Malam ini Catherine begitu cantik dengan dress selutut berwarna cream dengan rambutnya yang di gerai.
"Aku cantik kan, baby?" Catherine berputar dihadapan Leo.
Leo yang duduk di sofa hanya meliriknya sekilas dan kembali fokus pada ponselnya. Menyadari itu membuat Catherine cemberut.
"Baby, lihatin... " Rengeknya.
"Apa sih! "
"Lihatin... Aku cantik kan? "
"Hhmmm. " Melihat sekilas pun Catherine memang sudah cantik.
Karena tidak di perhatikan membuat gadis itu duduk disebelah Leo.
"Lagi chat sama siapa sih, serius banget? " Catherine mencoba melihat isi chat Leo tapi dengan sigap dosen muda itu mematikan ponsel sampai layarnya berubah hitam.
"Ini privasi aku. Kamu nggak usah tau. "
"Oke. So, kapan kita berangkat? "
"Ayo berangkat." Leo berdiri disusul Catherine. Tangan gadis itu langsung menggamit lengan Leo. Lelaki itu mendesah dengan tindakan Catherine. Ingin menyingkirkan tangan itu tapi percuma saja, cewek tidak tahu malu di sampingnya akan merangkulnya kembali.
Hampir dua puluh menit perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah keluarga Leo. Rumah besar dengan pagar hitam tinggi menjulang.
"Aku harap kamu nggak bertingkah aneh. " Pesan Leo sebelum mereka turun dari mobil.
"Itu tergantung sama sikap kamu. "
"Maksudnya? "
"Yuk turun. Aku udah nggak sabar ketemu sama calon mertua. " Disusul dengan kerlingan mata menggoda.
"Semoga dia nggak buat masalah. " Batin Leo.
Mereka masuk kedalam rumah dengan bergandengan tangan. Mama dan papa terkejut melihat sang anak sulung membawa seorang wanita cantik.
"Malam pa, ma. " Sapa Leo disusul dengan mencium punggung tangan orang tuanya. Catherine juga melakukan hal yang sama.
"Siapa ini, Leo? " Tunjuk mama ingin tahu.
"Kenalkan ma, ini Catherine. Pacar aku. "
"Benar itu? Kamu nggak bohongin mama, kan?"
"Benar, ma. Kalau nggak percaya tanya saja sama Catherine. "
"Itu benar tante, saya pacarnya Leo, " Jawab Catherine lembut.
"Kamu cantik sekali. Nama kamu siapa? "
"Nama saya Catherine, tante. "
"Nama yang cantik, secantik orangnya. "
Catherine tersenyum. Yang di mata Leo malah terlihat sangat cantik.
"Aku pasti sudah gila. " Batin Leo.
"Sudah-sudah ngobrolnya nanti saja. Kita langsung makan, papa sudah lapar. " Potong pak Andika.
Mereka menyetujui dan langsung menuju ke meja makan yang sudah di penuhi dengan berbagai macam hidangan.
Mereka tidak hanya berempat tapi ada juga Aira, adik Leo.
"Dimana Om Agung dan Mayra? Apa mereka belum datang? " Tanya Leo.
"Ah, mereka tidak jadi datang karena ada urusan mendadak ke Hongkong. Mayra ikut menemani ayahnya, " Jawab papa.
Dalam hati Leo mengumpat berulang kali. Kalau tahu begini dia tidak akan datang. Tidak mengajak Catherine ke rumahnya dan membuat kesepakatan dengan gadis gila yang kini duduk disebelahnya.
Selama makan malam berlangsung Catherine bisa langsung akrab dengan ayah, Ibu dan adiknya. Seperti mereka sudah saling mengenal sebelumnya. Pembawaannya juga tenang, membuat Leo sampai heran. Tidak ada Catherine yang manja apalagi tidak tahu malu seperti menciumnya didepan umum.
Leo juga memperhatikan table manner gadis itu yang sangat baik. Dia seperti bukan Catherine yang ia kenal. Malam ini dia terlihat berbeda, seperti saat mereka bertemu di kampus dulu. Dalam benaknya sampai terpikir apakah seorang Catherine mempunyai dua kepribadian.
"Sudah berapa lama kalian berhubungan?" Tanya mama.
Melihat Leo yang tidak memberi jawaban Catherine langsung buka suara. "Belum lama tante. Belum genap sebulan. "
Leo melihat Catherine sesaat. Gadis itu benar-benar pandai berbohong. Padahal mereka baru kenal beberapa hari.
"Berarti kalian baru jadian? "
"Iya, tante. "
"Leo, kenapa kamu tidak bilang ke mama Leo kalau berhubungan dengan Catherine? "
"Mungkin my baby Leo belum siap ngasih tau tante. Iya kan, baby? " Catherine memandang pasangan pura-puranya itu dengan sayang.
"Baby Leo, " Ucap Aira sambil menahan senyum.
"Panggilan sayang yang begitu manis, " Ucap sang mama yang senang melihat keduanya.
"Iya, " Jawab Leo setengah hati.
"Catherine kerja dimana? "
"Di perusahaan Harjito grup, tante. "
"Saya kenal dengan pemilik perusahaan itu, " Sahut papa. "Pak Harjito orang yang sangat baik. "
"Papi pasti senang mendengar pujian, Om. "
"Papi? " Ayah Leo menaikan sebelah alisnya.
Catherine tersenyum. "Iya Om, pak Harjito itu papi saya. "
Ada keterkejutan bercampur senang menyergap kedua paruh baya yang ada disana. Tidak menyangka jika anak mereka menjalin hubungan dengan anak pemilik Harjito grup. Perusahaan besar yang mempunyai banyak bisnis dari real estate, perhotelan, mall, sampai otomotif. Leo juga sama terkejutnya tapi tidak senang. Dia menyesal karena tidak tahu Catherine itu siapa? Sepertinya orang tuanya akan lebih tertarik dengan Catherine dan mendukung hubungan mereka seribu persen.
"Setau saya anak pak Harjito itu ada dua. Kamu pasti yang kedua? "
"Iya, om. Saya anak kedua. Kakak saya masih di luar negeri."
Makan malam pun berjalan seperti semestinya. Setelah itu ibu dan adiknya mengobrol banyak hal dengan Catherine dari fashion, makanan, shopping, tempat liburan dan hal lainya.
Semua itu tak luput dari pandangan Leo. Pak Andika juga mengamati sang putra.
"Papa nggak nyangka kamu pacaran sama anaknya Harjito. " Mereka sekarang berada di ruang keluarga. Sedangkan para wanita pindah ke teras samping rumah melanjutkan obrolan sambil minum teh. "Kalau kamu minta restu ke papa untuk hubungan kalian. Papa sangat setuju. "
Leo sudah menduga hal itu. Seharusnya dia tidak melibatkan Catherine dalam masalahnya.
"Kalau kamu melepaskan Catherine, berarti kamu laki-laki bodoh. " Lanjut pak Andika.
Leo memilih diam saja. Jika orang tuanya tahu yang sebenarnya mereka pasti akan kecewa.
***
Jam sembilan malam Leo dan Catherine pamit pulang. Mama Leo meminta agar Catherine sering-sering untuk datang ke rumah. Aira pun berujar seperti itu. Dia sangat menyukai pacar sang kakak.
"Mama sama Aira kayaknya suka banget sama kamu, " Ucap Leo saat mobil mereka melaju membelah jalanan.
"Aku selalu di sukai Leo," Jawabnya penuh percaya diri. "Nggak ada yang bisa menolak pesona seorang Catherine. "
Leo mendengus mendengar hal itu.
"Kecuali kamu. " Lanjut Catherine. Pandangan gadis itu sekarang berfokus pada Leo. "Kamu sama sekali nggak tertarik sama aku. Apa aku kalah cantik dengan cinta pertamamu itu? Ana Clarissa. "
Leo terkejut dengan apa yang di dengar. Darimana gadis itu tahu tentang Ana. Jangan-jangan Aira yang menceritakannya. Lelaki itu kemudian menepikan mobilnya di pinggir jalan.
"Kenapa berhenti? "
"Darimana kamu tau soal Ana? " Leo menatap Catherine tidak suka. "Apa adikku yang bercerita? "
"Bukan, baby. "
"Apa kamu memata-matai aku? "
Catherine tertawa. "Kamu itu seperti orang penting saja sehingga aku harus mengorek informasi tentang kamu. "
"Sekali lagi aku tanya, kamu tau hal itu dari mana? "
"Well, aku nggak bisa kasih tau kamu. Yang jelas bukan adik kamu yang kasih tau aku. Tapi tadi Ibu kamu bilang ke aku, dia bersyukur kamu sudah punya pacar. Dia berharap kita serius dengan hubungan ini dan kalau bisa melangkah ke jenjang yang lebih serius. " Mama Leo memang mengatakan hal itu.
Leo seketika merasa bersalah karena sudah membohongi keluarganya.
"Apa kamu benar-benar nggak tertarik sama aku, baby? " Leo tidak tahu sejak kapan Catherine mendekat dan jemarinya bermain di pipinya. Catherine begitu cantik jika di lihat dari sedekat ini. Ayahnya benar hanya laki-laki bodoh yang akan melepas Catherine terlepas dia anak seorang pengusaha sukses.
"Kiss me, baby. " Goda Catherine. Tangannya masih membelai wajah Leo. Dia yakin Leo tidak akan tergoda olehnya.
Detik berlalu tapi Leo masih tidak ada pergerakan. Lelaki itu hanya memandangnya. Baru saja Catherine ingin menjauhkan wajahnya tiba-tiba tangan Leo memegang tengkuknya menariknya mendekat dan mempertemukan bibir mereka. Hanya sekedar menempel lalu selanjutnya berubah menjadi lumatan. Catherine tersenyum samar saat Leo melumat bibirnya. Ciuman mereka berlanjut dari yang lembut, hingga lebih dalam. Tidak tahu sejak kapan Catherine sudah berpindah di pangkuan Leo.
Mereka berhenti berciuman sesaat untuk menghirup oksigen. Kemudian kembali berciuman dengan panasnya. Leo rasanya mau gila dengan yang ia lakukan sekarang tapi tidak memungkiri ia menginginkan hal itu. Sampai aktifitas mereka terhenti oleh suara dering ponsel Leo.
Dengan berat hati dan memaki sang penelpon dalam hati Leo mengangkat telfonnya. Catherine masih berada diatas pangkuannya menatap Leo yang sepertinya marah bercampur frustasi.
Ternyata Zidan yang menelponnya. Temannya yang satu itu benar-benar biang rusuh.
"Halo... " Kata Leo kesal.
"Buseett... Kasar amat pak ngomongnya. " Kata Zidan dari seberang.
"Cepetan ngomong ada apa? "
"Kamu kenapa, sih? Kok marah mulu. Kayak orang ke ganggu gitu? Hayo... Kamu lagi ngapain? "
"Bacot. Ada apa? "
"Di tungguin anak-anak di cafenya Seto. Cepetan datang kesini. Ada Andre juga tapi nggak ada Ana. " Goda Zidan yang disusul dengan kekehan.
Leo hanya mendengus sebal.
Setelah mematikan ponsel pandanganya beralih pada Catherine yang masih berada di pangkuannya. Gadis itu menggigit bibirnya yang anehnya membuat Leo ingin menciumnya lagi.
"Aku pikir kamu nggak akan mencium aku. " Lirih Catherine.
"Jangan menggodaku lagi Catherine." Pintanya. "Aku bisa berbuat lebih dari ini. Aku laki-laki normal. "
Malam ini Leo tidak bisa tidur karena teringat akan ciumannya dengan Catherine. Ciuman tergila yang pernah ia lakukan. Kesalahannya juga yang tidak bisa menahan diri. Sedangkan di tempat lain Catherine yakin bahwa Leo sudah tertarik kepadanya.