Tiga

1034 Kata
Klarisa menapakkan kakinya di ruang kelas yang sudah lama ia rindukan. Ia menatap teman-temannya yang juga menatap dirinya dengan tatapan memuja. Dan seperti yang kalian tau, pernikahan terpaksanya ini memang dilakukan secara besar-besaran tidak ditutup-tutupi, justru mengundang beberapa media masa dan rekan kerja Damian yang memang kalangan atas semua. Klarisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Hai, i'm back, guys." Semuanya berteriak heboh, agak berlebihan sih, tapi bayangkan saja kalian memiliki teman dan dia menikah dengan seorang laki-laki yang menyandang gelar rich sangat kental, apalagi laki-laki yang dinikahinya ini mempunyai poin plus dengan pahatan wajah sangat tampan dan resepsi pernikahannya yang benar-benar mewah menjadi bahan yang paling seru untuk dibicarakan. Dengan napas lega ia mencari tempat duduknya yang sudah lama tidak ia tempati, ah rasanya libur seminggu itu berasa satu tahun. Ia mengira teman-temannya akan menjauhi dirinya karena menikah dengan laki-laki yang berusia jauh dengannya, namun ternyata keadaan saat ini sangat bertolak belakang dengan pemikirannya. Ia berkali-kali menghembuskan napas lega, setidaknya ia tidak menderita dengan hal ini. Hari ini, Klarisa memakai jaket kulit hitam tanpa menata rapih rambutnya. Memberikan kesan nakal namun menggemaskan. Klarisa memposting tampilannya saat ini, beberapa komentar langsung masuk memenuhi notifikasi layar ponselnya. Ia juga sesekali menjawab komentar mereka, namun tidak semuanya seperti Ia hanya membaca dan sesekali me-like beberapa komentar dari mereka. Klarisa membelalakkan matanya ketika melihat satu komentar dengan akun yang sangat ia kenali, siapa lagi kalau bukan Damian? Ia memilih untuk tidak menjawab komentar Damian, biarkan saja toh dirinya juga masih sebal dengan tingkah laku Damian yang sangat menyebalkan pagi tadi. Bayangkan saja ia di gendong seperti karung beras dan dimasukkan ke dalam mobil dengan paksa. Benar-benar membuat dirinya kehilangan kesabaran! "KLARISA, ASTAGA AKHIRNYA KAMU BALIK LAGI!" Klarisa terkekeh melihat tingkah Paula yang sangat jauh dari kata anggun. Ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya sambil mengangkat sebelah alisnya. Well, hari ini Paula tampil berbeda dengan gaya super duper tomboi. Sedangkan Paula, ia memandang Klarisa dengan mata berbinar. Dan merentangkan kedua tangannya. "I miss you so much, do you miss me, princess? Hug me please, i miss youu." Klarisa dengan sedikit geli dengan tingkah Paula akhirnya tetap membalas pelukan sahabatnya itu. Ia malas jika nantinya Paula merajuk dengan dirinya, itu memakan waktu tiga hari yang sangat menyebalkan. Bayangkan saja bagaimana Klarisan tanpa Paula. Ke kantin sendiri, tidak ada teman ngobrol, bahkan ia merasa canggung jika mengobrol dengan orang selain Paula. Aneh memang tapi itulah Klarisa. Padahal dirinya memiliki beribu penggemar, ditambah lagi pasti akibat pernikahannya dengan Damian yang aka pemegang W'company tersukses membuat angka penggemarnya melonjak drastis. "Kamu itu sekarang gadis paling populer di kampus, Cass. Oh my gosh! You're the queen right now." Klarisa hanya terkekeh, sahabatnya ini memang pintar sekali membangkitkan suasana. Lihat, kelas kembali bersuara mendengar ucapan Paula. "Iya bener Klarisa jadi kayak ratu banget ih iri deh sama dia." "Klarisa dan Damian, ugh serasi." "Aku mikirin gimana anak mereka nanti ya." "Pastinya mirip aku lah secara Klarisa pernah terang-terangan menyukai gaya rambut ku." "Apa masalahnya sama rambut?" Semakin absurd saja mereka, suka melenceng dari topik yang dibicarakan. Klarisa hanya terkekeh geli lalu mengusir Paula dari bangku di sampingnya yang memang bukan tempat duduk gadis itu. Namun milik seorang laki-laki yang bernama Vrans Moreo Luis, sahabatnya selain Paula. Ia juga kapten basket di kampus ini. Wajah yang dilihat dari sudut manapun tidak akan pernah mengubah ketampanannya. Ia memberi salam selamat pagi pada Klarisa. Ah sepertinya dia merindukan gadis ini. "Bagaimana kabarmu, Klarisa?" Klarisa tersenyum menatap Vrans. "Sangat baik, bahkan lebih baik dari sebelumnya." Pasalnya, Klarisa sangat paham jika Vrans ini menyukai dirinya. Terlihat dari cara dia berbicara yang selalu saja gugup dari awal berkenalan dengan dirinya sampai sudah dekat seperti sekarang. Namun Klarisa tidak menjauhi Vrans karena laki-laki itu menyukai dirinya. Menurutnya suka itu manusiawi, kan? Iya bahkan tidak bisa melarang ataupun mencegah seseorang untuk mencintai dirinya. Vrans hanya mengangguk dan membuka tasnya. Ia sangat gugup bahkan terlihat beberapa bulir keringat menetes dari dahinya. Klarisa tersenyum simpul setiap kali Vrans segugup itu terhadap dirinya. Sekotak coklat sudah terletak di tangan Vrans, ia memberikannya untuk Klarisa. "Maaf, hanya ini yang bisa aku berikan untuk ucapan happy wedding mu." Dengan senyum yang lebar Klarisa mengambil kotak coklat tersebut dan berucap terimakasih. Coklat, strawberry, adalah rasa favoritnya. "Tidak apa, Vrans. Ini sudah lebih dari cukup."  Klarisa itu pecinta coklat. Apapun yang berbau coklat pasti ia sangat menyukainya. Bahkan tak jarang ia singgah ke supermarket hanya untuk membeli coklat batangan. Menurutnya coklat dapat memperbaiki mood seseorang ketika sedang buruk. Vrans tersenyum hangat menyadari Klarisa sebahagia itu. Jika saja Klarisa adalah kekasihnya, mungkin ia sudah mengulurkan tangannya untuk mengelus lembut rambut gadis itu karena tidak tahan dengan wajah Klarisa yang sangat menawan. Sayangnya Klarisa sudah mempunyai suami, Damian, garis bawahi, Damian. Laki-laki yang terbilang acuh tak acuh pada sekitar, tidak pernah dikabarkan dekat dengan seorang wanita. Tiba-tiba mengadakan resepsi besar-besaran tentang pernikahannya. Tentu saja membuat gempar media massa dan publik. Bahkan awalnya rekan kerja Damian tidak percaya, namun dengan adanya bukti surat undangan online rasa tidak percaya itu terkubur sudah. "Andaikan kamu menjadi milikku, Klarisa." Gumam Vrans tanpa sadar. Ia asik melamunkan dan memikirkan berbagai hal sampai tidak sadar apa yang ia ucapkan. Ia benar-benar mencintai Klarisa, ah lebih tepat cinta pandangan pertama. Klarisa mengerjapkan matanya, dan memilih untuk berpura-pura tidak mendengarnya. Ia tidak ingin kehilangan Vrans, seperti dirinya tidak ingin kehilangan Paula karena masalah rasa cinta laki-laki itu. Ia memasukkan coklat pemberian Vrans ke dalam laci mejanya. Dan menata buku apa saja yang akan diperlukan saat pelajaran berlangsung. Namun... Ting Ting Ting Klarisa melirik ponselnya, lalu membaca sederet nama yang mengiriminya tiga buah pesan. Dam(n)ian❣️ Nanti sepertinya saya akan pulang terlambat, nanti akan saya kirimkan supir untuk menjemputmu. Dam(n)ian❣️ See you, semangat belajarnya, jangan lupa isi perut mu dengan sesuatu yang sehat. Dam(n)ian❣️ I love u Tanpa bisa disembunyikan semburat merah muda yang ada di pipinya, Klarisa mengulum senyum geli. Baru kali ini Damian berkata i love you kepadanya. Sangat teramat mempengaruhi kinerja jantungnya. Ya tuhan! Klarisa Iya orang tua bawel menyebalkan Klarisa Nanti aku makan kok, kamu juga ya jangan sampai kamu sakit, aku tidak mau mengurusmu, sangat merepotkan, hihi Klarisa Love you more my big boss Tanpa disadari Vrans memperhatikan semuanya. Dari pesan masuk di ponsel Klarisa sampai Klarisa mengetik balasan untuk Damian. Panas, hatinya sangat pilu mengetahui kenyataan sepahit ini. Namun kembali lagi ke Klarisa, gadis itu tengah sibuk menutupi wajahnya yang hampir seluruhnya memerah akibat malu. Bisa-bisanya Damian melakukan ini kepadaku, malu tau! // Next chapter... ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN