Rasyid berdiri di balkon rumahnya menatap hamparan Teluk Persia yang selalu jadi inspirasi dan curahan hatinya. Di telinga kanannya tergantung headset dan di tangan kirinya ada ponsel yang menunjukkan gambar seorang wanita.
“Elu serius mau melakukan ini? Dia lagi hamil besar dan bentar lagi mau melahirkan, gimana kalo abis aku ngomong kaya gitu dia langsung lairan dan kenapa-napa sama anaknya, elu mau tanggung jawab,” seru Aldo sepupunya yang terdengar nyaring di telinganya sampai dia harus melepas headset dari telinganya.
“Aku yang bakal tanggung jawab, kalopun memang takdirnya kehilangan anaknya, aku yang bikinin dia anak baru,” sahut Rasyid tanpa dosa setelah suara Aldo tak terdengar lagi.
“Sumpah, otak lu geser dan macet parah, sakit jiwa elu,” komentar Aldo dan Rasyid ketawa.
“Kalo aku sakit jiwa, aku udah ambil dia sekarang dan aku kurung di kamar bukan aku biarin kaya sekarang,” kata Rasyid santai.
Aldo hanya berdecak sebal mendengar ucapan sepupunya itu. “Sampai sekarang aja aku ga habis pikir kenapa kamu sampe segila ini cuma buat ngurusin satu orang itu aja, datangi dia langsung dan katakan semuanya, tunjukkan semuanya, lama-lama dia juga bakal luluh,” usul Aldo.
Rasyid menghela napas, “Bukan sekarang, ada waktunya sendiri,” kata Rasyid cepat dan dia memutuskan untuk mengakhiri panggilan dengan sepupunya itu.
Rasyid memasukkan ponselnya di saku celananya dan memejamkan mata fokus pada pikirannya. ‘Maafkan aku sedikit hilang akal untuk menyakitimu, tapi aku tahu kamu bakal tetap berdiri tegak meskipun badai menghadang. Dan aku butuh seseorang yang seperti itu untuk mendampingi sampai tua nanti,’ batinnya sambil menggenggam erat pagar balkonnya.
Renungan itu berakhir dengan dering ponsel miliknya. Dia melihat nama Oman di sana. Rasyid langsung memencet headsetnya dan suara Oman terdengar dari sebrang sana.
“Kendra menghubungiku dan dia mengatakan dia tak akan membantumu dalam hal ini kecuali jika Marques bertindak di luar kebiasaannya,” ungkap Oman.
Rasyid berdehem sebagai tanda dia memang mendengarnya. “Jadi benar kalo pria itu sudah menemuimu?” tanya Oman dan Rasyid mengiyakan hal itu. “Masalahnya dimana? Kan tuganya mengawasi Marques dan memastikan dimana Marques berada, urusan itu nanti biar aku urusin sama Edgar,” kata Rasyid.
“Aku tahu, karena itu aku mau bilang sama kamu sekarang, terakhir kali aku melihat Marques ada di jalanan kota Jepang, entah dia hanya mampir atau memang tinggal di sana, karena aku tak menemukan jejak apapun darinya,” kata Oman kesal.
“Cari dari nama Fukuda, mungkin kamu menemukan sesuatu,” saran Rasyid.
Oman mengerutkan dahinya mendengar nama itu, “Fukuda siapa? Di Jepang banyak sekali nama Fukuda,” komentar Oman dan dia membuka laptopnya untuk mencari nama itu yang memang muncul banyak sekali dalam mesin pencariannya.
“Entahlah tapi dia ayahnya Nima dan dia menjadi sumber masalah semua ini bukan Marques. Itu sebabnya aku ingin kamu menemukan Marques agar aku bisa bertemu dengannya dan menjelaskan semuanya jika yang dia lakukan itu salah,” jelas Rasyid.
Oman menghela napas, “Saranku sih, selama dia tak cari masalah denganmu, jangan mencarinya karena dia bukan orang yang bisa diajak berdiskusi,” kata Oman.
Rasyid berdecak, “Biar itu jadi urusanku, carikan saja dimana tempat tinggalnya dan sisanya biar aku yang urus.
***
Sebatang cerutu yang sudah dibakar berada di sela-sela jari lelaki yang masih nampak muda itu. Asapnya dibiarkan menguar begitu saja seakan tak ada niatan untuk dihisap. Dan seorang pria yang lain berdiri di belakangnya tanpa suara seakan menunggu perintah dari tuannya.
“Kinerja Andi bagaimana?” tanya Marques penasaran karena anak buahnya itu tak melapor sama sekali.
“Dia sudah berhasil melakukan negosiasi dengan pihak perijinan dan bersiap untuk membawa barang pesanan kita ke Indonesia, jika proyek ini berhasil maka akses untuk menguasai pasar Indonesia semakin besar,” lapor Merdian.
“Apa yang dia kerjakan kenapa dia tak melapor kepadaku?” keluh Marques membuat Merdian sedikit bingung. Karena selama ini yang dia tahu, Marques tidak pernah mengurusi hal semacam ini. Dan baru menerima laporannya jika semua sudah beres.
“Karena pekerjaannya berlum seratus persen jadi Andi belum melapor ke kita Bos, seperti biasanya,” kata Merdian menenangkan bosnya.
“Bukan laporan itu!” seru Marques cepat membuat Merdian kaget sekaligus bingung. “Lalu, ini laporan mengenai ap –“ ucapan itu tak selesai Merdian ungkapkan, Marques sudah menyelanya.
“Haah, lupakan saja. Sudah kamu temukan wanita sialan itu?” tanya Marques ingat ada satu wanita yang jadi benalu dalam rencananya.
Merdian menggeleng, “Belum pasti Bos, tapi kami tahu Rasyid yang membantunya bersembunyi. Kami sudah menerima informasi dimana dia tinggal hanya tinggal memastikan,” balas Merdian.
“Bereskan benalu itu dan berikan semuanya kepada Rasyid, biar dia tahu kalo kita ga main-main dan bisa dia permainkan,” perintah Marques.
Marques mengangkat sudut bibirnya dan seketika dia memikirkan satu ide untuk mainannya. “Sepertinya kita harus menyewa perusahaan itu lebih lama, karena perusahaan itu akses kita untuk bisa masuk dalam kehidupan Asmara bukan?” ucap Marques memastikan dan Merdian mengiyakan meskipun dia tak mengerti kenapa bosnya menanyakan hal itu.
“Jadi benar kalo dia sudah berani mencampuri kehidupan Asmara?” tanya Marques kepada asisten yang berdiri di belakangnya.
“Benar Bos, dia membuat semua bukti muncul di permukaan agar Nona Asmara mengetahuinya dan mengajukan perceraian,” jelas Merdian asisten Marques.
Bosnya itu terkekeh mendengarnya dan meremas cerutu di tangannya seakan bara yang ada di ujung cerutu tak ada artinya, lalu membuangnya begitu saja. Merdian hanya menghela napas pertanda dia harus bersiap menerima kemarahan bossnya.
“Pergerakannya cepat juga, apa dia mulai menyadari apa yang kita incar sebenarnya?” geram Marques. Merdian berdehem, “Tak seratus persen Bos, kita sudah menyebarkan informasi sesuai dengan yang Boss perintahkan,” kata Merdian. Marques berdiri dan menghampiri asistennya.
“Sepertinya aku juga harus bersiap untuk sering menemui Asmara dan bersaing dengan Rasyid,” kekeh Marques sambil menepuk pundak Merdian dan berlalu dari sana.
Asistennya itu menoleh dan menatap kepergian bossnya dengan seribu tanya. Selama puluhan tahun bekerja dengan Marques dia tak pernah melihat Marques yang ikut campur atau berinteraksi langsung dengan targetnya, tapi kali ini kenapa dia ingin terlibat di dalamnya.
“Sepertinya Nona Asmara bukan orang sembarangan, apa yang diketahui Bos Marques tapi kenapa aku tak paham masalah ini,” gumam Merdian dan mengikuti langkah bosnya itu.
***
Edgar yang mendapat tugas untuk melibatkan diri dalam kehidupan Asmara demi menjaganya secara langsung harus berkali-kali putar otak agar penyamarannya tak ketahuan.
Mulai dari jadi turiss asing yang menanyakan jalan agar bisa bicara banyak dengan Asmara, sampai jadi penguntit yang untungnya tidak dilaporkan ke polisi karena hal ini.
Tapi semua tindakannya itu membuatnya tahu kenapa bosnya begitu menjaga Asmara sebesar itu karena Asmara memang bukan tipe wanita yang malas, manja dan terlalu banyak mencari perhatian layaknya wanita lain.
Dia wanita yang mandiri, bahkan di kehamilannya yang sekarang saat dia harusnya mendapat banyak kasih sayang dari suaminya. Dia tak mendapatkannya, dia pergi ke kantor mengemudi seorang diri. Membereskan rumahnya seorang diri, apapun bisa dia lakukan dengan mandiri.
“Boleh saya duduk di sini,” ucap Edgar saat melihat Asmara duduk sendiri di taman. Asmara sempat mengedarkan pandangan dan dia melihat banyak kursi kosong tapi kenapa orang ini memaksa duduk sini.
Edgar paham pemikiran Asmara dan dia menjelaskan, “Karena kursi ini enak bisa melihat semuanya dari sini,” ucap Edgar berusaha ramah, karena baru pertama kalinya dia bicara dengan wanita sedekat ini dan dalam konteks yang lembut.
Asmara mengangguk, Edgar duduk sedikit jauh dan dia melirik Asmara yang mengelus perut buncitnya. “Berapa bulan Nona usia kandungannya?” tanya Edgar tanpa sungkan.
Asmara menoleh, “Tujuh bulan,” sahut Asmara dengan senyuman ramah. Edgar diam menatap lekat wajah wanita yang sudah menguasai indra dan pikiran bosnya. Sekaligus sadar kenapa bosnya bisa gila karena wanita ini.
“Nona memiliki senyum yang menarik,” ucap Edgar begitu saja membuat dia sadar dan memalingkan wajahnya karena merasa tak enak sudah lancang.
Tapi Asmara yang mendengarnya malah tertawa, “Wajah Anda tak terlihat seperti playboy, tapi tak kusangka bisa merayu juga,” ledek Asmara.
Edgar yang mendapat sindiran itu jadi menggaruk tengkuknya tak gatal. Akhirnya mereka mengobrol hal ringan lainnya yang membuat kesan mendalam bagi Edgar, sampai dia menawarkan diri untuk mengantar Asmara sampai di rumahnya.
Pria itu masih diam menatap punggung Asmara meskipun sudah hilang di balik pintu rumahnya. Dia menumpukan kepalanya di kemudi dan menghela napas kasar.
“Kendalikan dirimu Edgar, dia milik Bos Rasyid meskipun dia memang memiliki aura yang tak biasa dan membuat siapa saja nyaman bersamanya,” lirih Edgar.
Edgar tidak akan mendekati Asmara jika tahu ada Dev di sana. Dia sudah membuat pola kapan Dev datang dan pergi dari keseharian Asmara dan dia mencocokkan semua itu dengan pengamatan yang dilakukan anak buahnya di Semarang.
Laporan lengkap dan memiliki analisa yang kuat itu dia serahkan kepada Rasyid sebagai arsip jika nantinya Asmara membutuhkan bukti untuk perselingkuhannya.
“Iya Bos,” sapa Edgar saat dia melihat Rasyid menelpon. “Dimana kamu?” tanya Rasyid. Edgar berdehem, “Saya di rumah sakit, saya mengikuti Nona Asmara dan Devio periksa kandungan,” jawab Edgar.
“Hasilnya bagaimana?” tanya Rasyid seakan dia adalah orang yang berweang untuk tahu kondisi Asmara. “Saya belum dapat hasilnya Bos, karena mereka baru periksa tapi sepertinya mereka pergi ke dokter lain untuk memastikan sesuatu,” kata Edgar.
“Okay cek semuanya dan kirimkan hasil USG nya kepadaku,” ucap Rasyid di akhir kalimatnya membuat Edgar bingung.
“Hasil USG Nona Asmara?” tanya Edgar polos.
Rasyid berdecak, “Iyalah masa USG mu yang tak bakal hamil sampai kiamat,” ketusnya dan menutup telpon.
******
Looo,, menurut kalean, kenapa Babang Rasyid kepo mau minta hasil USG Asmara segala,,
Penting ya kudu tahu gitu model anaknya Asmara kaya gimana? hehehe...
Chapter ini memang agak bikin bingung karena aku gabungin banyak topik di sini biar di bab lain ga bertele-tele.
Buat yang nungguin cerita mereka after married sabar dulu ya, habis ini lagi disiapin.