Dua

1253 Kata
Klarisa kembali menatap nyalang ke arah Damian. Yang benar saja masa dirinya dijadikan bahan olahraga bagi Damian, menyebalkan! "Memangnyatidak ada alat besar lain yang bisa kamu angkat selain aku?!" Pasalnya, dengan tidak elegannya ia diangkat ke udara berkali-kali oleh Damian. Padahal ia sudah memberontak dan manggigit lengan laki-laki itu, tapi tetap saja ia menjadi sasaran pengganti dumbbell. Demi apapun di rumahnya yang sebesar istana ini dilengkapi fasilitas gym yang sangat lengkap, kenapa dirinya masih saja diperlakukan seperti ini?! Memang pada dasarnya Damian saja yang suka sekali menjahili Klarisa. "Habisnya saya malas jika ingin ke ruang gym, makanya saya mengangkat kamu saja, lebih praktis." Ucap Damian dengan senyum miringnya, lalu meneguk sebotol minuman isotonik dengan perlahan sampai habis setengah. Ia tidak menyadari jika ucapannya barusan telah membangunkan singa yang lapar dan siap menerkam. "DASAR ORANG TUA NYEBELINNNN!" Teriak Klarisa dengan wajah memerah sambil memukul-mukul d**a bidang Damian. Kesal, ia sangat kesal! Dan laki-laki itu hanya terkekeh saja? What the hell. "Sudah cukup, ayo pergi sarapan." Damian mengalah sambil menahan kedua tangan Klarisa yang belum cukup puas memukul dirinya, sekaligus mengacak-acak rambut coklat gadisnya dengan sayang. Bagaimana bisa dia mulai menyukai gadis yang jauh dari kata lemah lembut, apalagi mengingat pendekatan mereka yang terbilang singkat. Mereka berdua menuju meja makan dan disambut hangat oleh beberapa pelayan dirumah ini. Oke, lima belas pelayan mungkin berlebihan. Namun tidak bagi Damian yang notabenenya seorang CEO diperusahaan ayahnya, ia juga masuk kategori 5 besar dalam penggolongan orang terkaya di dunia. Sangat beruntung memilikinya? Tentu, sangat beruntung jika tidak terpaksa seperti Klarisa. Dengan masing-masing piring yang berisi English Breakfast, mereka melahapnya dengan tenang dan menikmati menu yang memang dimasak dari koki yang berasal dari Prancis dan tentunya di bayar Damian untuk bekerja dirumahnya. Namanya Eric Adalard. "Quel goût a ma cuisine, monsieur?" Ucap Eric yang berada tidak jauh dari Damian dan Klarisa duduk. (*Bagaimana masakan saya, tuan?') Damian menatap wajah Eric, dan mengangguk mantap sambil berucap, "très savoureux, merci Eric." (*Sangat enak, terimakasih Eric.) Klarisa hanya diam saja, karena dirinya sendiri pun jujur tidak pernah paham dengan bahasa Prancis. Ia merasa menyesal saat mengetahui dirinya sangat bodoh dan selalu membolos pelajaran bahasa Prancis saat berkuliah. Klarisa gelagapan saat Eric menatap sopan kearah dirinya. "Et vous madame, mes plats ont-ils bon goût?" "Apa yang dia katakan?"  Batin Klarisa. Damian hanya terkekeh melihat Klarisa yang menatap ke arahnya seperti meminta bantuan dengan tatapan mata tersebut untuk menerjemahkan apa yang sebenarnya Eric ucapkan. "Eric bertanya apakah masakannya terasa lezat?" Ucap Damian menjelaskan karena ia tidak tega melihat wajah memelas gadisnya, dan tentu saja tidak ingin membuat gadisnya malu di hadapan para pelayan. Klarisa mengangguk lalu memberikan dua jempolnya ke udara pada Eric dengan senyum konyol. Eric tersenyum lega lalu pamit untuk membersihkan area dapur yang memang sedikit kotor karena tadi ia gunakan untuk membuat sarapan. Setelah selesai sarapan, mereka mandi di tempat yang tentu saja berbeda. Damian di kamar mandi atas dekat kamar tamu. Sedangkan Klarisa mandi di kamar mandi bawah dekat dengan toilet pelayan. Beberapa menit kemudian dengan sweater rajutnya, Klarisa keluar kamar mandi dan ia duduk di ruang TV. Ia tidak tau harus apa,  mengambil libur kuliah selama seminggu atas perintah Damian. Dari hari pernikahan sampai hari ini, ini dalah hari terakhir ia libur. Dan besok ia sudah akan kembali kuliah, begitu juga Damian yang akan kembali menjadi CEO yang tampan. Ah kalau dipikir-pikir orang tua tersebut bahkan jauh dari kata buruk rupa bahkan dengan badan atletis dan wajah yang terbilang sangat tampan. Dengan sangat teramat bosan, Klarisa memutar lagu untuk teman mengisi rasa bosannya. Demi apapun, Klarisa tidak mempunyai banyak teman, bahkan ia hanya mempunyai dua orang teman yang benar-benar sangat mengerti dirinya. Ya, dia adalah Paula Victoria dan Vrans Moreo Luis. ... Damian yang memang sebelumnya gila kerja pun tidak akan pernah berubah menjadi laki-laki yang akan menelantarkan pekerjaannya. Bahkan di hari liburnya ini ia masih sibuk berkutat dengan beberapa dokumen yang ia kerjakan di waktu luangnya. Namun jika Klarisa membutuhkan dirinya, ia akan meninggalkan pekerjaan demi gadisnya itu. Ah tanpa disangka sudah menjelang sore hari, terbukti dari semburat cahaya orange yang malu-malu mengintip dari celar jendela yang terbuka. Damin merasa sudah cukup untuk hari ini, dan pergi ke dapur untuk menemui Eric supaya ia membuatkannya Melon milkshake kesukaannya. Namun belum sempat sampai dapur ia melirik Klarisa yang tengah tertidur dalam posisi yang mungkin tidak nyaman untuk tertidur. Ah pasti gadis itu menunggu dirinya selesai bekerja. Terbukti dari terakhir kali ia melihat Klarisa sampai sepetang ini gadis itu tidak beranjak sama sekali dari ruang televisi. Damian mengelus sayang puncak kepala Klarisa. "Maaf Clay, saya harus mengerjakan tumpukan dokumen dari pagi sampai sepetang ini." Klarisa menggeliat dalam tidurnya, merasa ada sesuatu yang mengganggu aktivitas tidurnya. Dan saat pertama kali ia buka matanya yang ia lihat adalah mata indah milih Damian yang menatap dirinya dengan teduh. Klarisa membelalakkan matanya dan menonjok d**a bidang laki-laki itu agar manjauh darinya. Pipinya sudah semerah tomat. Dan jangan tanyakan bagaimana kondisi jantungnya! "ORANG TUA MESUMMMMMM!" Damian mengernyit merasakan telinganya berdengung. Gadisnya ini hobi sekali berteriak. Sangat menggemaskan. "Sekali lagi kamu berteriak di hadapan saya, akan saya bungkam bibir kami dengan bibir saya. Mari makan." Ucap Damian sambil mengulum seulas senyum dan berjalan terlebih dahulu meninggalkan Klarisa. Klarisa melotot untuk kedua kalinya. Apa itu barusan? Kalimat ancaman atau perintah yang harus ia turuti? Dengan kesal Klarisa mengikuti langkah Damian. Dan matanya bertemu dengan mata Eric yang sedang berdiri di pojok ruang makan. Klarisa tersenyum kaku, ia sangat malu mengingat tidak bisa berbahasa Prancis! Damian melihat kearah Klarisa yang sudah duduk di hadapannya. Beberapa pelayan maju untuk melayani tuan dan nyonya mudanya. Mengambil satu per satu hidangan dan di letakkan ke piring majikannya. Ada juga yang bertugas menuang read wine atau pun white wine. Ada juga yang bertugas membawa piring kotor yang telah selesai digunakkan. Semuanya seperti pelayan profesional, dan tentunya sangat sopan. Apalagi yang wanita, meskipun mereka tau majikannya sangat tampan tidak ada satupun pikiran mereka ingin mencuri-curi pandang kepada Damian. Dan itu yang membuat Klarisa menatap takjub para pelayan disana. Dengan tata krama makan yang baik, Damian dan Klarisa menyelesaikan makannya tanpa mengobrol sedikit pun. Dan akhirnya Damian membawa Klarisa ke luar rumah untuk sekedar menghirup udara segar di tepi kolam renang. "Besok aku akan mulai kuliah, bolehkah aku meminjam satu mobil mu, Damian?" Sebenarnya Klarisa sangat takut menanyakan hal ini, takut Damian marah. Tapi apa boleh buat kan ia tidak tau akan berangkat menggunakan apa. Sedangkan bus umum tidak pernah melewati universitasnya. University College London. Damian mengangkat sebelah alisnya, merasa bingung dengan pertanyaan Klarisa. "Meminjam mobil?" Dan ya, saat ini d**a Klarisa bergemuruh, jantungnya memompa sangat cepat. Kemana semua sifat pemberaninya saat ini? Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Apa ia salah bertanya seperti itu? "A-ah t-tidak. Aku akan berjalan kaki saja." Lucu sekali, pikir Damian. Ia mengerling jahil dan mulai menggoda gadisnya. "Jika kamu memiliki suami setampan saya, dan semapan saya, untuk apa kamu berjalan kaki? Untuk apa kamu menaiki kendaraan umum? Dan untuk apa kamu berkendara secara pribadi? Saya bisa mengantar mu ke universitas. Dan jika sewaktu saya gak bisa mengantar atau menjemput mu, akan ku kirim supir pribadi ku untukmu. Jadi, tenang saja darling." Tubuh Klarisa mendadak kaku saat Damian memeluk hangat tubuhnya, ditambah lagi Damian mengecup singkat bibir meronanya itu. Ah rasanya ingin terbang ke langit saja. "SIAPA YANG IZININ KAMU CIUM AKU?!" Dengan sekuat tenaga Klarisa mendorong Damian, namun Damian yang memang badannya lebih besar darinya membuat nya sulit untuk mendorong laki-laki itu, dan berakhir Klarisa yang terdorong ke belakang dan ya... Byurr... Damian membelalakkan matanya. Dan segera melompat ke kolam renang saat melihat Klarisa yang nyatanya tidak bisa beranang. Ia sangat panik melihat Klarisa yang pingsan saat sudah ia tepikan di kolam renang. Duh mommy daddy pasti akan mengamuk tau Klarisa pingsan karena saya, pikir Damian. // Next chapter... ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN