Praaangg…
Rasyid mencengkram gelasnya kencang sampai pecah. Pelayan itu sampai terkejut dan yang lainnya menatapnya bingung. Ada tetesan darah yang mengalir di telapak tangannya.
“Ada P3K ga, minta tolong bawa ke sini ya,” pinta Aldo dan pelayan itu lekas pergi dari sana. Dika menyingkirkan pecahan gelas yang masih ada di meja.
“Kenapa kamu jadi emosional begini sih, kan pelayan itu ga mendengar dari awal, bisa aja itu bukan Asmara yang kamu maksud,” ucap Aldo mencoba meredam emosi Rasyid.
Pelayan itu kembali dengan satu kotak p3k dan Dika sigap membersihkan dan membalut luka Rasyid. Pria itu masih menegang dan mengeraskan rahangnya dengan ucapan pelayan itu.
“Rileks Bro, ntar kita bisa cari tahu lebih dalam lagi,” ucap Dika mencoba membuat Rasyid tak tersulut emosi dari berita yang tak pasti ini.
“Aku ingat dia itu siapa, dia mantan pacar Asmara yang tak tahu alasannya kenapa Asmara meninggalkan dia,” kata Rasyid pelan. Aldo dan Dika saling pandang dengan kode yang hanya dipahami keduanya.
“Cinta lama yang belum kelar, udah kamu awasi aja dulu kan bisa saja kasusnya kaya cerita telenovela biasa,” kata Dika pelan.
Rasyid menarik tangannya dan mencengkram baju Dika erat. Sahabatnya ini sontak kaget dengan sikap Rasyid yang tak biasa ini. Aldo melerai keduanya agar tidak terjadi perkelahian di sini terutama karena mereka adalah sahabat sejak lama.
“Ras, Rasyid, kontrol emosimu, ingat dia itu Dika orang yang selama ini sama kamu bahkan di saat kamu belum kenal sama Asmara,” ucap Aldo berusaha melepaskan cekalan tangan Rasyid.
Dika masih mengatur napasnya dengan kelakuan Rasyid barusan. Rasyid sendiri memukul meja dan memutuskan untuk menghampiri Sinta.
Aldo mencegah langkah Rasyid dan bersamaan dengan itu ponsel Rasyid yang ada di meja bergetar dan layarnya menyala pertanda ada pesan masuk. Dia membuka pesan itu dan terkejut dengan isi pesan itu.
Edgar [Ada laporan dari Bassil ditemukan masalah penggelapan dana dan penutupan sebagian wilayah.]
Rasyid langsung melangkahkan kakinya keluar club dan meninggalkan kedua pria di depannya itu. Dia menelpon Edgar, tindakan itu membuat kedua pria itu mengikutinya tanpa disadari oleh Rasyid.
“Ada masalah apa sebenarnya?” tanya Rasyid saat panggilannya sudah diangkat oleh Edgar.
“Ada sejumlah manager di sana yang korupsi di Bassil dan nominalnya tidak sedikit Bos sekitar tujuh belas juta Euro,” jelas Edgar. Rasyid langsung memijat keningnya mendengar nominal yang disebutkan.
“Bagaimana bisa tikus-tikus tak tahu diri itu menggerogoti uangku? Kerja mereka selama ini bagaimana, heh,” seru Rasyid. Edgar sudah paham perangai bosnya dalam kondisi seperti ini pasti yang ada hanya emosi yang muncul dalam diri bosnya.
“Tuan Adrian sedang handle semua ini Bos, tapi saya rasa tidak mungkin seratus persen dia bisa menyelesaikan semuanya. Saya rasa kita harus membantunya Bos, semakin cepat selesai semakin cepat dana itu kembali,” usul Edgar membuat Rasyid berpikir.
“Siapkan penyelidikannya aku akan minta Dika untuk siapkan perjalanan ke sana,” perintah Rasyid dan langsung disetujui oleh Edgar. Rasyid mengacak rambutnya dan dia lumayan frustasi mendengar masalah ini.
Rasyid berencana kembali dalam club untuk meminta bantuan Dika, tapi orang yang dicari sudah nongol di belakangnya. “Ada apa?” tanya Dika melihat wajah Rasyid yang tak bersahabat.
“Bassil koleps,” ucap Rasyid singkat dan langsung dipahami oleh Dika, segera dia menelpon seseorang dan meminta tiket pesawat ke Itali. Dika menatap Rasyid, “Tiket beres besok pagi jam 6 kita berangkat ke sana.”
“Iya udah kita pulang aja kalo gitu, kan kamu besok berangkat ke Itali,” ajak Aldo dan mereka bertiga menuruti ajakan Aldo. Tak lama Edgar muncul dan mereka kembali ke rumah Aldo.
Rasyid yang masih haus berjalan ke pantry dan membuka kulkas untuk mengambil air dingin. Aldo yang melihatnya ikut mengambil gelas dan menuang air.
“Jangan mabok ya besok ke Itali,” goda Aldo dan Rasyid menggeleng. “Tapi gagal dapet fakta Bro,” ucap Rasyid masih kesal, entah karena urusan Bassil atau tak dapat info soal Sinta dan Andi.
“Apalagi yang kamu tahu, kan kondisinya sudah jelas sekarang, Devio selingkuh sama Sinta di saat dia menjalin hubungan sama Asmara. Di saat yang sama Andi juga pengen hubungan mereka berakhir,” kata Aldo.
“Bisa saja semua yang terjadi diantara mereka berempat adalah takdir Tuhan yang mesti mereka jalani sebelum menemukan sesuatu yang baik,” lanjut Aldo sok bijak.
Ucapan Aldo membuat Rasyid menyadari satu hal. Apa yang terjadi ini sepertinya bukan sepenuhnya takdir Tuhan tapi memang ada skenario di balik semua ini dan dia harus cari tahu semua itu.
“Tunggu dulu Bro, aku yakin ini ga sepenuhnya takdir Tuhan. Bagaimana bisa Devio selingkuh dan di saat yang sama Andi minta Sinta untuk bantu dia merusak hubungan Asmara dengan Devio,” nalar Rasyid.
Pria itu kembali menuang air mineral dalam gelasnya. Aldo memikirkan ucapan Rasyid itu dengan seksama. Memang jika dipikir dengan logika ini terlalu kebetulan. Saat keduanya masih berpikir soal kebetulan ini, Dika langsung menyimpulkan pemikirannya.
“Andi meminta Sinta untuk merusak hubungan Asmara dengan Devio karena Andi tahu Devio itu mantan pacar Sinta. Skenario yang sempurna untuk drama percintaan mereka,” ucap Dika langsung mengambil gelas Aldo dan meminumnya.
Rasyid mengepalkan tangannya. Ada kemarahan yang tak bisa dia pahami dalam hatinya jika memang kesimpulan Dika itu benar. Kenapa ada orang yang tak bisa merelakan cintanya pergi begitu saja jika memang dia tak bisa memilikinya.
“Apa kamu memang harus terlibat di antara mereka?” tanya Aldo membuat lamunan Rasyid buyar. Dika juga menantikan jawaban atas pertanyaan Aldo itu dan selama puluhan tahun dia bersama Rasyid, dia tak akan mau terlibat dalam urusan drama macam ini.
“Ini tidak adil untuknya,” ucap Rasyid lirih dan duduk di kursi pantry. Aldo dan Dika saling pandang, mereka tak menyangka jika Rasyid bisa emosional seperti ini hanya karena seorang wanita.
“Dan rencanamu selanjutnya adalah,” komentar Dika ingin tahu. Rasyid hanya menunduk dan menjambak rambutnya kuat. “Apa aku bisa membantunya?” ucapnya lirih membuat kedua orang dekat Rasyid ini jadi iba.
“Sebenarnya aku ga paham apa yang kamu pikirkan dan rasakan mengenai Asmara, tapi melihat betapa kuatnya tekad kamu untuk mengungkap kebenaran ini, aku akan dukung dan bantu sebanyak yang aku bisa,” kata Dika memegang pundak Rasyid.
“Tenangkan diri kamu dulu, sebelum terlibat terlalu jauh Ras. Bukan aku tidak setuju kamu membantunya, tapi harus tahu apa yang akan kamu hadapi dan kamu dapatkan di masa depan dengan membantunya,” kata Aldo.
Rasyid mendongak mendengar ucapan Aldo. “Apa maksudmu?” tanya Rasyid tak mengerti.
“Jika kamu membantunya, pastikan dulu apa tujuanmu membantunya. Jangan hanya karena kamu merasa ini tak adil untuknya lalu kamu melibatkan dirimu terlalu jauh dengannya,” kata Aldo yang masih tidak dipahami oleh Rasyid.
“Karena masalah ini sudah terlalu pribadi untuk kau campuri yang berstatus orang lain,” tegas Aldo kemudian.
Rasyid diam mencerna ucapan Aldo, dari sisi manapun memang dia tak perlu terlibat dalam urusan ini karena urusan ini sudah urusan mereka. Tapi ada dorongan dalam dirinya yang membuatnya ingin tahu lebih banyak.
“Aku bantu jelasin dengan pemikiran yang lebih sederhana,” kata Dika dan Aldo mengangguk. Dika berdehem untuk menjelaskan apa yang Aldo maksud.
“Bantuan yang kamu berikan kepada Asmara bisa saja jadi perasaan yang entah kamu atau Asmara yang akan merasakannya jika kamu terlalu jauh melibatkan dirimu dalam masalah ini,” jelas Dika.
Rasyid menggeleng, “Tidak mungkin, aku hanya ingin membantunya layaknya orang lain pada umumnya,” kata Rasyid cepat dan yakin.
“Okay anggap saja seperti itu, tapi bagaimana jika Asmara yang punya perasaan itu kepadamu,” tanya Aldo. “Karena bantuan kamu ini bukan bantuan materi, tapi bantuan yang melibatkan perasaan orang yang mengalaminya,” urai Aldo.
“Bentar-bentar gini ya guys, kenapa kalian jadi menganggap ini masalah hati sih. Aku ga ada hati sama Asmara,” kata Rasyid yakin.
“Jadi kamu melakukan semua ini karena apa? Kamu stalker dia, sampai kamu jauh datang ke rumahku hanya untuk cek semuanya. Apa ini bukan hati kamu yang tergerak untuk melakukannya?” cecar Aldo.
Deg.
Hening.
‘Kenapa aku melakukannya, kenapa aku begitu marah hanya karena dia tak mendapat keadilan atas hubungan yang dia pilih sendiri,’ batin Rasyid bertanya.
“Aku penasaran dengan semua kehidupannya, hanya itu,” ucap Rasyid pelan. Dika menatap sahabat sekaligus bosnya itu, “Karena kamu merasa ditolak jadi kamu penasaran dengan apa yang dia jalani?” tanya Dika dan Rasyid mengangguk.
Aldo terkekeh pelan, “Jadi semua ini hanya karena ambisimu semata Tuan Ar Madin,” ledek Aldo.
Rasyid ikut menghela napas, “Iya aku rasa begitu, tatapan menolaknya yang tak pernah aku lupakan sampai hari ini membuatku ingin tahu lebih banyak soal dirinya,” kata Rasyid.
“Tapi apakah harus terlibat dalam semua drama kehidupannya sedangkan kamu sendiri yang bilang kalo kamu mau melihat dia saja bukan mencampuri urusannya,” Dika mengingatkan apa yang Rasyid katakan sebelumnya.
Rasyid kembali diam. Apa yang Dika katakan memang tidak salah, tapi jauh dalam lubuk hatinya dia tidak bisa membiarkan Asmara mendapatkan ketidakadilan semacam ini. Dia tahu kebenarannya tapi dia diam saja.
“Aku ingat itu,” kata Rasyid pelan dan dia kembali mengambil air mineral dari kulkas.
“Tapi aku jadi berpikiran lain melihat apa yang kamu lakukan sekarang,” desis Aldo dan Dika paham apa yang sepupu Rasyid itu katakan.
“Pikiran apa?” tanya Rasyid sembari menuang air dalam gelasnya.
Aldo ikut menuang air dalam gelasnya dan meminumnya perlahan sebelum melanjutkan apa yang ingin dia katakan. Rasyid yang melihat Aldo masih enggan bicara membuat dirinya minum air itu terlebih dulu.
“You love her my Brother.”
******
Eeaaa...