CH.71 Nano Nano

1870 Kata
Rasyid terdiam mendengar pertanyaan Reno, dia tak bisa menjawabnya dengan pasti soal ini. Banyaknya drama yang dia lalui untuk jadi dekat dengan Asmara dan pertentangan keluarganya yang membuat dia jadi bingung apa yang sebenarnya dia kejar. “Aku tak mengatakan ini cinta tapi yang jelas aku ingin memilikinya dan hanya aku yang boleh memilikinya,” sahut Rasyid dengan mengedarkan pandangan karena tak ingin Reno menyelami apa yang dia pikirkan saat ini. “Baiklah, kalo emang pilihanmu kaya gitu, jangan salahkan aku kalo ga bisa lepasin Asmara gitu aja Bro,” ucap Reno tak kalah santai tapi dia langsung dapat sorotan tajam dari Rasyid. “Rewel banget sih elu ini, bikin emosi aja,” keluh Rasyid mendengar ucapan Reno macam itu. Reno menggeleng dan gantian dia bersandar sambil melipat tangannya di tubuh depannya. “Ini bukan soal rewel atau ribet Bro, tapi kamu harus paham kenapa aku melakukan hal ini. Asmara punya masa lalu yang tidak baik soal memilih lelaki dan menghabiskan beberapa tahun hidupnya dalam kondisi yang tidak bahagia,” jelas Reno. “Sekarang dia punya aku di sampingnya yang selektif atau rewel seperti yang kamu bilang, sehingga kejadian itu tidak akan terulang lagi. Meskipun kamu bilang kamu tidak akan selingkuh, tapi setannya dimana-mana Bro, sekeras apapun benteng yang kamu bangun, tetap banyak orang yang lebih suka lihat kamu teraniaya daripada berbahagia,” urai Reno. Rasyid mencerna logika Reno. “Paham kenapa aku butuh status dan pengakuan soal cinta sama kamu, karena cinta yang tulus itu tidak akan melunturkan apapun bahkan keinginan untuk selingkuh tidak akan pernah muncul dalam pikiranmu sebanyak apapun godaannya kalo kamu memang tulus mencintainya,” ucap Reno bijak. Rasyid diam. “Masih ga percaya?!? Ga usah jauh-jauh, contohnya ada di depanmu sendiri. Menurutmu kenapa selama ini aku ga bisa lepasin Gladis gitu aja meskipun dia memilih bersama lelaki lain. Karena aku tahu hanya aku yang bisa bikin dia bahagia, sama seperti yang kamu bilang soal Asmara, bedanya apa aku sama kamu,” Reno mengambil napas sebelum melanjutkan ucapannya. “Aku tahu kapan waktunya membiarkan dia salah memilih sebelum kembali padaku dan tetap ada di sampingnya secara nyata untuk menjaganya. Dan aku melakukan hal yang membuat diriku pantas bersanding dengannya,” kata Reno pelan sambil menyeruput kopinya. “Tapi elu, kamu memang menjaganya, tapi caranya salah, sehingga dia tak akan pernah tahu kalo kamu ada untuknya dan bisa membuatnya salah paham lalu menganggap kamu ikut campur dalam urusannya, membuat semuanya dalam kendalimu. Pahitnya lagi dia bisa memilih orang lain untuk mengalihkan semuanya,” urai Reno. Rasyid terbelak dan menatap Reno tajam mendengar itu. Tangannya mencengkram gelas kopi kuat. “Aku bakal sampaikan ke Yaseer soal permintaanmu itu, kali ini aku setuju sama kamu untuk membuat lelaki v4ngsat itu kere dan membuat Asmara jadi janda kaya,” kata Reno yang bersiap untuk berdiri. “Mau kemana?” tanya Rassyid bego. “Cabut lah, mau jalan sama Asmara. Apalagi yang mau kita omongin kalo elu aja ga punya rasa cinta yang pantas buat Asmara cuma ambisimu doank digedein. Jangan salahkan aku kalo lama-lama Asmara jatuh cinta ma gue,” ucap Reno ngeloyor pergi sebelum dia mendapat omelan tak berharga dari Rasyid. Pria itu langsung menelpon Edgar dan meminta dia mengawasi pergerakan Reno dan Asmara dalam satu waktu. Dia ingin laporannya setiap hari meskipun dia sibuk. Rasyid menghela napas setelah menelpon Edgar dan memikirkan apa yang akan dia lakukan ke depannya, karena semua hal yang dikatakan Reno ada benarnya. Dia melajukan mobilnya dan berniat untuk kembali ke penthousenya. Dia akan berunding dengan Dika soal ini termasuk masalah pertunangannya dengan Laila. Sesampainya di penthouse dia melihat ruang tengah yang biasanya ada dua lelaki seumurannya tak ada. Di kamar Dika juga tidak ada, termasuk ruang kerjanya juga tak ada. Rasyid menelpon Dika dan dia mengatakan jika dia ada di tempat gym. Rasyid menyusulnya setelah mengganti pakaian serta membawa handuk dan sebotol air mineral. Di tempat gym dia mengedarkan pandangannya dan melihat Dika di salah satu sudut ruangan. “Kok cepet urusan sama Reno udah beres?” tanya Dika begitu melihat Rasyid di hadapannya dan melakukan pemanasan ringan. Rasyid mengangguk tanpa suara. Dika menghentikan aktivitasnya dan mengajak Rasyid untuk mencoba treadmill. Keduanya berdampingan melakukan lari kecil setelah menyesuaikan pengaturan yang mereka inginkan. “Apa sebaiknya aku langsung ngajak Rara nikah aja ya, ga perlu basa basi atau pendekatan t***k bengek yang ribet dan drama-drama lagi,” kata Rasyid perlahan. Dika yang mendengarnya langsung menghentikan olahraganya dan menatap Rasyid yang masih berlari kecil. “The reason is?” sahut Dika dengan napas tak teratur. Rasyid diam tak menjawab malah mempercepat laju treadmill. Dika mengambil minumnya dan handuk, dia masih setia menunggu di sana sampai Rasyid sendiri yang menjelaskan apa maksud ucapannya sebelumnya. Rasyid menghentikan alat itu dan duduk di sana sambil meluruskan kakinya dengan keringat bercucuran. Dia mengatur napasnya. Dika berjalan mengambil minum dan handuk milik Rasyid yang sebelumnya dibawa. Rasyid mendongak dan menerima pemberian Dika itu. Dia langsung menghabiskan air itu dalam sekejap dan mencengkram botol kosong itu erat. “Mungkin dengan memaksanya menikah denganku, aku bisa tahu aku mencintainya atau tidak,” ujarnya pelan. Dika menghela napas mendengarnya dan ikut duduk di sampingnya. “Andaikan dia tertekan menikah denganmu, apa itu ga bakal jadi masalah?” tanya Dika penasaran. “Mungkin, dia bisa aja menuntut cerai, tapi setidaknya kalo aku bisa punya anak dari dia, papa dan keluarga besar ga akan ribut lagi soal pernikahan dan siapa yang bakal mewarisi kekayaan Ar Madin berikutnya. Itu kan yang kamu bilang,” sindir Rasyid melirik ke Dika. Asistennya itu menelan ludah pahit. “Aku capek mesti nebak-nebak dia baik-baik aja, dia lagi apa, dia mikirin siapa atau emosi dia gimana. Setidaknya kalo dia ada di depanku, dalam rumahku, aku tau apa yang dia lakukan, apa yang dia pikirkan, dan aku tahu bagaimana mengendalikan diriku dan dirinya dalam satu waktu yang sama,” ujar Rasyid dengan suara tercekat. Dika terhenyak dengan apa yang diucapkan oleh Rasyid. Berapa banyak wanita yang sudah terlibat dalam kehidupan Rasyid selama lebih dari tiga puluh tahun hidupnya. Tapi dia tak pernah merasa seperti ini. Apa memang sebenarnya sahabatnya ini sudah jatuh cinta hanya saja dia tak menyadarinya? “Oke, anggap aja kamu melakukan apa yang kamu katakan. Apa kamu memikirkan bagaimana kehidupan kalian selanjutnya dengan paksaan semacam itu?” tanya Dika dengan menekankan kata ‘paksaan’. Rasyid malah merebahkan tubuhnya begitu saja dan menatap lurus ke depan. “Aku mulai putus asa menariknya dalam kehidupanku. Tapi perasaan terbesar yang aku rasakan adalah,” Rasyid menghentikan ucapannya sendiri. Pria itu memejamkan matanya, sekali lagi dia ingin merasakan apa semua itu benar dan menanyakan kembali dalam hatinya. Matanya terasa perih meskipun dia sedang memejamkan matanya. Dika melihat ekspresi Rasyid, ada rasa iba dalam diri Dika melihat reaksi Rasyid seperti itu. Kali ini dia semakin yakin jika sahabatnya ini sudah melibatkan perasaannya kali ini. “Lupakan soal ketakutanmu dan apa yang membuatmu dilema kali ini. Lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan Ras, jika kamu ingin menikahinya dan memaksanya, paksa dia tapi kemudian buktikan jika pemaksaan yang kamu miliki itu hanya untuk membahagiakannya,” saran Dika. “Tolong bantu aku Dik, bantu aku mendapatkannya, aku ingin memiliki Rara. Aku takut, aku takut kehilangan dia,” ucap Rasyid lirih tapi Dika mendengarnya dengan jelas. Dika menatap Rasyid yang masih memejamkan mata. Tapi kali ini dia tak bisa bohong jika dia syok melihat Rasyid yang sekarang. Dia jelas sekali melihat ada cairan bening mengalir di sudut mata Rasyid dan itu bukan keringat olahraga. Puluhan tahun dia bersama Rasyid, dia sangat jelas mengenal watak dan karakter Rasyid. Lelaki itu bukan tipe lelaki yang mudah mengucapkan kata ‘tolong’, ‘terima kasih’, atau ‘maaf’ sekalipun meskipun dia dalam kondisi terdesak. Dan telinganya jelas mendengarnya. Rasyid minta tolong kepadanya. “Ras, apa kamu sudah gila?” komentar Dika pelan. *** Beberapa hari ini dia sibuk bekerja guna menghilangkan kegelisahan dalam dirinya. Tapi sebenarnya tindakannya itu tak membuahkan hasil yang memuaskan karena semakin dia menjauh, rasa ingin tahunya soal Asmara semakin besar. Pria itu mengambil ponselnya dan berniat menelpon Edgar, tapi ponselnya lebih dulu berdering dan muncul nama Dian di sana. “Siang Tuan Rasyid, kebetulan weekend ini saya ada di Jakarta, apa kasus perceraian yang Tuan minta akan dilanjutkan atau tidak?” tanya Dian terus terang. Rasyid memijat keningnya pusing, dia sampai lupa jika dia menjanjikan Dian untuk mengurus perceraian Asmara tapi kemungkinannya akan gagal karena Reno meminta Yaseer. Sialnya, Rara lebih memilih pilihan Reno daripada pilihannya. “Sebenarnya ada beberapa hal yang ingin saya katakan, tapi saya tidak enak mengatakan di telpon, bagaimana jika kita bertemu saat Anda di Jakarta, untuk waktu dan tempatnya saya kabari besok bagaimana?” usul Rasyid. Dian setuju dan akhirnya mereka mengakhiri panggilannya. Rasyid melihat jadwalnya dan melihat jika weekend ini kosong. Tak menunggu sampai besok, dia menginformasikan tempat, hari dan jam bertemu. Dian setuju soal itu dan mengatakan akan menemui sesuai dengan permintaan Rasyid. “Dik, transferin upah lelah sama Pengacara Dian sebelum weekend ini, terserah kamu lah berapa, aku cuma konsul soal perceraian Asmara, tapi ga jadi,” kata Rasyid. “Berapa digit maunya?” tanya Dika santai. “Sesuka kamu lah, yang pantes sebagai permintaan maaf, cek aja dulu grade dia apa,” kata Rasyid. Dika paham dan menyanggupinya. Dia menelpon Edgar dan kembali bertanya soal keadaan Asmara. “Apa dia baik-baik saja?” tanya Rasyid pelan. Edgar menjawab dengan diplomatis tapi cukup menenangkan bagi Rasyid. “Tapi sepertinya dia akan bertemu dengan pengacara Yaseer weekend ini Bos,” ucap Edgar membuat Rasyid sedikit panik. “Kapan, dimana?” tanya Rasyid cepat. Edgar menyebutkan tempat dan jam bertemu. Rasyid mengerutkan dahinya seakan familiar dan benar  saja tempat yang dimaksud adalah tempat yang sama dengan dirinya bertemu dengan Dian hanya selisih 30 menit lebih cepat. Rasyid tertawa membuat Edgar bingung. “Emang kalo jodoh itu ga bakal lari kemana ya, siap-siap aja kalian punya Bos baru,” tawa Rasyid berderai dan mengakhiri panggilan itu. Hari yang ditunggu tiba, Rasyid sudah datang di tempat yang dia janjikan bersama Dian sekaligus pertemuan Asmara bersama dengan pengacaranya. “Maaf Taun Rasyid sudah menunggu lama,” sapa Dian ketika melihat Rasyid duduk di sana dengan muka tak bersahabat. Rasyid menggeleng, “Tak masalah saya yang datang terlalu cepat,” sahutnya cepat. Keduanya mulai membicarakan inti pertemuan mereka termasuk permintaan maaf Rasyid karena tidak jadi memakai jasa Dian. Wanita itu tak masalah dan kaget begitu dia tahu ada kiriman sejumlah uang di rekeningnya. “Saya rasa ini tak perlu Tuan, ini hal yang wajar terjadi bagi seorang pengacara jika klien tidak memakai jasanya,” ucap Dian tapi sayangnya ucapannya itu tak didengarkan oleh Rasyid. Dian menyadari hal itu dan mengikuti arah pandang Rasyid. Dia melihat ada seorang wanita yang nampak masih muda dengan anak lelaki yang dia gandeng, lalu wanita itu menghampiri seorang pria yang tak kalah ganteng dengan Rasyid. "Apa benar lelaki itu yang bernama Yaseer?" tanya Rasyid menyelidik dan menatap Dian tajam. Wanita itu yang baru pertama kali melihat tatapan itu menciut dan mengalihkan pandangan kepada lelaki yang dimaksud Rasyid. Dian menajamkan pandangannya dan mengangguk perlahan. "Tapi wajahnya sedikit berubah dari pertemuan sesama lawyer terakhir kali," jawabnya polos. "Anggap saja itu uang terima kasih karena membantuku mengenali wajah Yaseer, karena dia aku tak jadi memakai jasamu," jawab Rasyid ketus. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN