Satu

1069 Kata
"DENGER YA AKU TUH GAMAU NIKAH SAMA KAMU, ORANG TUA. DAN AKU YAKIN KAMU JUGA BEGITU. KENAPA KAMU GAK BATALIN! APA KAMU SENANG MELIHATKU SEPERTI INI?!" Namanya Klarisa Vanaya Wesley, gadis dengan rambut coklat, bola mata biru, hidung yang mancung, dan tentu saja mempunyai bibir yang bewarna pink merona. Bagaimana bisa seorang gadis yang masih melanjutkan pendidikan nya dan berumur 20 tahun sudah dinikahkan oleh kedua orang tuanya dengan laki-laki berusia hanya demi menuruti perintah rekan kerjanya yang akan membantu perusahaan ayahnya yang akan bangkrut. Bukankah itu sama saja dengan menjual anak sendiri? Klarisa menatap laki-laki yang hendak membaringkan tubuhnya di kasur karena merasa lelah setelah mengadakan resepsi yang menghabiskan waktu setengah hari dengan tatapan amarah dan jangan lupa dia juga menangis sesenggukan. "AKU TUH GAK TAU APA YANG ADA DI PIKIRAN KAMU. Kamu ngancurin masa depan aku..." ucap Klarisa yang semakin terdengar lirihan yang sangat memilukan. Sebenarnya ia tidak marah dengan laki-laki yang sekarang berstatus menjadi suaminya itu. Dia marah, kesal, dan kecewa kepada ayahnya dan ia melampiaskan semua ini pada orang yang ada di dekatnya. Lagi-lagi, Damian Rega Wilson hanya memutar bola matanya. Ia tidak melawan, wajar saja Klarisa memberontak seperti itu. Orang gila macam apa yang tidak kaget saat dirinya dinikahkan dengan usia yang terbilang muda apalagi terpaksa dan ia dijadikan bahan supaya perusahaan ayahnya tidak bangkrut, pasti pikirannya kalang kabut. "Dengar, bagaimanapun saya menolak keras pernikahan ini, ayah kamu terus saja memohon kepada saya dan kedua orang tua saua. Bisakah kamu setidaknya memikirkan bagaimana perjuangan ayahmu selama ini? Mungkin ini waktu yang tepat untuk membalas semua jasanya." Ucap Damian sambil beranjak dan mendekati Klarisa yang tengah terisak. Ia mendekap hangat tubuh Klarisa, memberikan seluruh kemampuannya untuk menenangkan gadisnya tersebut. Damian tau ini sedikit aneh, sebelumnya ia tidak pernah sepeduli ini dengan gadis manapun. Ah tapi untuk istrinya, ia akan mencoba menjadi laki-laki yang lebih baik sejak mengucapkan janji pernikahan. Klarisa pun tidak menolak saat didekap oleh laki-laki yang ia bilang tua ini. Nyaman, dan dia merasakan jika ia tidak perlu khawatir dengan semua ini. Namun tetap saja ia masih terkejut. "Lepasin, kamu tuh bau tau gak." Bukan Klarisa namanya jika ia akan luluh hanya dengan dipeluk seperti ini. Ia mendorong d**a bidang Damian dengan pelan dan menatap sinis laki-laki itu. "Sana mandi, abis itu anterin aku ke supermarket." Damian hanya mengangguk dan pergi ke kamar mandi sebagai usaha untuk menyegarkan kembali tubuhnya sekaligus pikirannya yang mulai berasap menghadapi sikap Klarisa. "Kalau sabar, Clay pasti luluh." Ucap Damian menyemangati diri sendiri. Walau dia tidak suka dengan pernikahan ini, tapi prinsip dia 'menikah hanya akan terjadi sekali seumur hidup, jadi jika nanti Klarisa meninggalkan dirinya, maka ia akan menjadi duda seumur hidupnya.' itu yang ia pikirkan saat ini. Sedangkan disisi lain Klarisa memakai hoodie biru dongker kebanggaan nya, pemberian hadiah ulang tahun dari ibunya. Ia fokus bermain ponsel membuka aplikasi ** nya dan mulai melihat beberapa vidio memasak atau tutorial make up. Ah aku ingin pandai memasak, pikirnya. Damian yang telah selesai mandi dan berpakaian casual pun melirik aktifitas gadisnya, ia takut jika Clay malah bertukar pesan dengan laki-laki lain dan mengacuhkan dirinya. Ternyata pikirannya sangat jauh ya, atau mungkin Damian cemburu? "Ayo kita pergi ke supermarket." Ucap Damian sambil menyambar kunci mobil Lamborgini Veneno-nya. Ah ia sangat menyayangi mobilnya yang satu ini, selain harganya tidak bisa diremehkan, ini adalah mobil pertama pembeliannya dari hasil kerja kerasnya sendiri. Klarisa mengangguk dan mengekori Damian sampai garasi rumahnya -yang tentu saja dibeli oleh Damian. Ia tidak meragukan kemapaman Damian, bahkan digarasi rumahnya saat ini ada tiga buah mobil mewah yang sangat memanjakan mata. Warna putih tulang mobil ini sangat menambah kesan mewah yang mempu membuat orang lain takjub. "Woahhhh, apa kamu mencuri mobil ini, Damian?" Pertanyaan bodoh macam apa itu yang dilontarkan oleh Klarisa. Orang gila macam apa yang akan mencuri mobil yang jika orang lain tidak mampu beli harus rela menjual sebagian ginjalnya, ah bahkan mungkin satu ginjal saja tidak cukup. "Kamu gila, clay." Klarisa menatap bingung Damian yang sudah masuk kedalam mobil dan siap menjalankannya. Clay? Siapa Clay? pikirnya. Namun Klarisa tidak ambil pusing, ia lebih memilih masuk ke dalam mobil dan mengubur rasa penasarannya. Hey siapa tau Clay peliharaan kesayangan Damian, kan? Sesampainya di parkiran supermarket, Klarisa langsung saja turun dari mobil dan pergi mendahulukan Damian. Sumpah seumur hidup baru kali ini Damian ditinggalkan seorang gadis begitu saja. Damian hanya menghela napas dan berjalan menghampiri Klarisa yang sedang sibuk memilah milih beberapa macam selada. "Menurut kamu, bagusan yang ini atau yang ini? Yang keliatan lebih segar yang mana?" Klarisa menunjukkan dua buah selada air ke hadapan Damian dengan memasang wajah yang sangat membingungkan. Bagi Damian, raut wajah Klarisa saat ini sungguh menggemaskan. Namun sedetik kemudian dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Damian memperhatikan selada yang digenggam Klarisa, dan kedua selada tersebut masih sangat segar. "Keduanya masih segar." Klarisa mengangguk setuju, dan memasukkan kedua selada tersebut kedalam plastik yang telah disediakan di setiap bagian yang ada di supermarket, lalu memasukkan ke keranjang belanjanya. Sudah tau semuanya masih segar, kenapa harus bertanya? Pikir Damian. Setelah membutuhkan waktu setengah jam hanya untuk memilah milih sayur, buah, dan beberapa makanan ringan lainnya akhirnya disini lah mereka di salah satu restoran ternama di London yaitu Berners Tavern. Restoran favorit Damian karena disana menyajikan menu spesial cumi-cumi risotto. Damian memperhatikan Klarisa yang sedang menikmati makaroni keju dengan pasta carbonara, dan tidak lupa juga Klarisa menambahkan saus Skotlandia yang membuat makanannya menjadi terasa semakin spesial. "Jangan memperhatikan aku seperti itu, aku tau aku mempesona." Damian mengerjapkan matanya lalu menatap lembut gadis didepannya. "Kamu itu gadis teraneh yang saya kenal. Lihat sekitar kamu, gadis lain memakai dress saat ingin makan disini, berbeda sekali dengan mu yang memilih Hoodie sebagai atasan dan hotpants sebagai bawahannya. Terlihat menggemaskan." Blush... Klarisa berusaha mati-matian menyembunyikan semburat merah muda yang terlihat dipipinya. Namun usahanya sia-sia, bahkan semburat tersebut semakin jelas terlihat. Entah kenapa rayuan pertama Damian terlalu manis baginya, ah menyebalkan! "Aku tidak akan terpesona dengan gombalan kamu ya, orang tua." Masih saja gengsi dan menyebalkan. Memang, Klarisa gadis yang selalu menomor satu kan gengsinya. Damian hanya terkekeh geli dan kembali menyantap cumi favoritnya tanpa mencuri-curi mata lagi ke Klarisa. Dan itu membuat Klarisa bernapas lega dan menghembuskan napasnya perlahan. Pasalnya jantungnya sangat tidak dapat diandalkan. Masa dirinya sedang makan jantungnya berdebar tidak karuan, jika ia mati mendadak bagaimana? Ah kamu membuatku menyesal telah memakimu tadi, kamu jauh lebih baik dari perkiraan ku sebelumnya. Ah tapi tetap saja aku tidak mau meminta maaf. pikir Klarisa mengulum senyuman. Dengan acuh menghilangkan segala pemikirannya, Klarisa menatap Damian yang sudah menyelesaikan makannya dan beralih memainkan benda pipih yang sudah menjadi candu banyak orang. Tampan sekali. // next chapter.. ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN