CH.9 Sunday Morning

1859 Kata
Rasyid meletakkan tablet dan menarik selimutnya, dia memejamkan mata untuk mengistirahatkan pikirannya. Tapi baru beberapa menit dia memejamkan matanya, bayangan Asmara bicara dengan Reno dan bergandengan dengan lelaki yang bersamanya di pesta muncul dalam pikirannya. “Kenapa ingat dia terus sih,” kesal Rasyid langsung bangun dari tidurnya. Dia kembali mengambil tablet dan mencari informasi yang tadi dia lupakan. “Siapa lelaki itu,” gumam Rasyid. Rasyid menarik sudut bibirnya saat dia menemukan lelaki yang bernama Devio. “Dibandingkan dengan Andi sebenarnya lebih bagus Andi, tapi kenapa malah milih Devio, pilihan yang aneh,” kata Rasyid tak mengerti. Rasyid menghentikan pandangannya pada satu fakta, “Devio pernah menjalin hubungan dengan Sinta, yang sekarang jadi istri Aldo Mahendra. What the hell, kenapa semua ini ada kaitannya sama Aldo,” seru Rasyid. Rasyid mengambil ponselnya dan menghubungi Aldo. “Hai Bro,” sapa Rasyid basa basi. Aldo yang menerima telpon dari Rasyid tengah malam gini jadi bingung. “Salah pencet lu, nelpon jam segini,” kata Aldo sarkas. Rasyid hanya tertawa. “Enggak mau ngabarin aja, kamu ada di Semarang ga? Mumpung aku di Indonesia mau mampir sana,” kata Rasyid. Jika Aldo tak paham sifat Rasyid mungkin dia akan bahagia mendengarnya tapi dia tahu Rasyid tidak akan menghubunginya jika ini bukan sesuatu yang penting, meskipun hubungan mereka baik-baik saja. “Jadi ini kaitannnya sama apa?” tanya Aldo paham membuat Rasyid tertawa pelan. “Ga asik lu, masa maen aja mesti ada urusan dulu,” kilah Rasyid. “Bukan ga boleh maen, tapi aneh aja kaya bukan elu kalo mendadak baik dan ramah gini,” ucap Aldo jujur. Rasyid menggaruk pelipisnya pelan, ‘Aku memang jadi aneh gegara jadi stalker Asmara,’ batinnya. Aldo menghela napas, “Aku stay di Semarang sampai minggu depan, abis itu ke Malaysia,” kata Aldo singkat. Rasyid paham dan mengakhiri panggilan mereka. “Setidaknya aku harus tahu dulu, celah apa yang terbuka di antara mereka untuk bisa masuk dalam kehidupan Asmara,” kekeh Rasyid dan meletakkan semua gadget yang dia pegang. Lelaki muda itu merebahkan tubuhnya dan tersenyum sambil memandang langit-langit kamarnya. “Bermain sama kamu tidak buruk dan terasa menyenangkan.” Memejamkan matanya sesaat, Rasyid melihat senyum menawan Asmara. “Good night Asmara,” gumamnya. *** Dika membuka pintu kamar Rasyid dengan keras tapi pemilik kamar masih anteng bergelung di dalam selimutnya. Pria dengan ketampanan sepuluh dua belas sama Rasyid membuka tirai kamar lebar-lebar sampai cahaya matahari menyinari kamar mewah itu. Rasyid menyipitkan matanya untuk menyesuaikan cahaya terang yang masuk ke dalam kamar, selimut yang dia kenakan ditarik kembali dan seketika selimut itu malah dihempaskan begitu saja. Rasyid paham siapa pelakunya pasti Dika. “Ngapain sih gangguin aku tidur,” keluh Rasyid masih tak sabar. “Bangun kebo, olahraga pagi, CFD an kita,” ajak Dika. Rasyid menajamkan pendengaran, “Sejak kapan kita jadi penganut aliran CFD begini.” Dika langsung bangkit dari kasur Rasyid, “Yah padahal aku mau liat wajah Asmara kalo keringetan, astaga mesti seksi banget. Aduh, kok jadi jadi geli sendiri bayanginnya,” pancing Dika. Rasyid yang mendengar hal itu langsung duduk dan matanya melotot sempurna. Dia melompat dari kasur dan menerjang Dika. “Sialan, sejak kapan kamu tau soal Asmara heee,” tanya Rasyid sambil menjepit kepala Dika di ketiaknya. “Aduh, aduuh sakit. Selow Bro gimana aku ngomong kalo kamu jepit gini,” keluh Dika. “Haahh,, nafas lagi aku. Jadi bener cewek itu namanya Asmara?” tanya Dika rusuh. “Apaan, kepo deh kaya ibu-ibu komplek,” protes Rasyid melangkahkan kaki ke kamar mandi. “Liat profilnya sih biasa aja, masih cantik pramugari kemarin, tapi kalo kamu jadi ngebet banget kan patut dipertanyakan apa yang sudah dia lakukan sampe kamu jadi abnormal kaya gini,” sindir Dika. Rasyid menghentikan langkahnya di depan pintu kamar mandi. Sejenak dia berpikir apa yang diucapkan Dika memang ada benarnya. Dia memang harus tahu apa yang Asmara miliki sampai dia bisa jadi kaya gini. “Edgar udah cerita sama aku juga dan dari yang aku tau, Asmara lagi CFD sama Devio aku rasa itu nama pacarnya,” kompor Dika membuat Rasyid melengos. “Bukan urusanku,” sahut Rasyid penuh dusta padahal dia gatel banget ingin tau lebih banyak. “Ohh,, kirain itu inceran kamu yang baru, ya udah aku telpon Edgar untuk bubarin diri aja,” sahut Dika santai mengambil ponselnya. “Ehh,, ga usah biarin aja,”  Rasyid tak bisa menahan diri, Dika tersenyum puas melihat reaksi sahabatnya itu. “Aku mau telpon mamiku kok, mumpung di Surabaya,” jawabnya ngeloyor pergi. “Resek lu sialan!” umpat Rasyid tapi yang dia dengar tawa Dika yang keras banget. “Bukannya CFD banyak tempat ya, yakin dia disini?” tanya Rasyid saat mereka sudah di salah satu tempat CFD yang rame banget. Setelah drama jual mahal yang dilakukan Rasyid. “Anak buahnya Edgar sih bilang disini, mereka ga mungkin salah kan?” jawab Dika masuk akal. Rasyid mengedarkan pandangan ke sekitar tapi tak melihat kehadiran Asmara. Karena haus Rasyid jalan ke stand minuman di dekat tempat dia berdiri, meninggalkan Dika yang masih celingukan. Rasyid melihat stand jeruk peras dan menghampirinya, saat sedang mengantri, dia mendengar suara yang tak asing di telinganya. “Dev, melamarku di depan kedua orang tuaku,” ucapan Asmara pelan yang didengar oleh Rasyid. “Tapi yang sebenarnya dari diri kamu adalah?” ucap salah satu wanita yang Rasyid tidak ketahui dia siapa setelah dia mendengar suara Asmara. Rasyid melirik sekilas dan memang benar yang dia dengar adalah suara Asmara, wanita yang beberapa jam terakhir memenuhi isi pikirannya. Karena penasaran dengan pembicaraan mereka, Rasyid ikut mengantri di stand minuman yang sama dengan Asmara. Dalam benak Rasyid ini adalah kebetulan yang menyenangkan atau memang disebut jodoh karena dengan mudahnya Rasyid menemukan Asmara dimanapun dia berada. “You know the truth Wid,” jawab Asmara. Kebenaran apa yang dimaksud Asmara, ada rasa penasaran yang menyelimuti pikiran Rasyid. Dengan rasa penasaran tinggi dia mendekat pada kedua wanita karena keduanya mulai berbisik hingga Rasyid kesulitan mendengar. “Andi ga akan mikirin soal cinta kalian lagi, jadi kenapa kamu mesti baper banget sih? Ini udah lima tahun kisah telenovela kalian. Dan kamu sendiri yang bilang kalo itu keputusan yang tepat.” Rasyid merasa wanita yang ada sama Asmara itu sahabatnya karena dia bicara seakan dia tau banget apa yang Asmara rasakan. “Bukan masalah cinta, aku udah amnesia. Tapi masalah menghadirkan seseorang dalam hidup, apa iya Dev itu pilihan yang tepat dan jawaban dari segala kegelisahanku selama ini,” kata Asmara. Pernyataan itu membuat Rasyid makin penasaran, dia tak paham hubungan apa yang dimiliki keduanya. Semalam Asmara mengatakan jika Devio tunangannya, itu artinya mereka sudah satu langkah lagi untuk menikah, tapi kenapa cara bicaranya seperti baru kenal. Apa ini perjodohan? “Aku merasa akan ada sesuatu yang terjadi jika aku memilih Dev tapi aku ga tau itu baik atau buruk,” suara Asmara terdengar tercekat dan itu membuat Rasyid ingin sekali melihatnya tapi dia sadar jika Asmara tahu tentang kehadirannya bukan tidak mungkin wanita itu akan pergi dari hadapannya. Rasyid menajamkan kembali telinganya dan dia mendengar nada suara yang tak enak, lelaki itu berpikir macam-macam dan menyakini jika Asmara sedang menangis. Bayangan air mata Asmara membuat denyut nyeri dalam dadanya. Pria itu hanya menghela napas untuk meredakan gejolak perasaannya itu. “Rasakan kenyamanan dan kepercayaan kamu bersama Dev, dari yang aku tau jika kita nyaman dengan seseorang itu lebih baik daripada mencintai seseorang dan kepercayaan pasangan akan memperkuat hubungan,” ucap teman Asmara dan membuat Rasyid mulai paham benang merah dari kondisi ini. Apa selama ini Asmara menjalani hubungan yang tak nyaman untuknya atau hubungan yang tak sesuai keinginannya. Lalu, kenapa dia memaksakan diri untuk tetap bersama dengan lelaki yang tidak dia cintai. Apa yang sebenarnya terjadi dalam hidupnya, Rasyid semakin yakin dia harus pastikan hal ini dulu sebelum memutuskan langkah selanjutnya. Lamunan Rasyid terjeda karena ada tepukan di pundaknya, Rasyid menengok dan melihat Dika ada di samping. “Sialan, aku cariin malah anteng disini,” protes Dika. “Edgar mana?” tanya Rasyid membuat Dika mengangkat bahunya. “Aku kok –“ perkataan Dika terpotong dengan kode yang Rasyid berikan. “Biarin aja Dev masuk dan menata hidupmu, ntar juga kamu beneran cinta sama Dev,” ucap wanita itu membuat Rasyid mengambil kesimpulan jika Asmara tidak mencintai Dev. Gotcha. Rasyid merasa menemukan celah yang semalam dia pikirkan. Tanpa sadar dia menaikkan sudut bibirnya, ekspresi yang mendadak berubah-ubah diliat oleh Dika dan dia menajamkan penglihatannya pada seseorang di belakang Rasyid dan dia langsung menoyor kepala Rasyid tanpa aba-aba. “Pantes anteng, ga taunya ketemu pujaan hati,” ledeknya dan Rasyid langsung berdecak sebal. “Resek lo.” Rasyid sampai tak mendengar lagi suara perbincangan mereka seketika dia langsung menoleh ke belakang. Asmara dan temannya sudah hilang. “Lah pada kemana mereka?” tanya Rasyid sambil celingukan, “Baliklah sama jodohnya,” goda Dika dan Rasyid langsung menemukan pemandangan dua pasang pria dan wanita saling bersendau gurau dengan bahagia. Rasyid hanya bisa memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada rasa lega karena bisa melihat tawa Asmara kembali, tapi juga sakit karena senyum itu bukan dirinya penyebabnya. Pria itu hanya diam memandang Asmara dari kejauhan. Tawa Asmara kembali dan seakan wanita itu lupa jika beberapa menit lalu dia menitikkan air mata. Selama hidupnya baru kali ini dia bertemu dengan wanita yang tak biasa. “Dia bukan wanita sembarangan, hanya dalam itungan menit dia bisa menyembunyikan emosinya dengan baik dan itu kondisi yang buruk,” gumam Rasyid. Dika yang mendengarnya ikut berkomentar, “Apa separah itu?” tanya Dika dan Rasyid hanya mengangguk cepat. “Setidaknya aku tahu satu hal yang penting dari dirinya, selain dari keadaannya yang biasa saja,” tekan Rasyid di kata terakhir. Dika melihat bagaimana cara Rasyid memandang Asmara yang dia pastikan itu bukan hal yang biasa saja. Sahabat Rasyid sejak puluhan tahun ini paham, jika Rasyid mulai terjerat dengan pesona Asmara. Rasyid memalingkan pandangan berniat pergi dari sana. Dika menepuk bahunya, “Jika kamu memang yakin memilih dia, rebut dia Bro. I will help you,” kata Dika membuat Rasyid menghela napas. “Harus banget aku jadi pihak ketiga buat mereka,” ucapan yang sebenarnya ingin sekali dia lakukan. “Ga masalah, kamu bakal jadi pihak ketiga atau enggak itu urusan pandangan orang. Tapi yang terpenting kamu sudah berusaha menunjukkan kalo kamu memang pantas buat dia,” jawaban Dika dengan penuh keyakinan. Rasyid terdiam mendengar perkataan Dika yang rasional. Dia memang harus menunjukkan seberapa besar dia ingin memperjuangkan Asmara. Tapi seakan sadar dari pemikirannya dia langsung menggeleng. “Sudahlah, biarkan saja, ayo kita pulang,” ajak Rasyid. Dika menaikkan satu alisnya melihat sikap Rasyid yang cuek. “Dari yang aku lihat, Asmara bukan tipe orang yang menye-menye kaya cewek lain yang harus diberikan banyak hadiah dan rayuan,” kata Dika. “Dia hanya ingin diperjuangkan dan diperhatikan layaknya sesuatu yang berharga. Jadi kalo menurutmu dia berharga, bukankah kamu harus menjaganya dengan caramu sendiri,” ucap Dika dengan logika khas lelaki. Logika yang Dika utarakan membuka jalan pikiran Rasyid tindakan apa yang akan dia lakukan untuk Asmara. Dia menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke  arah Dika. “Tentu saja aku akan menjaganya dengan caraku.” *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN