Empat

1200 Kata
Disisi lain Damian tengah berkutat dengan beberapa dokumen penting. Kemarin ia sudah menyicil tugasnya dirumah selama libur, namun sekarang ia ingin menuntaskan semuanya. Ia tidak suka jika terlalu menunda pekerjaan. Menurutnya hanya membuat menumpuk saja, penat rasanya. Ah, Damian merindukan Klarisa. Apa-apaan ini, sihir apa yang sudah di lakukan Klarisa padanya? Bahkan dalam waktu seminggu ia bisa jatuh cinta dengan gadis berwajah cantik berjiwa harimau itu. Memikirkannya saja membuat hatinya berbunga-bunga. Namun ia sepertinya harus menunggu, karena jadwal pulang kerja untuk dirinya pasti akan tertunda, ah ia adalah laki-laki yang tidak bisa menahan rasa rindu.  Damian mengambil ponselnya, lalu mencari satu kontak dengan love merah sebagai pemanisnya. Damian Nanti sepertinya saya akan pulang terlambat, nanti akan ku kirimkan supir untuk menjemputmu. Damian See u, semangat belajarnya, jangan lupa isi perut mu dengan sesuatu yang sehat. Damian I love u Damian tebak gadisnya pasti saat ini sedang mengulum senyuman dengan pipi yang memerah. Damian sengaja mengirimi teks singkat seperti itu. Jika Damian berada di dekat Klarisa, pasti sudah ia hadiahi sebuah ciuman karena tingkah Klarisa yang benar-benar sangat manis menurutnya. Sangat menggemaskan. Clay❤️ Iya orang tua, dasar bawel. wleeee Clay❤️ Nanti aku makan kok, kamu juga ya jangan sampai kamu sakit, aku tidak mau mengurusmu, repot. hihi Clay❤️ Love u more my big boss Apa-apaan gadisnya ini masih saja suka memanggil dirinya dengan sebutan 'orang tua'. Namun ia tidak terlalu menghiraukan hal tersebut, mungkin saja sebutan itu adalah nama panggilan kesayangan untuk dirinya. Positif saja. Damian Jangan memikirkan saya, saya tau itu tidak baik untuk kinerja jantung kamu. Damian menaruh asal ponselnya. Sudah cukup ia bermain-main dengan gadisnya itu. Ia merenggangkan otot tangannya yang terasa pegal karena terlalu lama mengetik di depan notebook. Saatnya jam makan siang, dan dia sangat teramat merindukan gadisnya. Sangat menyiksa ternyata. Ia keluar dari ruangannya, dan langsung saja ia mendapatkan tatapan memuja dari kaum lawan jenisnya. Bahkan mereka terang-terangan memuja ketampanan Damian walau mereka semua sudah tau jika seorang Damian sudah meninggalkan status lajangnya. Ia menuju bar yang ada di kantin dan mengambil posisi ternyaman yang biasa ia duduk. Ia memesan segelas red wine kesukaannya dan melonggarkan dasi merahnya.  Sosok yang sangat dikagumi gadis-gadis membuat siapa saja rela memberikan apapun asal Damian mau menyentuh mereka, sedikit saja. Namun sayangnya Damian dengan segudang gosip dihidupnya. Banyak sekali yang menganggap Damian seorang gay, dan Damian tidak meberi pembelaan diri menjadikan gosip tersebut semakin membuncah dan para gadis lapar mata selalu cari perhatian di hadapannya. Semuanya berbeda sejak kedatangan Klarisa, gadis muda itu dengan mudahnya mencuri hati Damian. Membuat para gadis mendelik sebal, namun mereka sadar bahwa aura Klarisa lebih baik dan terhormat dibandingkan mereka semua. C'mon kalian memang harus sadar dengan saingan yang bahkan jauh berada paling atas diatas kalian. Damian menghabiskan wine nya dengan sekali teguk, lalu membayarnya. "Ambil saja kembaliannya, wine buatan kamu selalu enak, Niccol." Damian beranjak dari kursinya lalu beralih menuju keluar gedung, ah ia sangat merindukan Klarisa. Baiklah, ia akan menghampiri gadisnya sekarang juga dan meninggalkan semua pekerjaannya, ya mungkin lebih baik seperti itu. Lagi pula dokumennya tinggal sedikit lagi selesai. Ia kira dirinya akan lembur, ternyata diluar dugaannya ia mengerjakan berkas dengan cepat. Kali ini, Damian mengendarai Ferrari Pininfarina Sergio, warna merah menyala sangat memberi kesan betapa mewahnya mobil tersebut. Sesampainya di UCL, Damian memarkirkan mobilnya di parkiran luas yang sudah disediakan khusus tamu. Damian keluar dari mobil dan ya sudah bisa menebak bukan apa yang terjadi? Karena Damian tidak tau Klarisa berada dimana dan dia tidak mau repot-repot berkeliling UCL ini makanya ia dengan segera menghubungi Klarisa. "Halo, Damian. Ada apa?" Dari suaranya saja Damian dapat menebak jika gadisnya itu sedang makan terbukti dengan adanya suara mengecap di sebrang sana. "Saya di universitas kamu, kamu berada dimana?" "DASAR DAMIAN GILAAA!" Damian meringis, uh sudah ketiga kalinya Klarisa membuat telinganya berdengung seperti ini. Rasanya Damian ingin protes saja, namun sayangnya sih ia tidak akan melakukan hal itu. "Kamu melupakan perjanjianmy tentang jangan berteriak, Clay." "Orang tua menyebalkan." "Baiklah, kamu dimana, sayang." Sepuluh detik, tidak ada jawaban sama sekali. Apa panggilannya terputus? Ah tidak. "Halo Clay?" "A-aku di-di kantin." Bip.. Panggilan terputus secara sepihak. Damian sangat sangat peka untuk ukuran laki-laki yang sebelumnya tidak pernah sedekat ini dengan gadis lain, dan pasti gadisnya ini sedang malu dengan pipi memerah, selalu saja begitu. Dirinya pun tidak kesulitan mencari kantin karena dulu ia adalah mahasiswa UCL, ia sudah lulus dengan akhir pendidikan akhir. Ia melihat Klarisa yang tengah mengobrol heboh dengan seorang gadis dan seorang laki-laki. Pasti Klarisa sedang membicarakan dirinya, pikirnya. Cup.. Damian melingkari pinggang Klarisa dengan sayang, bukan dengan perasaan posesif. Klarisa yang mengetahui itu sontak terkejut, ia pikir Damian sedang menjahili dirinya. Aish Damian ini! "C'mon, mian. Kamu membuatku kaget." Pekik Klarisa, membuat semua pasang mata menatap kearah mereka dengan tatapan memuja sekaligus iri. "Kamu jahil, aku kira kamu ingin mengerjaiku dengan berpura-pura berada disini!" Damian hanya menatap Klarisa lalu tersenyum, ia sangat merindukan gadisnya ini. "Apa kelasmu sudah selesai? Kalau sudah mari kekantor saya, saya merindukan kamu." Ucapnya tidak menghiraukan kalimat protesan yang diluncurkan gadisnya. Apa? Damian merindukan Klarisa? Sekali lagi, pipi Klarisa merona. "Sudah selesai, aku ingin menghabiskan makananku dulu, lalu aku ikut bersamamu." Damian mengangguk lalu tersenyum pada dua orang lainnya yang ternyata menatap dirinya dengan raut wajah benasaran, mereka adalah Paula dan Vrans. Paula memekik senang sedangkan Vrans hanya membalasnya dengan tersenyum kaku. Tidak ambil pusing dengan respon sahabat laki-laki nya Klarisa, Damian beralih menatap Klarisa dan mengusap ujung bibir Klarisa yang tersisah noda makanan dengan jemari tangannya. "Duh jangan begitu dong didepan aku, udah tau aku jomblo abadi." Ucap Paula menatap nanar kedua insan yang sedang menatapnya kasian. "Kayaknya emang nasib." ... "Ayolah, Damian. Aku harus apa disini?" Klarisa merengek sebal. Pasalnya, sudah dua jam ia hanya duduk di sofa di dalam ruangan Damian setelah ia memutuskan untuk ikut pergi dengan laki-laki itu. Ia sudah memainkan ponsel sampai matanya mengantuk dan sempat jua ia tertidur sebentar, mengunduh dan bermain game di ponsel Damian, dan sekarang ia sudah cukup bosan. Damian tersenyum dan memberikan kartu ATM nya kepada Klarisa. "Kamu bisa berbelanja sepuas kamu, disebrang perusahaan saya ada mall besar, kamu bisa menghilangkan penatmu disana. Maafkan saya, saya hanya ingin ditemani." Klarisa hanya menatap kartu ATM tersebut tanpa berniat untuk mengambilnya. Ia menatap Damian dengan sayang, entah sejak kapan perasaan ini muncul padanya. Menurutnya, kekayaan Damian bukanlah hal yang sangat mempesona, ia sudah lebih dari cukup dari kecil hidup bergelimang harta keluarga Wesley. "Untuk apa aku melepas penatku sedangkan kamu ada disini dengan banyak tumpukan kertas yang bahkan aku tidak mengerti." Klarisa menolak pemberian kartu ATM Damian dengan sangat halus. Lalu ia kembali ke sofa dan menidurkan diri disana. "Aku akan menunggumu," sambung Klarisa. Damian menatap Klarisa, ia heran memangnya kenapa kalau dirinya jalan sendirian? Lagipula kan Damian sudah memberikan fasilitas ATM yang sangat menggugah selera. Apa Klarisa tidak tertarik dengan uang? Ia menghampiri Klarisa, lalu sedikit membungkukkan badannya supaya jarak wajah dengan gadisnya setara. "Kamu menggemaskan, satu jam lagi semua tugas saya akan segera selesai. Tidurlah dengan nyenyak." Ucap Damian seraya mengecup kening gadisnya. "Mimpi indah, sayang." Damian masih tidak menyangka dengan Klarisa, biasanya para gadis yang diberikan card ATM akan bersorak senang dan tersenyum sangat cerah, sedangkan Klarisa? Benar-benar gadis yang polos dan pengertian. Ah apa saya harus berterimakasih karena memiliki istri sepertinya? Atau mungkin menyesal karna sifatnya yang seperti harimau hutan? Ah tidak, Clay-nya dalam ekspresi apa saja memang menggemaskan, Damian tidak mungkin menyesal. "When i see ur face, u make me crazy, Clay." // Next chapter... ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN