Benci jadi cinta

1233 Kata
Malam itu ia membeli tiket bus melalui online. Meskipun sudah meminta maaf kepada pak Wisnu, tapi tetap saja tak ada kata maaf untuk mahasiswa yang teledor. Pak Wisnu paling tidak bisa memaafkan seseorang yang tidak bertanggung jawab. Ia meminta Maideline untuk menemuinya di ruangan besok. Maideline membeli tiket bus yang sangat pagi karena takut terlambat lagi. Ia pamit kepada ibunya malam ini, kalau besok pagi takut ibunya masih tidur dan nanti menganggu. “Iyaa Lin, hati-hati yo ndok. Jadi mahasiswa itu berat apalagi kalau kamu dipilih jadi asisten dosen. Jangan teledor dan lepas tanggung jawab Lin.” Nasihat dari sang ibu yang Kembali mengingatkan Maideline tentang keteledorannya. Ia merasa bersalah. Maideline mengangguk mengerti, ia pun beranjak tidur di kamarnya. Ke Jakarta ini, ia tidak membawa apa-apa. Hanya tas selempangan kecilnya saja. Besok pagi ia berangkat pukul 6, tapi sampai jam 11 malam ia masih sulit tidur. Terlalu penuh pikirannya saat ini. Maideline mengambil HandPhonenya dan mulai bercerita semuanya kepada Sheila. Meskipun tahu tidak akan dibalas karena Sheila sedang tidur, tapi setidaknya meringankan pikiran Maideline yang menumpuk. Kadang bercerita adalah sebuah cara untuk meredakan pikiran yang menumpuk, seolah semua beban sudah dikeluarkan dari dalam diri ini. * * * Pagi itu ia berangkat jam 5 dari rumah karena bus berangkat pukul 6 pagi. Pagi itu juga Sheila membalas pesan dari Maideline. Pesan semangat dari Sheila yang sedikit menyebalkan. “Semangat Mel, semoga gak jatuh cinta yaa hahahah.” Memang sahabat yang menyebalkan. Pagi-pagi sudah bikin emosi. Sepanjang perjalanan menuju Bandung, ia kepikiran dengan kata-kata Sheila temannya itu. Mana mungkin ia jatuh cinta dengan dosen aneh itu. Dosen menyebalkan yang membuatnya harus sibuk seperti ini. Tiba-tiba saja pak Wisnu mengirimkan pesan kepada Maideline. Ia meminta Maideline untuk menemuinya jam 8 pagi di ruangannya. Maideline membalas pesan itu dengan sangat sopan. Setelah itu tidak ada jawaban lagi dari pak Wisnu. Sepanjang jalan Maideline hanya menghadap jendela bus, memperhatikan jalanan dan kendaraan yang lalu Lalang. Ia tidak mengerti dengan perasaannya. Malam terakhir bertemu dengan pak Wisnu benar-benar membuat hatinya berantakan. Bagaimana tidak, rambutnya diacak-acak seperti seorang kekasih yang sudah lama berpacaran. Namun, ia berpikir bahwa itu hanyalah perasaan kaget saja. Sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan ketika bersama ayahnya. Sebagai seorang anak perempuan yang memang tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari sang ayah, akan lebih mudah luluh kepada laki-laki yang sangat perhatian kepada dirinya. Miadeline tiba di Bandung pukul 8 pagi dan ia langsung berangkat ke kampusnya menggunakan kendaraan online. Setibanya di kampus, HandPhonenya berdering, sebuah pesan dari pak Wisnu. “Tidak usah ke ruangan saya, datangi saya di kantin.” Maideline membalas, “Baik pak.” Menggunakan emoticon jempol. Masih pagi sudah dibuat kesal dengan dosen aneh itu. Maideline pun berjalan menuju kantin. Kantin fakultas pagi itu cukup sepi. Setibanya di kantin, ia melihat pak Wisnu duduk di bangku tengah, persis di depan pedagang mie ayam. Dia menghampiri bangku tersebut dan menyapa pak Wisnu. “Misi pak,” katanya dengan nada sopan. Pak Wisnu mempersilahkan Maideline untuk duduk tepat di depannya. Maideline menarik kuris, lalu duduk di atasnya. Maideline gugup. Segala scenario buruk mulai bermunculan dibenaknya. “Kamu udah makan?” tanya pak Wisnu, membuat Maideline bingung. “Udah pak,” jawab Maideline singkat. Dari arah barat, pedagang mie ayam datang menghampiri meja mereka. Ia membawa mie ayam serta minuman untuk pak Wisnu. Setelah mengantarkan makanan, pedagang itu Kembali ke tempatnya. “Saya makan dulu ya,” kata pak Wisnu dengan santai, seolah tidak ada hal yang penting untuk dibicarakan. Maideline sebenarnya sudah ketakutan ketika disuruh menemui pak Wisnu karena keteledorannya semalam. Maideline menarik napasnya dalam-dalam, lalu membuangnya. 15 menit berlalu, pak Wisnu selesai makan. Ia mengambil gelas yang berada di sebelah piringnya dan meminumnya, lalu setelah itu ia berbicara kepada Maideline. “Lagi-lagi keteledoran kamu yang membuat kamu kena masalah. Saya jadikan kamu sebagai asisten dosen itu supaya kamu bisa bertanggugng jawab sama tugas kamu dan tidak teledor lagi,” kata pak Wisnu dengan suara lembut seolah sedang menasehati anaknya sendiri. Semua skenario buruk yang ada di kepala Maideline ternyata tidak terjadi. Pak Wisnu tidak marah kepadanya, justru pak Wisnu menasehatinnya dengan kalimat yang sopan dan lembut. “Baik pak. Saya salah. Tapi tolong jangan turunin nilai saya ya pak, saya janji gak akan teledor lagi,” kata Maideline sambil memohon-mohon kepada pak Wisnu. Melihat hal itu, dosen resek yang satu ini benar-benar jahil. Dia tertawa. Ternyata tugas semalam itu hanya bukti kejahilan pak Wisnu saja, lagi-lagi dia ingin menjahili mahasiswinya itu. Melihat dosennya itu, tangan Maideline sudah gatal sekali untuk menjambak rambut klimis pak Wisnu. Maideline berdiri dari kursinya dan tangannya menjambak rambut dosen itu sambil mengatakan, “DOSEN NYEBELIN!!!!” Seisi kantin melihat kejadian itu. Hanya ada beberapa pedagang dan tidak ada mahasiswa ataupun staf petugas. Pak Wisnu berteriak kesakitan, akar rambutnya hampir copot saking kuatnya tarikan tangan Maideline. Mendengar teriakan pak Wisnu, Maideline baru sadar kalau ia sedang menjambak seorang dosen. Tangannya pun dilepas dari rambut pak Wisnu, Maideline tersipu malu dia memasang muka bersalah. Pak Wisnu merapihkan rambutnya Kembali, lalu menarik napas panjang untuk berbicara. “Kamu tuh bener-bener kurang ajar ya jadi mahasiswi!!!” kata pak Wisnu dengan tegas, seolah tidak mau kehilangan wibawa sebagai dosen. Mukanya merah, antara menahan sakit atau menahan malu di depan para pedagang dan tukang kebun yang sedang bekerja. “Ikut ke ruangan saya!!” kali ini ia benar-benar marah, nadanya sudah mulai naik. Maideline mengangguk menahan tangis dan malu, bibirnya melebar menampakkan senyum palsu. “Ba..baik pak,” katanya dengan terbata-bata. Para pedagang dan tukang kebun pura-pura tidak tahu tentang hal ini, mereka fokus dengan kerjaannya, tapi kupingnya mendengar perkataan pak Wisnu. Pak Wisnu jalan duluan menuju ruangannya, ia meletakkan beberapa lembar uang di atas meja untuk membayar makanannya tadi. Maideline mengikutinya dari belakang, berjalan sambil menunduk agar wajah tidak terlihat bahwa ia sedang menangis. Maideline ketakutan, tangannya benar-benar reflek tadi menjambak rambut pak Wisnu. Maideline memang kalau sudah geregetan akan melakukan hal itu. Gemas saja rasanya menurut dia. Setibanya di ruangan pak Wisnu langsung duduk di kurisnya, Maideline duduk di kursi depannya. Berhadap-hadapan. “Maaf pak, saya tidak sengaja tadi,” kata Maideline. Ia sudah berusaha sekuat mungkin untuk menahan tangis. “Saya yang minta maaf karena sudah membentak kamu. Tadi saya ngebentak karena tidak mau kehilangan wibawa sebagai dosen. Kamu kan tadi liat, di kantin banyak pedagang dan tukang kebun,” kata pak Wisnu sambil tersenyum, dia merasa berhasil karena sudah menjahili mahasiswinya itu. Maideline terkejut, ternyata pak Wisnu yang meminta maaf kepadanya. “Ishhh, bapak bener-bener dosen nyebelinnn.” Kali ini jambakan dari Maideline benar-benar kencang. Dia menjambak sambil berbicara, “Bapak tanggung jawab, saya hampir nangis tadi. Kalau saya nangis bisa botak kepala bapak ini.” Pak Wisnu tertawa saja melihat kelakukan mahasiswinya itu. Ruangan dosen itu sepi. Hanya ada Maideline dan pak Wisnu. Pak Wisnu meminta maaf kepada Maideline, lalu menarik tangan mahasiswinya itu dan memeluknya. Sebuah kejadian yang tak pernah diduga oleh Maideline. “Kamu lucu, tetep jadi diri kamu ya,” kata pak Wisnu. Setelah itu ia melepaskan pelukannya dan mengacak-ngacak rambut Maideline. Rambutnya yang diacak, hatinya yang berantakan. Pak Wisnu pun menyuruh Maideline untuk pulang. Lagipula ruangan dosen itu sangat sepi, akan sangat rawan jika mahasiswi dan dosen laki-laki di satu ruangan yang sepi. Kejadian tadi benar-benar membuat Maideline salah tingkah selama di perjalanan pulang menuju kosannya. Wangi parfum pak Wisnu masih menempel di bajunya, mungkin sengaja tidak ia cuci. Ternyata benar, benci bisa jadi cinta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN