CH.70 Planning

1710 Kata
Rasyid langsung menutup panggilan telponnya setelah mendengar umpatan ayahnya. Tak lama dia tertawa puas dengan penawaran itu. Dika yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya tak paham dengan sikap Rasyid yang ajaib ini. “Agak serakah sih, tapi mungkin dengan begitu bokapmu ga akan lagi ngurusi soal kehidupan pribadimu,” ujar Dika dan Rasyid mengangguk soal itu. “Kamu kan tahu ini bukan soal uangnya tapi lebih ke sensasinya untuk membuat Papa nyerah ngurusi diriku dan pernikahan,” ucap Rasyid dan dia menyodorkan map merah dengan sampul beludru kepada Dika. Asistennya itu bingung, karena selama ini dia tak pernah melihat map model itu dimanapun. Perlahan dia membukanya dan matanya terbelak melihat tulisan yang ada di dalamnya. “Setelah aku berada di titik ini pun, aku malah merasa bosan dan ingin meninggalkan semuanya. Tapi, satu hal yang membuatku tidak bosan,” jeda Rasyid dan dia berjalan ke tepi jendela melihat suasana di luar sana yang terik. “Tawa itu, tatapan mata itu, caranya memanggilku, bahkan debaran yang tak pernah aku rasakan sebelumnya selama aku hidup sekaligus kenyamanan berada di dekatnya. Kamu tahu apa yang membuatku makin merasa akku lebih butuh dia daripada semua kekayaan ini,” ucap Rasyid berbalik dan Dika menggeleng. “Hanya dengan membaca tulisannya, seluruh emosiku bisa pudar dan menghilang entah kemana. Dia sehebat itu mempengaruhi kehidupanku. Sebutlah aku gila, absurd atau sinting seperti kata papaku. Tapi, semua itu sebanding dengan adanya Asmara dalam hidupku,” urai Rasyid. Dika diam mendengarkan keluhan Rasyid itu, melihat keseriusan dan cara Rasyid menguraikannya dia menyadari jika Rasyid mulai menemukan passion dalam hidupnya. Dika berjalan menghampiri Rasyid dan menyerahkan map itu. “Kejar dia sampai dapat dan pastikan kalian bisa hidup bahagia, masa bodoh dengan omongan semua orang yang penting dia memang orang yang bisa kamu andalkan untuk mendampingi dalam kondisi apapun,” kata Dika yakin. Rasyid menyunggingkan senyumnya. Dika menepuk pundak Rasyid pelan. “I am in and support you everything,” sahut Dika. “Come on, jerat dia dalam pesonamu dan buat dia jadi wanita berharga dalam hidupmu jika kamu memang menginginkannya, pepet terus jangan tarik ulur,” saran Dika. Rasyid tertawa mendengarnya. “Pasti Bro, aku sudah punya banyak rencana untuk menjeratnya dalam pesonaku,” kekeh Rasyid sombong. *** Rasyid berdiri di depan cermin dan bersiap untuk menemui Reno dan pengacara yang dia rekomendasikan untuk mengurus perceraian Asmara. Sebelum keluar dari kamarnya dia masuk ke pintu samping yang tembus ke ruang kerjanya untuk mengambil usb. “Mau kemana?” tanya Dika dari meja pantry melihat Rasyid yang sudah rapi. Rasyid mampir sebentar ke dapur untuk minum. “Ketemu sama pengacaranya Reno untuk ngurus perceraiannya Rara,” ucap Rasyid. “Sama Edgar?” tanya Dika lagi tapi Rasyid menggeleng. “Dia aku suruh cek soal keamanan Asmara hari ini dan masalah bisnis kita sama Erick, biar fokus sama itu dulu, sisanya biar aku yang urus,” kata Rasyid sambil berlalu meninggalkan Dika. Rasyid melajukan mobilnya pelan dan dia sudah mengaktifkan gps untuk menunjukkan alamat apartemen Yaseer. Sebenarnya kedua orang itu mengajaknya bertemu di tempat biasa tapi Rasyid menolak dan meminta tempat yang lebih privat daripada keramaian seperti club. “Aku udah di lobby, kita ngobrol di deket coffee shop di bawah sini enak kayanya, daripada ke atas ntar kita dikira pasangan hombreng lagi,” ucap Rasyid dengan rasa jijik. Reno yang mendengar ucapan temannya malah tertawa kencang dan memintanya menunggu di sana. Hampir lima belas menit Rasyid menunggu keduanya datang. Tapi Rasyid hanya melihat Reno yang datang menghampirinya. “Kok sendiri, temenmu mana?” tanya Rasyid penasaran. Reno menggeleng, “Dia ada urusan jadi ga bisa datang, siang tadi pesawatnya berangkat ke Italia,” ujar Reno dan Rasyid mengangguk paham. Keduanya masih terdiam sejenak. Rasyid menatap Reno sedikit sengit, “Kenapa kamu sampai mau membantu Asmara sebanyak ini di saat kamu juga berjuang untuk masa depanmu dengan Gladis,” tembak Rasyid. Reno hanya mendengkus pelan, “Aku dulu mencintainya Bro dan mungkin sampai hari ini. Jika aku bisa serakah, aku bisa aja menjadikan mereka berdua milikku, tapi Asmara ga mau itu karena dia tahu rasanya berbagi orang yang dicintai itu ga enak,” jelas Reno. Rasyid mengepalkan tangan dan mengeraskan rahang mendengar penjelasan Reno. Sahabatnya itu tahu dan dia santai menyeruput kopinya dengan senyum licik. “Ga usah pake emosi, bukan aku lelaki yang Asmara inginkan,” kata Reno membuat emosi Rasyid perlahan hilang dan berganti jadi penasaran. “Emang dia punya lelaki yang dia inginkan atau dia incar seperti apa?” tanya Rasyid cepat tanpa malu. Renoo mengangkat bahunya, “Hanya tebakanku, karena sorot mata itu bukan untukku, tapi ga tau juga untuk biasa karena aku belum pernah bertemu dengan lelaki yang bisa membuatnya memiliki pandangan berbeda,” kata Reno jujur. Rasyid menghela napas, dia meredam semuanya dan fokus untuk membantu urusan perceraian ini. Dia mengeluarkan usb dan memberikannya kepada Reno. “Aku tahu kalo Aldo sudah memberikan salinan bukti sama elu, tapi data sebenarnya dan secara detil mengenai kedua belah pihak jika dibutuhkan ada dalam usb ini,” ujar Rasyid. Reno menatap Rasyid penuh selidik, “Kenapa kamu harus melakukan semua ini dengan sempurna tapi kamu tak pernah menunjukkannya di depan Asmara?” tanya Reno penasaran. “Kondisinya aja yang ga pas, tapi akhir-akhir ini sudah mulai menunjukkan diriku kepadanya dan berkomunikasi,” ujar Rasyid mengangkat ponselnya. “Do you love her?” skak Reno. Rasyid diam. Tubuhnya menegang dan tangannya tak bergerak masih memegang cangkir yang batal dia angkat.  Reno teliti melihat perubahan dalam diri Rasyid. “Kenapa sulit sekali mengatakan jika kamu mencintainya. Jangan sampai kamu kehilangan dia dulu baru menyadari arti kehadirannya dalam hidupmu,” pesan Reno. Rasyid mengetuk jarinya di meja setelah meredakan ketegangan dalam dirinya. “Sama satu lagi, pastikan jika semua asset yang Rara tempati sekarang itu jadi miliknya,” kata Rasyid mengalihkan isu. Reno mengerutkan dahinya, “Kenapa harus kaya gitu? Aku masih bisa kok menghidupinya dan aku rasa kamu juga mampu melakukannya,” ujar Reno tak paham. Rasyid berdecak keras dan akhirnya dia minum kopinya yang tertunda tadi. “Asmara bukan wwanita yang akan menerima sesuatu hal dengan cuma-cuma. Aset itu hanya penghibur dirinya setelah apa yang suaminya lakukan kepadanya, kompensasi lah,” kata Rasyid. Reno paham tapi dia masih merasa ga yakin dengan permintaan itu. “Tapi hukum di Indonesia kayanya ga bisa seratus persen mengabulkan apa  yang kamu inginkan itu,” ujar Reno. Rasyid melipat tangannya di dada4 dan menatap Reno tak suka. “Aku tahu, apalagi jika harta itu didapatkan masing-masing sebelum keduanya menikah. Jika memang itu terjadi, maka Asmara ga bakal dapet apa-apa,” sahut Rasyid. “Terus?” balas Reno mulai kesal karena Rasyid paham tapi malah meminta hal yang mustahil. “Terus itu kerjaan kita bikin hukum itu berubah sesuai dengan kondisi yang kita inginkan tapi bukan melanggar atau perbuatan illegal. Modifikasi,” kata Rasyid cepat. Reno memicingkan matanya dan menatap sahabatnya itu ragu. “Jadi maksudmu jika hukum di Indonesia tidak bisa mengabulkannya maka kita yang membuat hukum itu lebih mudah. Dalam kasus ini, jika Asmara ga dapet harta gono gini maka kita yang membuat dia dapat harta gono gini,” urai Reno. Rasyid mengangguk yakin. “How?” tanya Reno cepat. Rasyid mengeluarkan selembar kertas, “Itu hanya draft, kasih aja ke temen kamu itu dia lebih ngerti. Intinya sih, sebelum Asmara cerai dengan tangan hampa, buat lelaki b4ngsat itu tanda tangan surat pengalihan itu, maka semua asset miliknya bisa pindah tangan kan?” jelas Rasyid. Reno mengambil kertas itu dan membacanya dengan seksama. “Tapi bisa aja dia menuntut semua asetnya lewat pengadilan kalo kita maksa dia melakukan ini sebagai perjanjian cerai,” kata Reno. “Setuju di bagian itu, tapi cob abaca pasal tiga ayat 2, di sana sudah aku sebutkan, jika keduanya terikat dalam hukum pernikahan atau apapun, maka harta ini tidak akan dikembalikan meskipun terjadi perpisahan,” ucap Rasyid sambil menunjuk kalimat itu. “a***y, Bos Ar Madin bisa licik juga ternyata,” kekeh Reno membuat Rasyid berdecak mendengar hinaan atau pujian itu. Reno meletakkan kertas itu di meja dan mengambil gambar dengan ponselnya lalu dikirim kepada temannya yang pengacara itu. “Tapi harus aku akui, terlepas dari Asmara yang mampu menghasilkan sendiri, kita berdua yang sanggup menghidupinya termasuk Ario dengan gaya hidup kecukupan, Asmara ga akan seneng menerimanya karena dia bukan wanita yang menilai suatu hubungan dari materi semata,” kata Reno sok puitis. “Yess, that’s why cara ini yang paling masuk akal menurutku untuk membuat lelaki itu jera,” kata Rasyid. Keduanya terdiam beberapa menit seakan topik pembicaraan mereka berat dan enggan menyinggung satu sama lain. “Apa rencanamu setelah Asmara bercerai, mungkin rencana paling dekat,” selidik Reno. Rasyid mengetuk jarinya di meja. “Yang pasti mengikatnya dalam circle yang aku miliki dan ga bakal aku lepasin dia meskipun dia yang memintanya. Jika ini berhasil bukan tidak mungkin dia akan jatuh cinta kepadaku,” kekeh Rasyid. Reno menyandarkan tubuhnya di kursi. “Asal kamu tidak mempermainkan perasaannya seperti wanita lain yang sudah kamu jamah,” keluh Reno. Rasyid menggeleng, “Dia terlalu berharga untuk mendapatkan hal semacam itu. Ibaratnya dia itu berlian diantara tumpukan batu kotor,” ibarat Rasyid. Reno tertawa pelan mendengarnya, “Bahkan kamu sekarang jadi lebih putitis, hemm,” ledek Reno. “But overall, I like it. Itu artinya kamu lebih bisa menghargai wanita daripada cuma kamu lempar ke kasur,” kata Reno penuh sindiran. “Kau benar, dia tak biasa dan sanggup bikin aku jadi mengubah pola pikirku soal wanita. Itu istimewa sih,” kata Rasyid dengan pandangan menerawang. Reno berdehem untuk meminta Rasyid fokus kepadanya. “Apa kamu siap, jika nantinya lelaki yang membuatnya bahagia itu bukan kamu?” Reno ingin tahu bagaimana pikiran Rasyid soal ini. Pria itu dengan cepat menggeleng, “Aku yakin tidak akan ada pria yang bisa bikin dia bahagia selain aku,” ucapnya penuh percaya diri. “Karena itu selama ini aku kawal dia untuk tahu dengan siapa dia bergaul selama ini dan siapa yang bahaya untuknya,” jelas Rasyid. “Dan yang paling penting, membuatku lebih mudah untuk mendekatinya tanpa perlu bersaing dengan lelaki j*****m di luar sana,” tambah Rasyid. Reno menghela napas tak percaya dengan apa yang Rasyid utarakan, benar-benar di luar ekspektasinya. “Elu udah mulai posesif. Mana yang lebih dominan cinta atau ambisi?” cecar Reno. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN