijalaninya untuk menjadi seorang putri yang baik sangat mencolok dan menarik perhatian orang-orang diistana.             “Hahhh…” Cathriona mendengus kesal karena pelatihan-pelatihan itu. Badanya terasa benar-benar mau rontok menjalani semuanya dari ia bangun tidur hingga malam hari. Tidak hanya membuat pegal seluruh badanya namun juga berhasil membantunya mengurangi rasa sedih karena mengingat ibunya. Selain itu, kesibukkanya ini membuatnya harus membuang kesempatannya untuk menyaksikan kehebatan Antonio dalam menggunakan pedangnya dan juga menyaksikan betapa mempesonannya ia dimata Cathriona. ***             Matahari belum memperlihatkan sinarnya, namun kedua mata Cathriona sudah terbuka lebar.             “Apakah harus sepagi ini?” suara kantuk Cathriona menggema keseluruh ruangan yang yang sudah sering ia gunakan untuk perawatan kulit dan tubuhnya itu.             “Iya putri… eh… maksudnya nona..” ralat seorang pelayan yang sedang membalurkan tubuh Cathriona dengan lulur beraroma mawar dengan pijatan yang membuat mata Cathriona mengantuk kembali.             “Ratu ingin anda tampil maksimal malam ini dan terlihat sangat luar biasa..” pelayan lainnya menambahkan.             Lulur, pijatan, lulur kembali,  penggosakan badan dan terakhir berandam. Semua dilakukan selama berjam-jam dan itu belum termasuk waktu baginya untuk berdandan.             Gaun merah yang ia kagumi sudah bercokor dengan indah dikamarnya. Ia meneyentuh hiasan permata di leher gaun itu yang membentuk sekuntum bunga mawar yang berkilauan sangat indah dan tak lama kemudia gaun itu sudah terpasang menawan di tubuhnya.             Cathriona tak henti-hentinya tersenyum dan berdecak kagum pada bayangan wanita dalam cermin didepannya. Gaun merah itu benar-benar cocok untuknya dan rambutnya yang terikat keatas semua tertata rapi membentuk kondean lalu membiarkan beberapa helai rambutnya melingkar indah di dekat telinganya. Keindahan itu terlihat semakin sempurna saat mahkota sederhana namun menawan diletakan diatas kepalanya. Para pelayanan yang mendandaninyapun tak kalah kagum dengan kecantikan Catriona. Semua orang yang datang dipesta itu pasti akan langsung menyadari bahwa dialah bintang untuk pesta malam itu.             “Permisi nona, sudah waktunya!” seorang pelayan yang terlihat sangat sopan sekaligus disiplin memasuki kamar Catriona. Ia tersenyum kearah Cathriona mengagumi betapa luar biasa menawannya putri dihadapannya itu.             Beberapa pelayan yang membantu Cathriona berdandan, memastika kembali bahwa tak ada yang kurang dari penampilan Cathriona dan disaat mereka merasa semua sudah pas mereka saling memberikan kode dan membantu Cathriona berdiri. Wanita berambut cokelat dengan gaun merah itupun melangkahkan kaki keluar dari kamarnya.             Perut Cathriona tiba-tiba terasa mual. Nafasnya terasa berat dan perasaan tak nyaman menyergapi dirinya. Ia jelas sudah makan cukup sebelum bersiap-siap hari ini. Perasaan ini jelas adalah perasaan canggung sekaligus khawatir bag Cathriona. Didepannya kini ada sebuah pintu yang akan membuat hidupnya benar-benar berbeda. Pintu yang ketika ia langkahkan kakinya kedalam akan membuat dirinya dikenal bukan lagi sebagai Cathriona, penduduk biasa dari desa Deloxa, namun sebagai Cathriona putri kerajaan Deluxia. Sebuah pintu yang ketika ia langkahkan kakinya kedalam tak akan bisa membuatnya mundur kembali. Sebuah pintu yang akan membuatnya memikul tanggung jawab besar…  Sebuah pintu yang tanpa ia ketahui akan membuatnya merasakan perjuangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN