“Maaf Bos, memang tak seharusnya saya masukkan gambar itu, tapi saya rasa Bos harus tahu juga kenyataan yang terjadi,” jelas Edgar.
“Kamu kira aku bodoh, cukup kamu tulis jika mereka berciuman aku sudah paham kenapa melampirkan foto ini, haaahh mengganggu pikiranku saja,” kata Rasyid kesal.
Edgar hanya diam tak ingin menambah mood buruk bosnya. “Lalu, keadaan Asmara gimana? Masa iya tiap hari kalian laporan sama terus dia masih oke, normal, ngantor, makan dan lain sebagainya. Apa ga ada kejadian dia tahu tunangannya ini selingkuh atau apa gitu kek. Yang seru gitu dunk,” cerocos Rasyid.
Edgar berdehem, “Tapi memang itu yang terjadi Bos, karena yang kita laporkan itu real time,” bela Edgar yang dia yakin sebenarnya tak perlu.
“Aku ga mau tahu laporkan yang bagus, sedih, menarik gitu lo, masa hidup datar-datar aja,” ucap Rasyid seakan dia yang mengatur kehidupan Asmara.
“Apa tidak ada cara lain Bos?” tanya Edgar mendadak membuat Rasyid bingung. “Apa maksudmu cara lain?” tanya Rasyid balik.
“Semua ini akan lebih mudah dan Bos akan lebih tenang jika Bos sendiri yang menunjukkan diri lalu mengatakan kepada Nona Asmara jika Bos ingin bersamanya. Melihat bagaimana kehidupan Nona Asmara yang seperti ini, sebenarnya dia hanya butuh seseorang yang melimpahkan kasih sayang kepadanya bukan soal harta atau tahta,” pendapat Edgar.
Rasyid bungkam.
“Itu urusanku!” tekan Rasyid.
Edgar tak berani lagi mengeluarkan pendapatnya jika Bosnya sudah mengatakan hal itu. “Baik Bos,” balas Edgar sopan.
“Tetap awasi Devio mulai sekarang meskipun dia bersama Asmara aku tidak peduli. Aku harus tahu pergerakan dan rencananya ke depan,” jelas Rasyid dan Edgar mengabulkannya.
Rasyid meletakkan ponselnya di meja dengan keras. Hembusan napas kasar terdengar dan rasanya dia ingin memaki atau menghajar orang saja hari ini.
Rasyid melihat jam di pergelangan tangannya, lima menit lagi waktu yang mereka janjikan untuk ketemu. Tapi Rasyid masih duduk santai di depan bartender.
Reno menepuk punggung Rasyid, “Tumben di sini, aku kira di ruang private,” kata Reno santai. Rasyid menggeleng, “Bebas nungguin elu dulu,” kata Rasyid tak semangat.
Jika dia tidak ingat pria di hadapannya ini temannya sedari kecil mungkin dia sudah menghajarnya habis-habisan karena mengincar wanita yang sama dengannya.
“Dari mana lu,” tanya Rasyid cepat karena dia mencium parfum yang wangi dari tubuh Reno. Sahabatnya itu menjawab dengan santai, “Ada deh, mau tahu aja elu,” ucap Reno dengan rona bahagia.
Reno memesan satu gelas minum dan duduk di samping Rasyid. Pemilik World Biz (WB) itu menegak minumannya dalam satu gerakan membuat Reno kaget.
“Ada masalah apa Bro?” tanya Reno tak mengerti.
“Kamu habis ketemu sama Asmara?” tanya Rasyid dengan tangan masih menggenggam gelas.
Diam.
Dentuman musik khas klub malam terdengar jelas dan membunuh diamnya keduanya.
“Sejak kapan kamu mulai tertarik padanya?” tanya Rasyid lagi. Reno masih bungkam.
“Apa kamu tahu semua tentang dirinya?” kembali Rasyid mengutarakan isi kepalanya. Sahabatnya ini merasa suasana mulai tidak kondusif.
“Gue ngomong Abrisam, bukan ceramah yang cuma elo dengerin doank!” bentak Rasyid sampai semua orang di sekitar mereka menoleh.
Reno menghela napas, “Kita bicara di tempat lain aja, aku jelasin semuanya,” kata Reno merangkul Rasyid tapi pria itu malah mendorongnya. Untung saja Reno masih bisa menyeimbangkan diri jadi tak sampai terjatuh.
“Ga usah sok baik, kita selesaikan di sini aja,” kata Rasyid tegas. Reno menarik baju Rasyid dan memaksanya keluar dari klub. Keduanya sempat saling tarik menarik karena tak ada yang mau mengalah. “
“Elu mau tengkar di sini dan malu di sini sampai semua orang tahu kalo pewaris Ar Madin ribut sama Abrisam gegara cewek doank. Terus cewek itu jadi viral dan membuat kehidupan pribadinya, kaya kita, gitu mau elu!” bentak Reno balik.
Rasyid seakan sadar dengan tindakannya, dia berjalan keluar klub dan berdiri di samping mobilnya. Reno mengikutinya tanpa banyak bicara.
“Aku kenal Asmara di pesta Mr. Johnson waktu itu di Surabaya, itu kalo kamu ingat,” kata Reno. “Dan setelah aku selidiki, aku baru tahu kalo dia kerja di Berdikari, perusahaan yang sempat Sabra tolong waktu itu karena kasus financial,” jelas Reno.
Rasyid masih diam bersandar di kap mobilnya.
“Aku juga tahu kalo kamu mengawasinya selama ini,” kata Reno kemudian yang mendapat perhatian dari Rasyid. “Jika kamu tahu kenapa kamu harus dekat dengannya?” tanya Rasyid mulai tak sabar.
“Apa kamu menginginkannya?” tanya Reno.
Rasyid memalingkan wajahnya.
“Apa kamu menjadikan dia milikmu atau mainanmu?” tanya Reno cepat.
Rasyid diam.
“Apa kamu mencintainya?” cecar Reno dan tubuh Rasyid menegang.
Apa dia mencintai Asmara? Apa selama ini apa yang dia rasakan itu cinta? Enggak, enggak mungkin, dia yakin ini bukan cinta.
“Untuk apa aku mencintai wanita seperti dirinya,” balas Rasyid sekenanya. Reno berdecih, “Aku sudah menduganya, itulah kenapa aku tetap mengejarnya meskipun aku tahu kamu mengawasinya selama ini,” kata Reno.
“Apa maksudmu?” kata Rasyid tak suka.
“Untuk apa aku harus mengalah kepadamu jika kamu hanya menjadikan Asmara mainanmu. Sedangkan aku mengejarnya karena aku menginginkan dia ada di sampingku,” kata Reno.
Deg.
‘Mainanku,’
‘Menginginkan dia di sampingku,’
Kata-kata itu seakan menggema di kepala Rasyid. Asmara hanya mainan untuknya tapi Reno ingin memilikinya. Apa kali ini mereka merebutkan orang yang sama.
“Setidaknya kita memiliki tujuan yang berbeda, jadi aku tak masalah jika aku bersaing. Karena aku yakin yang menang adalah yang memiliki ketulusan untuk Asmara,” sahut Reno sambil menepuk pundak Rasyid.
Pria itu berbalik dan berniat pergi dari hadapan Rasyid. Tapi suara Rasyid menghentikan langkahnya.
“Apa kamu akan tetap mengejarnya jika dia sudah bertunangan?” tanya Rasyid sekaligus memberikan kenyataan yang pahit bagi Reno.
Sahabatnya itu menoleh, “Aku tak percaya padamu,” sahut Reno dan berlalu dari sana.
Rasyid masuk mobilnya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi sampai di penthousenya. Dia masih melihat Dika dan Edgar ada di ruang tengah menatap kepadanya tapi dia tak peduli dan masuk ke dalam kamar dengan membanting pintu.
“Dia darimana?” tanya Dika kepada Edgar.
“Dari club katanya ketemu sama Tuan Reno setelah tadi siang semua laporan soal Asmara tertulis dia dekat dengan Tuan Reno,” jelas Edgar.
Dika hanya menggeleng santai, “Kayanya kita memang perlu beresin dia biar cepat maju, kalo enggak keburu Asmara menikah malah terlambat semuanya,” kata Dika.
Edgar berdehem sebentar, “Sebenarnya ada yang sedang saya selidiki sih Bang,” kata Edgar memancing. Dika menoleh dan menatap Edgar tajam, “Soal apa?” tanya Dika penasaran.
“Kehidupan Nona Asmara yang memutuskan untuk memilih Devio dari awal dan kenapa Devio jadi selingkuh dan semuanya,” kata Edgar.
Dika kaget, “Tunggu bentar, jadi maksudmu calon suaminya Asmara itu selingkuh?” tanya Dika memastikan dan Edgar mengangguk. “Gila ini sih, dan Asmara ga tahu soal ini?” tanya Dika lagi dan Edgar kembali mengangguk.
Dika berpikir sejenak seakan dia dejavu dengan kondisi ini. Edgar mengira jika pembicaraan mereka selesai jadi dia melanjutkan tugasnya.
“Alamak, aku ingat sekarang,” teriak Dika membuat Edgar kaget dan memandangnya. “Siapa selingkuhannya Devio?” tanya Dika dan Edgar menjawabnya santai, “Namanya Sinta,” kata Edgar.
“Kamu sudah cek belum, siapa itu Sinta?” tanya Dika membuat Edgar kembali membuka berkas yang selama ini dia terima. “Di sini tertulis dia mantanya Devio, lalu memutuskan untuk menikah beberapa tahun lalu dan belum dikaruniai anak dari hasil pernikahannya mungkin itu yang membuat dia selingkuh,” jelas Edgar.
Dika berdecak, “Bukan itu maksudku, tapi siapa Sinta seperti siapa suaminya? Apa itu Sinta istrinya Aldo Mahendra, sepupunya Rasyid,” kata Dika yang membuat Edgar kaget dan langsung mengecek semua data mengenai Sinta.
Rasyid keluar kamar dengan kondisi rambut basah dan segar, nampaknya dia sudah mandi setelah adegan membanting pintu tadi. Dika yang melihat penampilan santai Rasyid memintanya untuk bergabung.
“Kalo kamu sudah tahu jika tunangannya Asmara selingkuh, kenapa kamu ga ngasih tahu dia aja sih, setidaknya kamu punya banyak bukti untuk menunjukkan kepadanya,” saran Dika.
“Elu manggil gue cuma buat ceramah itu doank,” kata Rasyid jengah dan berdiri dari sana. Dika menarik tangannya kencang. “Tunggu dulu, kamu harus tahu jika selingkuhan Devio itu Sinta istrinya Aldo, sepupu kamu,” kata Dika. Rasyid menghela napas, “Aku tahu itu karena Aldo kan sudah cerita soal ini, masa kamu lupa,” kata Rasyid mengingatkan.
Dika berdecak, “Bukan cuma itu maksudku, tapi ingat ga sama kejadian –“ ucapan Dika terpotong karena mendadak Edgar langsung berseru.
“Parah ini,” kata Edgar keras membuat kedua pria di sana kaget karena reaksi Edgar yang tak biasa. “Ada apa?” tanya Rasyid penasaran.
“Sinta adalah istri Aldo yang meninggalkan rumah Aldo setelah Aldo mengetahui jika dia selingkuh dengan pria lain. Aldo sendiri memiliki beberapa bukti dia sering bertemu beberapa pria dalam waktu yang berbeda. Dan salah satu pria itu adalah Devio Airlangga yang merupakan salah satu mantan kekasihnya,” jelas Edgar.
Dika menghela napas, “Parahnya dimana?” sindir Dika yang menganggap semua itu biasa saja.
“Devio menghamili Sinta dan enggan bertanggung jawab karena dia tahu Sinta adalah wanita malam yang selama ini memang menjajakan tubuhnya sebelum menikah dengan Aldo,” kata Edgar membuat Dika dan Rasyid saling pandang.
“Dan yang menarik adalah setelah dia mendadak kaya menjadi Nyonya Mahendra, dia malah menjalin kerja sama bisnis dengan salah satu pengusaha muda yaitu Priandita Sanjaya,” Edgar kembali mengutarakan apa yang dia ketahui.
Dika kembali memutar memori otaknya dan langsung berseru, “Tunggu dulu, aku paham sekarang,” kata Dika membuat Edgar dan Rasyid langsung menatap Dika tajam.
“Kamu masih ingat kejadian di kafe beberapa waktu lalu pas kita lihat Sinta sama Priandita, mereka kan jelas banget pengen merusak hubungan Asmara yang sekarang. Bisa saja yang dimaksud sekarang adalah hubungan Asmara dengan Devio yang habis ini mau nikah,” ungkap Dika.
Edgar mengangguk paham dengan memberikan note mengenai masalah ini. Tapi Rasyid hanya diam saja tak berkomentar dan ekspresi wajahnya datar. Dika dan Edgar saling pandang, asisten Rasyid itu menegurnya pelan.
“Kenapa lu?” tanya Dika menepuk punggung Rasyid.
“Apa motif sebenarnya dari semua drama ini?”
******