CH.64 Feel Annoying

1690 Kata
Tubuh Rasyid menegang mendengar ucapan Marques. Dia menatap pria itu dengan tatapan membunuh. Marques tertawa melihat reaksi Rasyid dan mendekati pria itu yang masih dipegangi oleh Edgar. “Jika aku terbunuh, maka orang suruhanku akan membunuh Asmara saat ini juga, mungkin juga dengan anak yang selalu bersamanya,” bisik Marques. Rasyid mengeraskan rahangnya mendengar ucapan itu. Dia semakin kesal dan tatapan dendam itu tak surut dari mata Rasyid. “Jangan mengancamku!” tegas Rasyid. Marques memundurkan tubuhnya, “Aku tak mengancammu Ar Madin dan aku juga tak butuh uang darimu, jadi jangan coba-coba melakukan negosiasi denganku,” ucap Marques santai. “Kau bisa membuktikannya jika tak percaya, jika aku mati semua milikku akan dikelola oleh asistenku yang mungkin melakukan balas dendam kepadamu. Tapi kau, kehilangan Asmara, kehilangan orang kesayanganmu. Apa kamu akan baik-baik saja dengan semua itu?” kekeh Marques dengan nada mengejek. Rasyid memejamkan matanya dan tubuhnya mulai melunak. Dia meredakan emosinya membuat Edgar melepas cekalannya dan membiarkan bosnya itu berdiri dengan kemampuannya sendiri. “Apa maumu?” tanya Rasyid cepat sesaat setelah dia membuka matanya dan mencba berpikir jernih soal ini. Marques menatap Rasyid dan menggeleng, “Awalnya aku ingin menghancurkan Ar Madin, tapi melihat semua kondisi ini, rasanya melihatmu menangis dan menderita itu lebih menyenangkan daripada menghancurkan klan Ar Madin yang kamu miliki,” balasnya santai. “Aku hanya perlu jadi bayangan dan duri dalam hidupmu, Rasyid Ar Madin,” kata Marques santai. “Pikirkan saja keselamatan orang terdekatmu, Asmara, anakmu, orang tuamu, teman-temanmu? Mana yang harus aku buat menderita lebih dulu?” ucapnya sambil menepuk pundak Rasyid dan berlalu dari sana. Rasyid hanya diam berdiri mencerna semua ancaman yang Marques keluarkan. Dia tak bisa memungkiri jika dirinya terpengaruh dengan ucapan Marques itu dan dia mulai khawatir jika pria itu membuktikan ucapannya. Pria itu menoleh ke sampingnya dan melihat Andi yang terdiam di sana. “Apa sebenarnya yang Marques lakukan? Cepat katakan padaku!” teriak Rasyid sambil mencengkram baju Andi. “Tak ada yang bisa kamu lakukan jika Marques sudah melingkari semua keluargamu. Cukup pastikan saja mereka aman agar nyawa mereka selamat,” ucap Andi dan mendorong Rasyid keras agar dia lepas dari cengkraman pria itu. Andi pergi dari hadapan Rasyid tanpa menunggu balasan dari pria itu yang masih kesal menahan amarah. Rasyid menggeram keras dan menendang meja yang ada di sana untuk meluapkan kekesalannya. “Kita harus bantu Asmara cerai dari suaminya agar aku bisa menikahi dan menjaganya di sisiku,” gumam Rasyid dan dia keluar dari restoran itu. Edgar sudah melajukan mobil mereka secara perlahan. Dia melihat bosnya masih diam tak mengatakan tujuannya kemana. Tak lama ponsel Rasyid berdering dan dia melihat nama pengacara yang sempat dia bicarakan dengan Jonan. Rasyid menjawab panggilan itu. “Tuan Rasyid, apa Anda ada waktu hari ini saya ingin mendiskusikan beberapa hal mengenai permintaan Tuan soal pendampingan cerai Nona Asmara,” ucap pengacara itu yang diketahui bernama Dania. “Sekarang boleh, dimana saya bisa menemui Anda?” tanya Rasyid. Dania menyebutkan satu nama kafe dan dia menyanggupinya. Rasyid menyampaikan kepada Edgar dan pengawalnya itu segera meluncur ke tempat yang dimaksud. Rasyid menuju meja pemesanan dan menanyakan apa reservasi atas nama Dania dan mereka menunjukkan meja yang dimaksud. Tapi sayangnya Dania belum datang, jadi Rasyid memutuskan untuk memesan minuman dan menunggunya. Tapi, ketika pelayan mengantarkan pesanannya dia melihat seseorang yang sempat ingin dia temui ada di dekatnya. Senyumnya mengembang sempurna membuat Edgar mengikuti arah pandang bosnya dan menyadari kenapa aura bosnya berubah jadi lebih baik. Rasyid melihat dengan jelas dia sendirian seperti menunggu seseorang dan benar saja tak lama seorang wanita yang seusianya menghampirinya dan mereka nampak akrab bersama. Rasyid melirik pengawalnya, Edgar paham kode itu dan mengambil duduk dekat Asmara untuk mendengar pembicaraan mereka. “Maaf Tuan Rasyid menunggu saya terlalu lama,” ucap Dania mengalihkan fokus Rasyid yang masih asyik melihat tawa dan senyuman Asmara bersama temannya itu yang dia yakini sahabatnya. Pria itu hanya mengangguk lalu mempersilahkan Dania untuk duduk. “Sebentar,” ucap Rasyid sambil mengacungkan ponselnya dan Dania mempersilahkannya. Rasyid. [Kamu terlihat menawan sore ini. I like it.] Pesan terkirim. Pria itu menatap Asmara yang terlihat buka ponselnya dan menunjukkan ponselnya kepada temannya. Rasyid sedikit mengernyitkan dahinya dan mulai bertanya-tanya, apa isi pesannya ditunjukkan kepada sahabatnya itu? Astaga apa mereka sama sekali tak memiliki privasi. “Permisi, Tuan Rasyid, apa kita bisa mulai diskusinya?” tanya Dania karena menyadari jika kliennya ini tak lagi fokus pada ponselnya seperti sebelumnya. “Ah ya, silahkan,” ucap Rasyid dan mulai mengabaikan hal itu karena dia akan mendapatkan semua informasi itu dari Edgar. “Jika saya menilik dari kasus yang Tuan ceritakan seharusnya ini sudah bisa diajukan ke pengadilan, tapi saya khawatir jika pihak penggugat dimana di sini adalah Nona Asmara sebagai istri yang mengajukan dia tidak akan mendapatkan uang ganti rugi karena masalah ini,” ucap Dania. “Apa maksud Anda?” tanya Rasyid tak mengerti. Dania menjelaskan dalam bahasa yang sederhana agar Rasyid lebih paham dan reaksi Rasyid nampak kesal mendengarnya. “Kenapa bisa begitu? Ini kasusnya dia diselingkuhi kenapa dia tak mendapatkan apapun meskipun sedikit?” keluh Rasyid. Dania hanya bisa menghela napas, “Kita bisa mengajukan tuntutan itu Tuan, tapi pengadilan tak wajib mengabulkan apalagi jika nanti di persidangan suami Nona Asmara sudah memenuhi kewajibannya,” ucap Dania. “Jadi dalam bahasa sederhana itu tergantung lelaki itu mau memberi Asmara sejumlah hartanya atau tidak?” Rasyid memastikan dan Dania mengangguk. “Satu lagi, harta gono gini juga bisa diberikan jika status harta itu diperoleh bersama selama mereka menikah. Tapi jika dari awal sudah terpisah maka Nona Asmara juga tidak berhak menuntut,” kata Dania Rasyid merasa geram dengan kondisi hukum begini. Sebenarnya dia tak masalah Asmara tak mendapatkan apapun, nantinya dia akan hidup bergelimang harta bersama dirinya, tapi dia ingin memberikan pelajaran kepada pria itu dengan mengalihkan semua kekayaannya kepada Asmara dan Ario. “Tidak ada cara lain?” tanya Rasyid lagi dan Dania menggeleng. “Hal pertama yang perlu kita lakukan adalah meluruskan semua masalah ini, jadi saya harus bertemu dengan Nona Asmara dulu dan menanyakan apa tuntutannya. Jika kita sudah dapat itu, baru kita bisa tahu apa yang bisa Nona Asmara dapatkan termasuk harta gono gini itu,” jelas Dania. Rasyid paham kali ini, dia menatap Dania. “Baiklah aku akan menghubungi lagi soal ini. Tapi apakah mungkinjika kasus ini dikerjakan di Jakarta bukan di sini?” tanya Rasyid dan Dania mengangguk paham. “Saya tak masalah Tuan, semua itu bisa diatur,” kata Dania yakin dan Rasyid terlihat puas dengan hasil kerja pengacara ini. Dania pamit karena masih ada urusan yang harus dia kerjakan, tapi Rasyid melihat kunci mobil Dania ketinggalan, karena itu dia menyusulnya. Edgar yang melihat Rasyid keluar kafe menyusulnya dan tanpa diduga Dika muncul di sana. “Lah kalian pada ngapain di sini, katanya tadi mau jalan-jalan,” ucap Dika santai memandang keduanya. Edgar melirik ke dalam kafe dan Dika mengikuti arah pandang itu meskipun harus melewati punggung Rasyid dahulu. “Oh, jadi jalan-jalan cari yang bikin hati jedug-jedug kaya bedug masjid,” tawa Dika berderai membuat Rasyid berdecak kesal sedangkan Edgar menahan senyum. “Abis ketemu pengacara, ga sengaja aja liat dia di sini,” kilah Rasyid walaupun memang ada benarnya. Dika membulatkan mulutnya dan merangkul Rasyid ke dalam untuk menemaninya di kafe itu. Awalnya Rasyid ingin kembali ke mejanya semula tapi saat pintu kafe dibuka oleh Edgar tatapan mereka bertemu yang membuat Rasyid gemas dan mengganti rencananya. “Nice to see your smile, it’s better than few days before,” ucap Rasyid membuat Asmara mendongak dan menatap dengan ekspresi datar. Sahabat Asmara ikut memandangnya dan mengerutkan dahinya bingung. “Kita kenal ga sama kalian, kok SKSD banget, ketauan banget kalo kelakuannya minus,” ucap sahabat Asmara yang diketahui namanya Widya. Rasyid bisa melihat jika Asmara tersenyum mengejek kepadanya karena ucapan pedas dari sahabatnya itu. Sedangkan Dika dan Edgar melongo tak percaya dengan ucapan wanita di hadapannya. “Setidaknya aku kenal satu diantara kalian,” jeda Rasyid. “Kenal dengan baik,” lanjut Rasyid dengan tatapan tajam kepada Asmara yang membuatnya menunduk. Widya yang melihat interaksi keduanya mencurigai sesuatu tapi seakan dia menahannya. Belum sempat dia berkomentar kembali Rasyid sudah duduk di samping Asmara yang membuatnya refleks menggeser duduknya. “Cabut yuks, privasi kita sudah kena gangguan kronis,” sindir Widya membuat Rasyid menatap mereka berdua. Kedua wanita itu berdiri dan Rasyid langsung menghalangi jalan Asmara. Wanita itu menatapnya tak suka. “Setidaknya kasih aku alasan kenapa kamu selalu menghindariku dan I’ll let you go,” ucap Rasyid sedikit mendekat pada tubuh Asmara membuat wanita itu terdiam. Keduanya saling menatap, Rasyid menyelami manik mata yang sudah mengganggu kehidupannya tapi kembali Asmara menghindarinya dan mengalihkan pandangannya. “Kita ga ada urusan yang membuat kita harus terlibat lebih jauh. Ah, lebih tepatnya aku tak mau berurusan denganmu. So, why I should spend time with you,” ucap Asmara yakin setelah dia mengalihkan pandangan itu. Ekspresi Rasyid berubah datar dan rona wajahnya menjadi merah seakan menahan marah dan malu secara bersamaan. Namun, dia mengalihkannya dengan tertawa sumbang. “Aku pastikan kamu akan jadi milikku dengan caraku, my Rara,” desis Rasyid yang jaraknya semakin dekat dengan Asmara. Asmara diam tak berkutik, jantungnya berdebar tak karuan mendengarnya. Selama ini dia tak pernah berurusan dengan pria macam Rasyid yang keras kepala dan pertemuan mereka yang tak sengaja seperti ini. Sentuhan tangan Widya di lengan Asmara menyadarkannya dari lamunan. Dia menatap Rasyid tajam. “In your dream Mr. Ar Madin,” desis Asmara tak kalah sengit. Asmara berlalu dari sana bersama Widya. Rasyid masih menatap kepergian mereka dengan tatapan kesal tapi dia tak bisa marah kepada Asmara, meskipun ada rasa kesal tapi dia tak bisa bohong jika ada debaran tersendiri yang dia rasakan. “Ayo pergi,” gumam Rasyid setelah Dika memegang pundaknya. Rasyid ingat soal tugas Edgar sebelumnya di kafe dan dia menanyakan hasilnya. “Jadi apa yang dia bicarakan dengan sahabatnya itu?” tanya Rasyid. “Bos tak akan suka mendengarnya,” jawab Edgar pelan. Rasyid menoleh dan menatap Edgar penasaran. “Kenapa?” Edgar menelan ludahnya, “Karena mereka membicarakan soal cara Nona Asmara mencintai Andi,” jawab Edgar ragu-ragu. “Kita cari Asmara sekarang!”  *******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN