-10-

4439 Kata
Namun ketika mereka mendekat dan melihat kaki anak buahnya patah dan agak belok, mereka memegangi kepala sembari menelan ludah berkali-kali. “Bagaimana bisa kamu mematahkan kakinya?” Mereka bertanya padaku dengan nada takut. “Kan aku sudah bilang, kalau aku bukan anak kecil biasa. Makanya jangan suka meremehkan.” Aku memukul perut mereka. Dua-duanya tersungkur karena kesakitan. Mereka meminta ampun sembari memegangi perutnya. Aku memintanya untuk duduk. Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan pada mereka. “Om namanya siapa?” Aku duduk sembari menekuk kakiku. “Aku Karsa, tengah Aksara, dan yang paling sana Dewa.” Karsa memperkenalkan semua teman-temannya. Malam yang dingin membuat tubuhku sedikit kedinginan. Aku meminjam jaket ke mereka. Mereka berebut memberikan jaket itu padaku. “Sebenarnya aku tidak ingin mengganggu kalian tadi. Tetapi karena aku melihat kalian ingin mencuri di rumah orang yang tidak punya, aku tidak terima. Kenapa kalian tidak mencuri di rumah orang kaya saja?” Aku bertanya secara diplomatis. “Jadi yang tadi mengganggu kami bukan setan tetapi kamu?” Aku mengangguk ketika Om Dewa bertanya itu padaku. Aku katakan mereka kalau aku memiliki kekuatan khusus dan aku mau membantu mereka asalkan hanya saat mencuri di rumah orang kaya saja. Aku tidak mau mereka mencuri di rumah orang yang untuk makan saja harus banting nyawa. “Kami takut kalau ingin mencuri ke rumah orang kaya. Karena pasti rumah mereka dijaga banyak penjaga. Belum lagi di setiap sudutnya terpasang kamera CCTV. Jika sama-sama berisiko mendingan mencuri di rumah orang biasa. Jarang sekali ketahuan.” Om Dewa memberi alasan. “Aku bisa menerima alasan itu. Kalau begitu ayo kita mencuri di rumah orang kaya.” Aku beranjak. Jaket tadi aku kembalikan. Mereka mulanya ragu dengan ajakanku. Matanya saling bertukar pandangan dan bertanya-tanya. Tetapi pada akhirnya mereka mau. “Kamu yakin kan punya kekuatan khusus? Aku takut kalau kami nanti ketahuan hanya gara-gara mengikuti keinginan anak kecil. Nanti malah menjadi berita yang konyol.” Mereka masih kurang yakin dengan kekuatanku. Aku tidak berkata apa-apa lagi. Tanganku bergerak ke atas lalu aku tarik sampai menyentuh dadaku. Mereka menatapku konyol. “Coba kalian lihat ke belakang.” Aku menjuk belakang mereka. Mereka seketika menurut saja. Betapa terkejutnya mereka ketika motor yang mereka pakai sudah ada di belakang mereka. “Apa kalian masih ragu denganku?” Aku terkekeh. “Kami yakin. Kalau begitu ayo.” Mereka naik motor bertiga. Sedangkan aku memilih berlari mengejar mereka. Mereka menjelaskan ada rumah bagus milik seorang wakil rakyat di sana. Aku kegirangan mendengar hal itu. Aku minta mereka untuk mempercepat laju motornya. Kesabaranku sudah terkikis oleh keinginanku. “Kenapa kamu senang sekali membuat orang kaya kesusahan?” Mereka bertanya di tengah-tengah laju motor mereka yang semakin kencang. “Karena orang kaya senang melihat orang miskin kesusahan. Mereka banyak yang bertingkah seenaknya dan menindas rakyat miskin.” Tanganku mengepal dan wajahku seketika memerah. Mereka mengangguk, membenarkan apa yang aku pikirkan. Mereka juga bercerita tentang nasib mereka. Sebenarnya pencuri tidak pernah ingin menjadi pencuri kalau tidak terpaksa. “Sudah ke mana-mana aku mencari kerja, tetapi selalu saja ditolak dengan alasan aku bertato dan pernah ada catatan kejahatan. Apa mereka tidak mengenal kalau setiap orang pasti bisa berubah ya?” Aku hanya mengangguk mendengarkan mereka bercerita. Entah berapa lama, tiba-tiba kami sampai di depan rumah yang sangat megah. Tetapi ketika kami hendak masuk, penjaga rumah itu keluar.  [][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][] 18. Malam-malam Aloysius mendatangiku. Aku yang sejak tadi memantengi layar kegiatan Aloysius dan anak-anak di sekolah, mempersilakannya masuk. “Ada apa Alaoysius?” Aku menyerahkan secangkir kopi kesukaannya yang sudah aku siapkan usai dia meneleponku tadi. “Mark. Kamu pasti sudah melihat kegiatan di sekolah tadi?” Aloysius menanyaiku sambil meminum secangkir kopi yang aku berikan tadi. “Aku sudah melihatnya. Kedatanganmu tidak lain tidak bukan pasti hanya untuk mengajakku membahas Aleksia.” Aku tersenyum dan meletakkan secangkir kopiku di meja. Aloysius duduk di kursi tanpa aku persilakan. Aku mengikutinya. Dia menjelaskan tentang keajaiban yang dimiliki oleh Aleksia. Cerita yang keluar dari bibirnya membuatku harus menyimak dengan khusuk. Kekuatan Aleksia membuat dia terkagum-kagum. “Mungkin Aleksia adalah orang yang kita cari-cari selama ini, Mark.” Aloysius menggelengkan kepala. “Aku belum bisa mengetahui seberapa besar kekuatannya. Dia terlalu hebat menyembunyikan kekuatannya. Yang jelas usulku waktu itu untuk merekrutnya sempat kamu tolak.” Aku tertawa menyindir. “Untuk soal itu seharusnya kamu tidak perlu membahasnya. Memang waktu itu aku salah karena sempat menolak. Tapi kan pada akhirnya aku juga mengambilnya.” Aloysius memasang wajah muram. Aku tertawa. Aku katakan padanya, semua kekuatan itu bisa datang dari mana saja. Bukan hanya dari desa-desa terpencil atau kota-kota yang megah. Dari kampung pengepul sampah pun kita bisa mendapatkan hal yang istimewa. “Kita bisa menemukan pohon yang rindang bukan hanya di kebun saja, Aloysius. Makanya lain kali jangan meremehkan terlebih dulu.” Aku tersenyum. “Baiklah, baiklah. Sekarang kita harus bagaimana? Apa melatihnya terus-menerus atau membiarkannya?” Aloysius meminta pendapat. “Jangan. Biasanya orang seperti dia mempunyai kebosanan yang lebih tinggi dari orang pada umumnya.” Aku langsung melarangnya. Usulannya sama sekali tidak masuk. Aku memintanya untuk membebaskan saja. Karena tadi aku melihat dia begitu hebat. Anak seusinya bisa mempelajari kekuatan milik orang lain dengan cepat. Bahkan dia bisa mengendalikannya dengan sempurna. Butuh lima tahun aku untuk bisa seperti Aleksia. Jujur aku sendiri pun mengakui kehebatannya. Kekuatanku pun mungkin tidak bisa menandinginya. “Jangan lupakan misi dari VENOM yang sudah kita bangun bersama-sama. Mungkin ke depannya, kita akan banyak musuh. Jadi jangan lupa terus asah anggota kita agar kekuatannya semakin meningkat dan meningkat.” Aku mengingatkan Aloysius akan hal itu. “Baik. Tidak lama lagi kita akan bisa menguasai dunia dengan memanfaatkan kekuatan Aleksia. Dia perempuan yang sangat kita andalkan ke depannya.” Aloysius tersenyum. Ketika kami asyik mengobrol dan meminum secangkir kopi, tiba-tiba alarm berbunyi. Refleks aku meraih alarm itu dan mendengarkan bahaya yang sedang terjadi. “Maaf Bos. Markas kita diserang oleh sekelompok paranormal yang entah dari mana. Kami berhasil menahannya.” Penjaga markas memberitahukanku jika ada yang berani menyerang markas ini. “Baiklah. Kamu tahan dulu, aku akan segera turun membantu kalian.” Aku menutup alarm itu. Aloysius bertanya. Aku jelaskan jika markas ini sedang diserang. Dengan raut marah dia segera lari keluar meninggalkanku. Aku terperangah, bagaimana bisa dia lari tanpa mengajakku. Aku pun bergegas turun dan melihat siapa yang berani menyerang markas ini. Aloysius sudah membantu mengalahkan musuh-musuh itu. “Mana pemimpinmu?” Aku yang turun hanya melihat mereka tergeletak langsung saja mencari pemimpin mereka. “Ada di atas pohon itu, Tuan.” Aku melihat pohon yang ditunjuk oleh salah satu dari mereka. Seketika pisau terbang ke arahku, dengan sigap aku langsung menangkap pisau itu. Pisau lain menyusul dan serangan itu sama sekali tidak merepotkanku. “Keluarlah kalau berani, jangan jadi pengecut yang hanya berani menyerang secara diam-diam.” Aku memintanya keluar. Tetapi dia tidak mau keluar. Aloysius yang tidak sabar karena hal itu, langsung berlari dan memanjat pohon itu. Mereka terlibat pertarungan yang hebat. Cahaya dan api keluar dari balik pohon itu. Kilatan petir membuat ranting-ranting pohon jatuh serta daun-daun berguguran. Aloysius berhasil melumpuhkan dia. Dia akhirnya menyerah dan rela dibawa ke hadapanku oleh Aloysisus. “Kenapa kamu menyerangku lagi? Bukankah aku sudah membebaskanmu waktu itu, Dalot?” aku menggeleng keheranan. “Seharusnya aku yang bertanya pada Tuan. Kenapa membuatku gagal ketika aku sedang bertugas di desa sana waktu itu?” Dalot memprotesku. “Aku sudah katakan padamu. Jangan menjarah hasil tani mereka. Tugas kita, musuh kita adalah para pejabat negara. Makanya aku menggagalkan semua rencanamu. Itu bukan levelmu. Kalau kamu mau menyerang aparat dan yang lainnya, aku malah akan membantumu.” Aku jelaskan  semua dengan detail. Dalot yang sudah berusia tua ini sempat tinggal di sebuah desa menjadi paranormal. Dia sangat dipuja-puja karena keberhasilannya membuat para petani panen dengan cepat. Namun ketika dia meminta jatah yang lebih banyak, aku tidak suka. Aku perintahkan anggotaku ke sana dan menggagalkannya. “Gara-gara itu, aku menjadi viral. Semua orang mengetahui kalau aku paranormal palsu.” Dalot menggeleng dan menangis. “Tenanglah. Kamu akan tetap menjadi anggota VENOM. Bekerja lah dengan baik. Maka aku akan mengembalikan kekuatanmu.” Aku memintanya untuk duduk. Dalot mengangguk. Aku meminta mereka untuk masuk karena tidak baik membicarakan perihal privasi di depan kantor. Mereka semua menurut. Ada yang perlu banyak aku bicarakan dengan mereka. *** Mereka semua aku bawa ke markas. Jason yang susah dibujuk agar membuang bola apinya itu, akhirnya menurut. Dia datang sendiri ke markas ini tanpa ada yang meminta atau mengarahkannya. Sepanjang perjalanan tadi, mereka belum juga mengaku soal siapa mereka sebenarnya. Mungkin mereka akan mengaku ketika kami kerjai di markas ini. “Kamu tidak mengenal siapa anak ini?” aku bertanya dengan nada yang bersahabat. “Aku tidak mengenalnya. Kekuatannya sangat luar biasa.” Pimpinan paranormal itu menggelengkan kepala. Aku jelaskan pada mereka tentang perjalanan kami waktu itu. Mereka terkejut, terutama pimpinan paranormal itu. “Jadi kalian bertemu dengan kepala desa? Dia memberikan mantra ke benda-benda ini?” Paranormal itu terkejut. “Iya. Dia juga memberitahu kami soal tanda L yang ada di bawah telingamu. Kalau ada tanda L pasti kalian anggota LIGHTBORN.” Aku tersenyum sembari menunjuk tanda L di bawah telinganya. Mereka akhirnya mengaku karena memang siapa pun yang dipilih oleh kepala desa adalah pihak yang baik. “Kepala desa merupakan orang yang sulit mempercayai orang. Makanya kami langsung mengaku pada kalian karena kalian mengetahui betul soal LIGHTBORN dan desa paranormal, di mana kami berasal.” Paranormal itu mengaku juga akhirnya. “Kami siap membantu kalian, jika kalian membutuhkan kami.” Paranormal itu menawarkan jasanya. Aku jelaskan pada mereka tentang p*********n waktu itu di markas ini. Mereka menyimak dengan baik ceritaku. Sesekali mereka menanggapi kalau hal itu memang kegiatan paranormal. Kekuatan yang mereka miliki, mereka gunakan untuk membunuh siapa pun. “Aku rasa markas ini memang akan menjadi target mereka. Bukan hanya sekali. Tetapi berkali-kali. Kalian perlu berhati-hati. Biar aku dan yang lain membantunya.” Dia mulai menyimpulkan usai aku menceritakan semuanya. “Lalu siapa yang menjadikan markas kami target? Dan kenapa mereka ingin menyerang markas kami terus menerus?” “Mereka adalah VENOM. Sudah lama mereka ingin menguasai negara ini. Maka mereka mengincar markas-markas aparat agar negara ini tidak memiliki pertahanan dan mereka bisa menyerang seenaknya lalu menguasai negara ini.” Paranormal itu membongkar identitas musuh yang selama ini menyerang markas kami. Selain itu, aku juga mulai menanyakan nama mereka. Paranormal itu bernama Gareth. Dia pimpinan organisasi itu dan sekaligus pendirinya. Aku beruntung bisa langsung menangkap pimpinannya sekaligus tanpa perlu bersusah payah mencari ke mana-mana. Ketika kami asyik mengobrol, membahas dunia paranormal. Tiba-tiba terjadi ledakkan di ruang senjata. Aku meminta Tedjo untuk mengecek. “Bom yang ada di ruang senjata tiba-tiba meledak sendiri, Komandan.” Tedjo melaporkan keadaan dengan bibir yang bergetar. Raut wajahnya tampak ketakutan. “Lepaskan aku. Pasti itu mereka datang lagi. Biar kami yang melawannya.” Gareth memintaku untuk melepaskannya. Aku lepas borgol mereka dan aku keluarkan mereka dari penjara. Mereka langsung berlari menuju ruang senjata. Aku dan yang lain menyusul. Tetapi ketika kami di sana, kami tidak bisa melihat orang-orang yang menyalakan beberapa bom. “Kalian pasti tidak bisa melihat mereka. Mereka ada di depan kami. Jumlah mereka kurang lebih ada lima belas orang.” Gareth menunjuk ke arah di mana tidak ada siapa-siapa di sana. “Benar. Kami tidak bisa melihat mereka. Kenapa bisa begitu?” Aku terheran-heran. “Mereka menggunakan kekuatan menghilang yang mereka miliki untuk menyerang kalian secara diam-diam.” Gareth tersenyum jumawa. Aku tidak mengatakan apa-apa lagi dan mempersilakan mereka bertarung. Jason tiba-tiba muncul membawa makanan yang entah dia dapatkan dari mana. Aku rasa dia mengambil jatah makan kami yang sudah disediakan di dapur. “Dalot. Apa kabarmu?” Gareth ternyata mengetahui nama dari musuh itu. “Gareth. Ternyata kamu berpihak pada aparat-aparat sialan itu. Digaji berapa kamu?” Dalot terkekeh. “Berapa pun gajinya, itu tidak terlalu penting untukku. Karena memihak kebenaran memiliki nilai yang tinggi. Bahkan uang pun tidak bisa membelinya.” Gareth menggaruk-garuk dagunya. Dalot menertawai Gareth. Dia mengatakan kalau Gareth tidak lebih hanya seorang penjilat. Gareth pun tersulut emosinya dan seketika mereka bertarung. “Meskipun sudah berumur, gaya bertarung boleh juga.” Gareth mengumbar senyum meremehkan. Dalot yang merasa terhina, mengeluarkan semua kekuatannya. Dia menyambar tubuh Gareth dengan petir-petir yang keluar dari kedua tangannya. Entah mengapa, ketika bertarung, mereka semua menampakkan tubuhnya. Sehingga jelas sekali kami bisa melihat pertarungan yang menarik ini. “Kenapa orang dewasa suka bertarung? Apa tidak ada hiburan lain selain bertarung?” celoteh Jason di tengah-tengah kesibukannya mengunyah beberapa piring makanan yang dia bawa tadi. “Sebaiknya kamu membantu mereka daripada menceloteh tidak jelas begitu.” Willy mendengus kesal. Dia merasa jatah makannya juga diembat sama Jason. Malam ini akan menjadi malam yang panjang dan menyibukkan. Tamu tak diundang datang. Seharusnya mereka datang pagi-pagi. Kalau malam begini waktunya kami beristirahat. “Sejak kapan kamu menjadi sekuat ini, Gareth? Padahal waktu kamu masih ingusan, kamu seperti perempuan penari yang lemah gemulai.” Dalot melempar ejekkan balik. “Diam saja kamu si bangkot Tua. Tidak perlu membawa-bawa masa lalu kemari.” Gareth melayangkan pukulan tepat di perut Dalot. Dalot tersungkur. Dia mengumpat karena tidak berhasil menghindari pukulan itu. Para anggotanya juga berperang dengan anggota Gareth. Mungkin ini menjadi reoni yang indah buat mereka. Karena malam sudah kian gagah berdiri di tahtanya, aku mengambil senjata yang sudah diberi mantra oleh kepala desa. Dengan satu tembakan yang berhasil mengenai kaki Dalot, seketika mereka menghilang dan pergi entah ke mana. “Kenapa kalian menembaki mereka?” Gareth bertanya dengan nada protes. Tentu saja dia merasa kecewa karena pertarungan mereka belum selesai. “Ini sudah malam. Biar mereka datang besok untuk balas dendam. Sekarang kita perlu istirahat.” Aku meninggalkan mereka tanpa mau mendengar apa yang mereka katakan. *** Kami panik dan bersembunyi di balik semak-semak ketika penjaga rumah itu nyaris menghampiri kami. Aku meminta mereka untuk diam. “Aku akan menggunakan kekuatanku masuk menyelinap dan memetaikan CCTV nya terlebih dulu. Nanti kalau aku memberi kode, berarti kalian sudah boleh masuk.” Mereka mengangguk. Aku pun menggunakan kekuatan menghilangku. Dengan sangat tenang aku memasuki rumah wakil rakyat tersebut melalui gerbang. Jalanku sangat santai dan aku masuk ke rumah mereka dengan menembus pintu utama. Ketika di dalam rumah yang megah itu, aku mulai mencari di mana letak ruangan CCTV tersebut. Siapa tahu ruangan itu ada di pintu sebelah kiriku. Aku berjalan pelan menuju ruangan itu. “Rumah ini terlalu gelap. Coba aku nyalakan lampunya dulu.” Aku menggerutu karena memang rumah sebesar ini tidak ada sedikit pun cahaya untuk menerangi jalanku. Ketika lampu menyala, aku bisa dengan jelas melihat keadaan sekitar. Kembali aku berjalan menuju ruangan itu. Ketika aku buka ternyata bukan ruangan CCTV. Sialan. Mungkin ruangannya ada di dekat pos jaga. Kenapa tidak kepikiran sejak tadi. Aku berjalan ke sana dengan buru-buru. Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Keburu pagi pikirku. “Kenapa mereka semua pada bangun sih.” Aku mendengus kesal ketika mendapati para penjaga masih bangun dan memantengi layar CCTV. “Aku tadi melihat ada orang di luar rumah. Mereka berempat, yang satu anak kecil.” Aku tertawa mendengar mereka mempeributkan kami. “Mungkin kamu salah lihat. Tadi aku keluar tidak ada siapa-siapa. Barusan aku kembali, juga tidak ada siapa-siapa.” Penjaga yang keluar tadi memberikan pembelaan. Aku kerjain saja mereka. Batu yang ada di bawahku aku ambil dan aku lempar ke atas genteng. Mereka terkejut dan menjerit bersamaan . “Siapa yang melempar batu malam-malam begini?” Mereka saling tatap. Rasa takut hingga di tubuh mereka. “Coba kamu cek.” Salah satu dari mereka merintah. “Kamu saja.” Satunya tidak berani. “Sudah kamu saja. Kan di sini dia yang paling berani.” “Tidak, kali ini yang paling takut.” DERR! Mereka berteriak lagi dan sama-sama keluar mengecek genteng. Tidak ada siapa-siapa. Aku cekikan melihat ketakutan mereka. Ketika mereka berada di pintunya, aku putar-putar kursi itu. Mereka berteriak dan lari tunggang langgang keluar. “Kesempatan.” Aku segera mencabut kabel colokannya. Seketika kamera di rumah ini mati semua. Aku memanggil mereka karena keadaan sangat aman. Para penjaga sudah kabur karena mengira ada hantu di rumah ini. Kamera CCTV juga sudah aku matikan. “Kini giliran kalian yang beraksi. Ambil semua benda-benda berharga yang bisa kita jual.” Aku memerintahkan mereka. “Lalu kamu?” Mereka bertanya tugasku. “Aku akan berjaga-jaga. Siapa tahu mereka akan kembali. Bukankah itu menakutkan?” Aku melirik mereka. Mereka mengangguk dan langsung masuk ke rumah dengan mudahnya. Aku menguap karena memang sudah larut malam. Sekarang sudah pukul setengah tiga pagi. Sebentar lagi pagi akan menjelang dan aku belum juga tidur. Ketika aku hendak tertidur, para penjaga itu datang lagi membawa senjata. Wah ini gawat. Seketika aku membuat ulang lagi. Aku mengambil air satu ember dan menyiram mereka dengan air itu ketika mereka berdiri di dekat pohon. “Kata orang, kalau kita disiram air ketika ada di bawah pohon, artinya, kita sedang dikencingi setan.” Salah satu dari mereka langsung lari tanpa mempedulikan temannya lagi.   19. Pagi hari ketika aku bangun, Dalot dan yang lainnya datang ke markas. Dia mengabarkan kalau mereka kalah dengan aparat. Kabar itu mengundang murkaku. Aku berjalan ke arah mereka dengan tatapan marah. “Kenapa bisa kalian kalah?” aku mengepalkan tangan karena merasa tidak wajar jika mereka kalah. Padahal kekuatan mereka jauh di atas rata-rata manusia biasa. “Kami tidak akan kalah jika mereka tidak dibantu dengan Gareth.” Dalot menggelengkan kepala. Dia masih memosisikan kepalanya sama seperti saat pertama menghadapku. “Gareth? LIGHTBORN itu? Apa mereka bekerja untuk pemerintah?” Aku terkejut ketika Dalot menyebut nama itu. “Benar, Bos. Mereka sekarang berpihak pada pemerintah. Entah mereka dibayar berapa, yang jelas mereka membantu pemerintah.” Aku meremas kertas yang ada di mejaku. Sudah sejak lama aku dan Gareth bermusuhan. Sejak kami berbeda pandangan soal dunia paranormal ini. “Bodoh sekali. Kenapa dia malah memilih menjadi b***k, padahal dengan menguasai dunia ini. Kita akan menjadi penguasa.” Aku mengumpat. Dalot hanya menggelengkan kepalanya. Dia tidak tahu apa yang aku bicarakan tentang Gareth. Dia terlalu tua untuk berpikir. “Kalau begitu, besok kita kerahkan kekuatan yang lain. Biar Gatot yang akan membantu kalian menyerang mereka lagi.” Aku sudah tidak bisa menahan untuk berperang dengan mereka. Tentunya kekalahan ini adalah cambuk untukku. Mana mungkin VENOM akan kalah dengan LIGHTBOTN yang hanya terdiri dari beberapa anggota saja. Untuk mengambil kekayaan pemerintah biar yang lain saja. Aku akan mengalihkan tugas Gatot agar mau membantu Dalot menyerang markas aparat. “Coba kamu telepon Gatot. Aku ingin berbicara dengannya.” Aku menyuruh Dalot menelepon Gatot. Sembari menunggu teleponnya, aku meminta pelayan membuatkanku secangkir kopi. Pagi yang kurang baik. Seharusnya pagi ini aku mendapatkan kabar kemenangan dari anggota Dalot dan bisa mengurangi pertahanan mereka. “Gatot tidak bisa dihubungi, Bos.” Dalot menyerahkan teleponnya. “Mungkin dia masih tidur. Gareth hanya bisa diimbangi dengan kekuatan Gatot. Mereka seperguruan juga denganku. Makanya, Gatot lebih paham soal Gareth ketimbang kamu.” Aku menyerahkan telepon miliknya dan memintanya untuk pergi. Aku melihat wilayah negeri ini dari atas markas. Aku ingin menenangkan diri sekaligus menambah kekuatanku di lantai paling atas. “Dunia ini akan dikuasi oleh paranormal. Kita akan berkuasa wilayah demi wilayah.” Aku mengepalkan tangan, bersemangat untuk misiku tersebut. *** Aku terpaksa kembali ke sekolah meninggalkan para pencuri itu. Mereka terlalu rakus. Aku sudah bilang padanya agar tidak mencuri terlalu banyak. Tetapi mereka tetap bersikeras. Karena itulah aku meninggalkan mereka. Ayah sudah menungguku di ruangan. Dia ingin berbicara padaku soal siapa saja yang cocok dijadikan anggota VENOM. “Kenapa Ayah memintaku untuk selalu gabung dengan VENOM?” Aku benar-benar tidak tahu alasannya. “Kita sudah lama dipandang sebelah mata oleh manusia biasa. Paranormal dianggap parasit dan mengganggu. Makanya aku ingin mensejahterakan hidup semua paranormal yang ada di dunia ini. Aku ingin kamu memilih lima temanmu untuk menemanimu menajdi anggota VENOM. Mark ingin bertemu dengan kalian.” Ayah begitu menggebu-gebu. “Aku hanya ingin Agatha bersamaku. Selebihnya, Ayah sendiri yang akan memilihnya. Aku tidak mengenal mereka semua. Aku hanya mengenal Agatha saja.” Ayah mengangguk menerima usulanku. Katanya VENOM harus mempunyai banyak anggota lagi. Kini musuh bebuyutan VENOM telah bangkit dan mereka berpihak pada orang kaya. *** Kini usiaku menginjak 20 tahun. Aku sudah mulai mengerti tentang apa itu hidup. Sudah lama aku merasakan hidup di bawah arahan Mark. VENOM sangat berambisi. Sudah beberapa kota di dunia ini berhasil mereka taklukan. “Aleksia. Apa kabar?” Aku yang sedang melatih otot-otot lenganku yang mulai kendor, terkejut dengan suara itu. “Ah, Agatha. Seharusnya aku yang bertanya padamu.” Aku meletakkan peralatan olah ragaku dan menghampirinya. Tempat fitness ini menjadi tempat pertemuanku kembali dengan Agatha setelah beberapa tahun silam mereka memaksa kami untuk berpisah. “Bagaimana kerjaanmu di sana? Sudah berapa musuh yang kamu kalahkan?” Aku tersenyum menggodanya. “Mungkin sudah banyak. Tetapi musuh itu terus bertambah. Mati satu tumbuh seribu. Aku sampai kewalahan. Beberapa trik yang kamu berikan sudah aku gunakan semua. Kalau kamu sendiri bagaimana?” Dia melihat tubuhku dari atas ke bawah. “Aku masih menjadi penyerang misterius. Tidak perlu banyak tindakan. Semua musuh mati karena seranganku.” Aku tertawa menggeleng. Begitu juga dengan Agatha. Kami bercanda sembari keluar dari ruangan fitness ini dan menuju ruang makan. Beberapa orang menyapa kami. Oh iya perlu diketahui, sejak kami diangkat menjadi anggota resmi, kami menjadi atasan langsung. Meskipun masih ada satu parasit yang membuatku kesal yaitu, Amanda. “Bagaimana dengan Amanda?” Agatha masih saja ingat dengan si bocah tengil itu. “Seperti waktu dia masih kecil. Dia suka memerintah seenaknya di kantornya. Dia ingin menjadi pimpinan tertinggi di markas ini.” Aku mengangkat bahku, tanda kesal. Agatha tersenyum sembari menggelengkan kepala. Katanya pasti tidak enak bekerja satu tempat dengan Amanda. Tentu saja. Dan aku sendiri mulai bosan dengan kehidupan paranormal yang misterius ini. “Aku selalu mengagumimu, Aleksia. Sampai kapan pun. Bahkan beberapa kali aku melihat berita p*********n secara misterius. Tentu saja aku tahu kalau semua itu adalah kekuatanmu. Berkatmu juga aku bisa ditempatkan menjadi pimpinan di pulau Sumatera.” Agatha memegang tanganku. “Jangan begitu, semua ini karena kerja sama dari semua. Bukan aku yang membuat VENOM bisa sebesar ini. Bahkan aku juga belum mampu mengalahkan LIGHTBORN. Mereka masih sama kuatnya dengan kita.” Aku tersenyum. Pesanan kami datang. Aku memakan dengan lahap mie yang aku pesan. Sudah sejak pagi tadi aku belum makan sama sekali. Agatha juga memakannya dengan lahap. “Aku tidak percaya kamu sudah tumbuh secantik ini, Aleksia. Tadi aku sempat kebingungan mencarimu. Berkali-kali pelayan menunjukmu ketika kami datang di fitness tetapi aku tidak percaya. Aku kira dia tidak mengenalimu. Dia terus menunjukmu hingga aku berani mendekatimu tadi.” Agatha tertawa sedikit mengejek. “Memangnya aku yang dulu sejelek itu ya sampai-sampai kamu tidak percaya aku bisa berubah seperti ini.” Aku mengerlingkan mata tanda tidak setuju. “Ah aku cuma bercanda. Aura kecantikanmu sudah terpancar sejak kamu kecil.” Agatha memujiku. Entah karena terpaksa atau tidak, yang jelas aku tidak peduli. Aku bertanya tentang kondisi di sana, kata di sana masih repot juga karena musuh sering bermunculan dan menyerang markas. Mereka tidak hanya dari LIGHTBORN tetapi juga penduduk asli sana yang latar belakangnya juga paranormal. “Tuan Mark sudah menghubungiku tadi pagi. Katanya dia ingin ke sana dan memimping perang langsung. Tentu saja dia memintaku untuk datang kemari menemuimu.” Agatha berbicara sembari memakan pesanannya. “Aku sudah bisa menduga. Kamu diminta untuk membujukku ke sana pasti.” Seketika aku menghentikan makanku dan menatap Agatha dengan tatapan tajam. Agatha menyengir. Dia memainkan rambutnya karena ketahuan maksud dan tujuan lain untuk bertemuku. “Aku sudah menduganya. Tidak mungkin si Mark itu memintamu kemari hanya untuk bertemu denganku dan bernostalgia bareng saat-saat kita kecil dulu.” Aku mendengus kesal dan melanjutkan makanku. “Tidak sepenuhnya benar yang kamu katakan, Aleksia. Aku di sini dibebaskan mau sampai kapan pun. Jadi kita bisa bersenang-senang terlebih dulu. Baru nanti kalau kamu mau, kita akan terbang ke sana. Akan aku tunjukkan tempat yang belum kamu sambangi.” Penawaran Agatha setidaknya membuatku terpancing. Aku bertanya apakah dia sungguh-sungguh atau hanya sekadar penawaran saja yang biasa dilakukan oleh orang-orang. “Sungguh. Aku juga sangat merindukanmu, Aleksia. Hanya kamu satu-satunya sahabat, kakak, dan keluarga yang membuatku sampai bisa berdiri sejauh ini. Tanpamu, aku mungkin akan menjadi penghuni sekolah itu selamanya.” Agatha menggerutu ketika mengingat pengalaman sekolah yang di dalam berisi ujian tidak masuk akal. “Kamu akan digigit oleh berbagai macam hewan hingga tulangmu mengecil.” Aku tertawa mencandainya. “Satu-satunya orang yang tidak pernah merasakan sakitnya digigit hewan hanya kamu. Tetapi aku tidak bisa membantahnya. Memang kamu sudah hebat sejak kecil.” Agatha meringis. Tangannya memegang tanganku. *** Aku berjalan menemui Komandan Hadi. Katanya ada keperluan denganku. Ketika tiba di depan ruangannya, aku mengetuk pintunya dengan agak keras. “Masuk, Jason. Pintunya tidak dikunci.” Komandan Hadi mempersilakanku masuk. Aku membuka pintu dan masuk. Di sana Komandan Hadi sudah menyiapkan secangkir kopi untukku. Jarinya menunjuk kursi yang ada di depan mejanya untuk dudukku. “Terima kasih, Komandan. Ada keperluan apa Komandan memanggilku?” aku tersenyum dan bertanya basa-basi. “Sudah dua belas tahun kamu membantu aparat negara ini dan LIGHTBORN. Apa kamu tidak ingin bergabung dengan mereka saja? Gareth mengharapkanmu menjadi bagian dari mereka, bukan hanya membantunya saja.” Komandan Hadi langsung menjerumus ke inti pembicaraan. Aku jelaskan perihal alasanku mengapa tidak pernah mau ikut bergabung dengan mereka. Pertama aku tidak pernah mau diperintah dan kedua aku suka kebebasan. Kapan pun dan sesukaku. Jika aku ikut anggota mereka, aku akan diperintah sesuai keinginan mereka. “Oh tentu saja tidak, Jason. Kamu akan menjadi panglima tempur dan kamu diberi kebebasan. Kami tidak akan menyuruh atau memerintahkanmu.” Komandan Hadi mempersilakanku minum. “Berarti aku boleh bertindak sesukaku. Hanya saja bedanya statusku adalah anggota LIGHTBORN?” aku tertarik dengan tawaran yang satu ini. Aku teguk kopi itu ketika Komandan Hadi mengangguk berkali-kali. Kalau begitu aku setuju dengan tawaran itu. “Aku akan memanggil Gareth kemari.” Komandan Hadi menelepon Gareth. Aku mengangguk. Secangkir kopi itu aku nikmati disela-sela aku menunggu kabar dari Komandan Hadi dan Gareth. Kopi ini sangat lezat. Kepenatan akibat perang yang hampir terjadi seminggu tiga kali, pudar usai meminum kopi ini. “Gareth akan kemari tidak lama lagi. Dia sedang sibuk meminta anggotanya berperang melawan VENOM di daerah Sumatera sana.” Komandan Hadi merapikan rambutnya ketika hendak duduk. Dia pun mulai menceritakan bagaimana mulanya dia bisa menjadi seorang Komandan. Tangannya menunjuk foto-foto mantan Komandan yang telah pensiun. Ada pula yang meninggal. Katanya diserang oleh makhluk tak kasat mata. “Tombaknya menembus tubuhnya sampai ke belakang.” Komandan Hadi menunjuk foto Komandan Burhan. “Karena itu kalian mencari kami semua ini?” Pertanyaanku membuatnya bungkam. “Sebenarnya iya. Kami benar-benar ketakutan. Bukan karena diri kami saja, tetapi negara ini.” Komandan Hadi membela dengan membawa-bawa negara. Aku mengangkat bahuku.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN