Bab 2. (Firasat Buruk Dewi Salju)

1029 Kata
Manusia Sihir Bermata Merah itu terus tersenyum malu-malu tanpa berbicara lagi. Dirinya benar-benar sudah melayang ke langit ketujuh atas sanjungan dari Dewi Salju. Yang melihatnya dengan tatapan penuh keheranan dengan majikannya itu. Yang ia nilai begitu aneh di penglihatannya. Tak seperti biasanya. Kembaran gaib dari Phiro itu, terus tersenyum-senyum sendiri. Hingga Saga pun berbicara, untuk mengakhiri keheningan di antara tiga manusia sihir itu. "Sudah puas bercermin nya, cermin itu akan aku taruh di dinding itu," kata Saga kepada Pharo. Yang akhirnya menghentikan senyumnya itu. Karena dirinya sudah sadar dari kege'eran nya itu. Dan bersikap sepertinya biasanya kembali. Tangan kanan Saga pun lalu mengarahkan cermin itu ke dinding Istana Salju. Terlihat cermin itu pun lalu melayang mengikuti arahan tangan kanan Saga. Hingga cermin itu pun benar-benar menempel pada dinding Istana Salju, dengan begitu lekatnya. Seakan sudah menjadi satu dengan tembok Istana Salju sejak dari awal penciptaannya. Tiba-tiba saja Pharo teringat dengan sosok Ken, sang pembuat game dunia maya, yang telah membelenggu 999 jiwa manusia dan 1 juta GW energi listrik. Untuk membebaskan Iblis Petir alias Janus dari segelnya, beberapa waktu yang lalu.Yang sungguh membuat dirinya kerepotan bukan main. "Saga, apakah Ken masih memiliki ambisi. Untuk menciptakan game dunia maya yang baru?" tanya Pharo, dengan penuh selidik. Menanyakan Ken yang sudah diantarkan oleh Saga hingga tiba di rumahnya. Sejak peristiwa di Sahara, tempat Tiga Piramida Iblis hancur untuk selama-lamanya. Karena ketiga pemiliknya telah mati. "Ya, ia sedang memprogramnya kembali," sahut Saga dengan entengnya. Seolah tanpa rasa bersalah sama sekali kepada Pharo. Mendengar jawaban dari Saga. Manusia Sihir Bermata Merah itu pun nampak terkejut bukan main. Pikirannya berkata, bagaimana bisa Saga membiarkan Ken melakukan hal itu. Membuat game dunia maya yang bisa membahayakan jiwa manusia yang memainkannya. Dirinya langsung saja menceramahi Manusia Sihir Bermata Biru ciptaannya itu, dengan begitu gencarnya tanpa jeda sama sekali. "Lalu kenapa kau membiarkannya, melakukan hal itu lagi? Kalau ia berbuat kekacauan kembali. Apakah kau ingin bertanggung jawab secara penuh? Kalau aku jujur saja. Tidak ingin masuk kembali ke game dunia maya itu lagi. Terutama ke level yang bernama Kota Hantu!" tutur Pharo, dengan panjang lebarnya. Yang membuat Saga tertawa, mendengar penuturan Pharo itu. Yang dipenuhi oleh rasa trauma terhadap tempat yang bernama Kota Hantu. Yang ada pada game dunia maya. Di mana Manusia Sihir Bermata Merah itu sangat ketakutan, dengan sosok hantu perempuan dengan wajah rusak yang dipenuhi oleh belatung yang menggeliat-geliat di penglihatannya. Yang sudah ia alami beberapa waktu lalu. "Kau rupanya paranoid terhadap Kota Hantu. Jangan khawatir, Ken hanya membuat game online biasa. Bukan game yang meminjam dan menggunakan sihir dari bangsa iblis. Seperti game dunia maya yang pernah kau masuki itu, yang menggunakan sihir dari Iblis Petir," jelas Saga, yang membuat Pharo menjadi tenang kembali. "Syukurlah, kalau itu memang benar ia lakukan," ucap Pharo, lalu tersenyum lebar. Seakan sudah tak memiliki beban sama sekali. Traumanya terhadap hantu perempuan berwajah rusak dari Kota Hantu, di dalam game dunia maya itu hilang begitu saja. Dua manusia sihir itu terus berbincang dengan penuh keakrabannya, seperti dua orang saudara kandung. Yang sudah tak berjumpa begitu lama. Hingga tiba-tiba saja. Dewi Salju memegang keningnya dengan kedua tangannya. Sepertinya kepalanya merasakan pusing yang luar biasa, hingga ia pun harus merintih kesakitan, seperti seorang manusia yang sedang merasakan sakit kepala yang begitu hebat, yang menyerang kepalanya. Yang tak sanggup ia tahannya, kalau hanya berdiam diri tanpa bersuara sama sekali. "Kenapa kepalaku bisa pusing seperti ini? Kilasan-kilasan seperti itu, kenapa harus berkelebat. Datang dan pergi seenaknya di benakku, akhir-akhir ini!?" ujar Dewi Salju berbicara sendiri, dengan penuh kekesalannya. Dengan apa yang sedang ia alami, sejak beberapa hari yang lalu. "Dewi, kau ini kenapa? Kau tidak mungkin sakit kepala. Karena kau hanyalah manusia sihir, yang tak mengenal kata sakit, seperti manusia sejati," ujar Pharo, dengan tatapan mata merahnya ke arah Dewi Salju. Mencoba memahami, apa yang sedang terjadi dengan manusia sihir perempuan ciptaannya itu. Yang wujudnya ia copy dari wujud Dewi Tali Hitam aka Dyah Taliah, sang kekasih hatinya yang sedang tersegel di Matahari bersama Iblis Samudera alias Kala Chandri. Salah satu dari 3 murid utama Dewa Sihir. Nampak keadaan Dewi Salju berangsur-angsur putih. Ia pun lalu menurunkan kedua tangan dari keningnya secara spontan. "Aku juga tidak tahu, tapi kilasan-kilasan peristiwa itu selalu saja lewat di benakku. Tanpa dapat aku prediksi. Dengan imbas, kepalaku menjadi sangat sakit sekali, seperti tadi ....," timpal Dewi Salju. Yang membuat Saga terpancing untuk bertanya kepadanya. Karena rasa penasarannya yang sangat tinggi, dengan apa yang sudah dikatakan oleh Dewi Salju, yang terlihat begitu tersiksa dengan apa yang sedang ia rasakan itu. "Memangnya, kilasan-kilasan peristiwa apa, yang bisa membuat kepalamu pusing, Dewi?" tanya Saga dengan penuh selidik. Dewi salju nampak menatap mata biru milik Saga, sebelum menjawab pertanyaan dari Saga itu. "Bulan jatuh, Bumi menjadi batu seperti Bulan, sosok berjubah merah dengan topeng bidadari yang terbuat dari emas. Sosok yang serupa dengan diriku, tapi itu bukan aku. Dan yang lebih membuat aku takut. Dirimu tersegel di planet yang sangat dingin dan gelap. Semua itu adalah kilasan-kilasan peristiwa yang lewat di benakku. Dengan 99%, pasti akan menjadi nyata," jelas Dewi Salju dengan penuh ketakutannya. Membayangkan jika kejadian itu akan menjadi sebuah kenyataan di masa depan nanti. Saga nampak berpikir dengan penjelasan Dewi Salju itu. Tetapi Pharo nampak tenang, ia lebih terfokus dengan rambutnya. Yang terus ia belai dengan tangan kanannya. Seakan ia sangat menyukai rambut barunya, yang tentu saja sama persis dengan rambut Phiro, kembaran manusia sejatinya itu. "Celaka! jika Bulan benar-benar jatuh ke Bumi. Bisa hancur dan punah makhluk hidup yang berasal dari dimensi tingkat satu. Lebih celaka lagi kalau Bumi menjadi planet batu, seperti Bulan. Sepertinya tidak akan ada makhluk hidup dari dimensi tingkat satu, yang akan hidup dan bertahan dengan keadaan Bumi yang seperti itu," ujar Saga, lalu menghentikan ucapannya sejenak, lalu melanjutkan kembali ucapannya. "Tapi siapakah sosok berjubah merah yang memakai topeng bidadari yang terbuat dari emas itu? Sedangkan sosok yang mirip dirimu itu, jelas ia adalah Dyah Taliah. Pertanyaannya dalam masalah ini adalah. Apakah mereka itu saling berhubungan? Lalu benarkah, aku harus tersegel di planet yang gelap dan dingin?" ujar Saga, dengan panjang lebarnya. Dengan banyak pertanyaan yang berputar liar di kepalanya. Yang dipenuhi oleh kekhawatiran tingkat tingginya. Terhadap keadaan Bumi di masa depan nanti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN