Lima

1197 Kata
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul tiga sore dan benar saja semua pekerjaan Damian sudah selesai, ia membereskan berkas-berkasnya yang tadi berserakan lalu mengemas laptopnya juga dokumen yang harus ia baca ulang nanti di rumah. Ia beranjak dari meja kerjanya dan melangkah mendekati gadis yang sedari tadi tertidur pulas. Pasti Klarisa lapar, pikirnya. Ah, tapi rasanya Damian tidak tega ingin membangunkan gadisnya, sangat damai wajah Klarisa membuat ia terbuai oleh kecantikannya.  "Clay, bangunlah.." Merasa tidurnya seperti terusik, Klarisa membuka matanya perlahan dan menggeliat khas orang bangun tidur. "Eghh, kenapa?" Tanya Klarisa sambil mengubah posisinya menjadi duduk. "Yuk, pulang. Kerjaan saya sudah selesai, maaf membuatmu tertidur di sofa seperti ini, Clay." Ucap Damian sambil merapihkan beberapa helai rambut Klarisa yang berantakan. Ia menggenggam tangan Klarisa dan membawanya pergi dari perusahaan. Dan Klarisa hanya diam dan membuntutinya, nyawanya belum seluruhnya terkumpul, astaga! "Sebelum pulang, makan dulu ya kita pergi ke restoran." Damian menatap Klarisa yang masih setengah mengantuk itu, terbukti yang sesekali mata gadisnya terpejam lalu terbuka kembali. "Clay, kamu mendengar yang saya katakan?" Klarisa mengerjapkan matanya. "Ah iya aku mendengar nya, aku ingin masakan Eric saja, Damian." Damian mengangguk patuh, lalu mulai menjalankan mobilnya menuju rumahnya dan Klarisa. "Saya sepertinya menyukai mulai menyukai kamu." Klarisa membulatkan matanya, ya tuhan jantungnya kembali mempompa sangat cepat. Ia bingung harus menjawab apa. "A-aku, ka-kamu, maksudnya?" Ucapnya dengan terbata-bata. Damian hebat sekali bisa memberi efek yang sangat dahsyat pada kinerja jantungnya. Damian terkekeh geli mendengar nada gugup dan wajah kebingungan klarisa, terlihat sangat polos berbeda sekali dengan sosok yang pertama kali bertemu dengannya yamg lebih terlihat terlihat ganas. "Ah tidak, lupakan saja." ... Setelah sampai rumah, mereka masing-masing membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum makan. Dan disinilah mereka sekarang. Tengah menikmati berbagai hidangan khas Prancis seperti Beef Bourguignon, Soupe a l'oignon, ratatouille, confit de canard, dengan dessert creme Brulee dan sebotol red wine. Banyak sekali, bukan? Sebenarnya sudah berulang kali Klarisa melarang Damian untuk menyajikan menu sebanyak ini. Namun Damian selalu mengacuhkan larangannya dan hanya dijawab dengan 'biarkan saja nanti makanan yang tersisah kan bisa dimakan sama mereka' benar, niat Damian memang mulia. Makanan sisah yang dalam artian sisah yang masih seperti bentuk awal -bukan yang menjijikan- diberikan untuk lima belas pelayannya. Dan khusus Eric, jika laki-laki itu lapar ia dapat memasak makanan sendiri tanpa harus izin terlebih dahulu. Majikan yang sangat baik. "Selalu saja masakan Eric nomer satu, aku ingin sekali bisa memasak seenak ini seperti Eric." Klarisa menatap Damian penuh harap, ia mengerjapkan matanya berkali-kali membentuk puppy eyes, memohon seperti anak kecil yang sangat menginginkan suatu hal. Percayalah gadis ini tidak pernah menyentuh dapur untuk memasak sebelumnya, karena ayahnya juga mempekerjakan chef luar untuk mereka.  Damian terkekeh geli melihat tingkah gadisnya saat ini, ia mengangguk perlahan lalu menatap ka arah Eric yang berdiri manis menunggu mereka selesai makan. Entahlah, ini termasuk peraturan yang Damian terapkan. "Eric." Eric yang merasa dipanggil dengan majikannya segera menghampiri Damian, lalu membungkuk hormat. "Quoi de neuf, monsieur?" (*Ada apa tuan?) Damian derdehem lalu menatap Klarisa dengan sayang sebelum melanjutkan kalimatnya. "ma femme veut apprendre la cuisine, pouvez-vous l'enseigner, Eric?" (*istriku ingin belajar memasak, apa kamu dapat mengajarkannya, Eric?) Eric tersenyum dan mengangguk patuh, lalu kembali berdiri di sudut ruangan -tata krama para pelayan jika tuan rumahnya sedang makan. Klarisa memandang Damian dengan perasaan yang sangat penasaran. "Apa kata Eric?" Tanya Klarisa yang sudah sangat penasaran. Damian memberitahu dirinya jika Eric bersedia menjadi guru masaknya. Dan hal tersebut membuat Klarisa memekik senang. Bagaimana tidak senang jika sebuah keinginanmu diwujudkan oleh seseorang yang sangat istimewa. "Love you, Damian." Tanpa sadar Klarisa mengucapkan kalimat tersebut. Lagi-lagi, ia merutuki kebodohannya yang pastinya sudah membuat pipinya merah merona seperti tomat. Ah Klarisa sangat malu! Damian hanya terkekeh dan menggelengkan kepalanya. Kali ini ia memilih untuk tidak menjahili gadisnya terlebih dahulu. "Cepat habiskan, setelah itu istirahat. Saya tau kamu lelah." Klarisa mengangguk dan segera menghabiskan makanannya. Lalu mengajak Damian untuk menonton fast and furious. Mereka menonton dengan tenang, sesekali mengunyah camilan kripik jagung dengan bumbu barbeque ke mulutnya. Dengan Klarisa yang menyandarkan tubuhnya di d**a bidang Damian, sedangkan Damian sibuk mengelus kepala gadisnya itu dengan tangan yang sesekali meneguk red wine-nya. Ting Ting Klarisa memeriksa ponselnya dengan tatapan Damian yang tidak lepas dari layar ponselnya. Pasti laki-laki itu penasaran dengan siapa yang mengirimi dirinya pesan.  Paula Klarisa Paula Hei besok sepertinya jam kuliah kita ditiadakan karena para dosen ada rapat penting. Klarisa Kenapa tidak ada pemberitahuan di grup? Paula I don't know Klarisa menghela napasnya kasar. Seharusnya ia senang besok terbebas dari dosen berperawakan seperti polisi dengan wajah seram, namun sebaliknya ia merasa sangat sebal dan kesal. Ia tidak tau harus apa, besok tentu saja Damian bekerja dari pagi hingga sore bahkan jika laki-laki itu mendapat banyak berkas yang harus ia sendiri tutun tangan, mungkin bisa pulang larut malam. Damian yang memang sejak tadi melihat Klarisa pun sangat mengerti apa yang ada dipikiran gadisnya ini. "Kamu tenang saja, besok saya tidak lembur. Dan saya akan mengusahakan untuk cepat pulang." Klarisa hanya berdehem saja sebagai jawaban. "Berhubung kamu ingin belajar masak dengan Eric, besok bisa mulai kan supaya kamu tidak bosan?" Mata biru Klarisa berbinar. Benar juga, ia akan menghabiskan waktunya berdua dengan Eric. Dan ia sangat berambisi ingin bisa memasak seperti di acara televisi ataupun demo memasak disosial media. Namun senyumnya luntur seketika mengetahui ia tidak pandai berbahasa Prancis, begitu juga dengan Eric yang kurang mengerti bahasa Inggris. "Bagaimana dengan interaksi ku dengan Eric, Damian? Sedangkan kita berdua tidak saling mengerti untuk memahami bahasa." Damian mengangguk tengkuknya yang tidak gatal, lalu mengambil benda pipih yang terletak di atas meja kecil dekat sofa. Ia menghubungi Eric.  "bonsoir monsieur, puis-je vous aider?" Ucap Eric di sebrang sana. (*selamat sore tuan, ada yang bisa saya bantu?) "Est-ce possible si je vous demande d'apprendre l'anglais pour apprendre à ma femme à cuisiner demain?" (*apakah bisa jika saya memintamu mempelajari bahasa Inggris untuk mengajari istri saya memasak besok?) Hening sesaat, "Je vais l'essayer, monsieur." (*saya akan mencobanya, tuan.) Damian mengangguk walau dipastikan Eric tidak melihatnya. "eh bien, ne me déçois pas." (*baik, jangan mengecewakan saya.) Setelah itu Damian mematikan telpon secara sepihak dan menatap Klarisa yang sedang menatap ke arahnya meminta jawaban apa yang sedang dibicarakan Damian dengan Eric barusan. Klarisa benar-benar takut jika dirinya tidak jadi belajar masak dengan Eric. Untuk menyewa juru masak lain pun bisa saja sebenarnya, tetapi Klarisa sangat sulit untik berinteraksi dengan orang baru. "Tenang, saya sudah meminta Eric untuk mempelajari bahasa inggris buat besok." "Dalam waktu sehari?" Beo Klarisa merasa terkejut. Damian hanya mengangguk lalu kembali memasukkan kripik ke dalam mulutnya dengan nikmat. "Orang tua gila. Mana mungkin ada orang yang sanggup mempelajari bahasa asing dalam waktu satu hati. Crazy!" Damian hanya terkekeh geli, "Ada, orang itu adalah Eric." Klarisa senang namun juga kesal terhadap Damian. Ia mencubit lengan laki-laki itu berkali-kali. "Aku sebal sebal dan sebal sama kamu!" "Dan saya akan bilang jika kamu sangat cantik dan begitu indah dipandang mengenakkan pakaian yang lumayan terbuka seperti itu." Balas Damian sambil tersenyum miring memperhatikan Klarisa dari atas sampai bawah. Gadis itu kini mengenakan baju berkerah V yang sedikit mengekspos dadanya. "SEKALI m***m SELAMANYA m***m!!" Teriak Klarisa menahan semburat merah jambu yang membuat dirinya merasa panas dan sangat salah tingkah. // Next chapter... ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN