Cerita 1 : Ojek Daring Pengantar Makanan (7)

1510 Kata
Episode 7 : Pembelajaran yang Teramat Mahal Bagi Ruri               “Kasihan, ya, Mbak. Kelihatannya Mas ojeknya itu terburu-buru mau mengantarkan pesanan makanan. Tahu sendiri kan Mbak, orang yang pesan makanan itu sering nggak sabar, telepon-telepon memlulu,” ucapan Si Anak Muda menerpa gendang telinga Ruri. “Mereka juga suka ngancam-ngancam mau ngebatalin orderan, mau kasih bintang satu, mau melaporkan Si Abang Ojek ke kantornya. Malah banyak juga yang order fiktif. Mereka nggak tahu saja, si Abang ojek daring begini, kerja keras buat keluarganya. Kadang demi mendapatkan order, dia itu sampai pinjam uang ke beberapa Temannya sesama Mitra ojek daring, demi bisa membeli makanan pesanan Pelanggan. Harapannya dia, syukur-syukur dibayar tunai dan dia bisa segera mengembalikan uang pinjaman dari temannya. Tapi sialnya, seringkali pas sampai di tujuan malah sudah ditolak, dianya dimaki-maki, pesanan dibatalkan, dan kadang alamat nggak ada, alias fiktif itu tadi. Padahal, itu saja mereka saat terima pesanan sudah telepon dulu ke Pelanggan, dan diangkat. Tapi setelah makanan diantar, telepon Pelanggan nggak bisa dihubungi. Pada jahat orang-orang itu,” urai Anak muda itu panjang lebar setelahnya.             Ruri terdiam. Dia sedikit tersindir oleh ucapan si Anak muda.             Saat itu lah, gawai di tangan Ruti berbunyi. Ruri menatap si Anak muda yang langsung mengangguk dan menunjuk gawai di tangan Ruri.             “Maaf, ada telepon masuk tuh Mbak. Boleh saya terima dulu? Nanti Mbak-nya boleh lanjut lihat-lihat lagi foto sama video-nya,” kata si Anak muda sopan.             Ruri yang sebelumnya melihat foto struk pembelian yang distaples pada tas plastik restaurant bento ‘Spicy and Delicious Bento’, mengembalikan gawai ke pemiliknya dengan tangan gemetaran.             Saking gemetarannya aamt kentara, terlihatlah oleh Si Pemilik gawai.             “Mbak nggak tega, ya, lihat foto-fotonya? Waduh, agak menyesal juga saya, sudah memperlihatkan sama Mbak. Jangan sampai trauma ya. Sebaiknya didoakan saja Mbak, supaya Korban tadi diterima di sisi Tuhan dan mendapat tempat yang terbaik. Juga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan kesabaran,” ucap si Anak muda lalu segera mengulir ikon telepon berwarna hijau dengan jari telunjuknya.             Ruri menggigit bagian dalam pipinya. Sekarang, lututnya terasa lemas sekali, seolah tidak sanggup untuk menahan bobot tubuhnya. Akan tetapi dia terus berusaha mempertahankan kesadaran dan kewarasannya. Ruri ingat sekali, foto berisi struk tadi, sama persis dengan struk yang dimilikinya. Ya menunya, ya nama pemesannya, jumlahnya, harganya, semuanya. Hatinya kian ciut saja. Terkenang akan semua omelan dan sumpah serapah yang keluar dari mulutnya tadi, Ruri sungguh menyesal, sekaligus merasa bersalah. Ya, di detik ini dia mulai paham, mengapa tadi merasa demikian bersalah. Ini rupanya alasannya. Namun begitu, demi menghibur diri dan melepaskan beban rasa bersalah yang begitu berat, dia masih berusaha terus untuk menyangkal. Dia bertanya-tanya dalam hati, berusaha berpikir dan mencocokkan sendiri, memperkirakan kejadian yang menimpa Si Pengemudi Ojek daring tadi, apakah terjadi sebelum ataukah sesudah mengantarkan makanan padanya. Pemikiran sebelum, segera dihalaunya. Ya jelas tak mungkin, kan? Masakan orang yang sudah mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya, masih bisa menerima pesanan mengantar makanan kepadanya? Pasti kejadiannya sesudah dia mengantarkan pesananku. Pasti ada orang lain yang memesan menu yang sama denganku, dan nama pemesan kebetulan sama. Iya, lah pasti. Ya, iya sih, aku mungkin salah sudah mengomeli dia, sehingga dia mengambil pelajaran, untuk tepat waktu mengantarkan pesanan yang lain. Dia jadi terburu-buru saat memenuhi pesanan selanjutnya, ya, pasti begitu kejadiannya, pikir Ruri, dalam kegamangan.  Lama Ruri tercenung di tempatnya. Diliriknya, Anak muda itu tampak serius mendengarkan entah apa, yang dikatakan oleh lawan bicaranya melalui panggilan telepon. Tidak seberapa lama, Anak muda itu mengakhiri panggilan telepon. Ruri memergoki, mata Anak Muda itu berkaca-kaca. Ternyata selembut itu hatinya. “Mas, kenapa? Ada... kabar buruk?” tanya Ruri, berempati. Anak Muda itu mengangguk lemah. “Saya sudah kirim informasi ke berbagai grup dimana saya menjadi Anggotanya. Respon teman-teman saya datang amat cepat. Dan Siapa sangka, Korban yang ternyata bernama Shandro Siswanto itu..., adalah salah satu Anggota di komunitas kami. Orangnya pendiam, tetapi banyak menolong baik tenaga maupun menyisihkan penghasilannya, setiap kali kami mengadakan acara bhakti sosial. Ini, cerita jadi berkembang. Ada kesaksian dari teman-temannya sesama ojek daring juga tentang Sosoknya Shandro ini. Ada juga yang mengaku kebetulan antri tepat di sebelahnya saat memesan makanan di restaurant bento dan melihatnya berkali-kali diomeli sama Pelanggannya. Temannya itu juga bilang, dia berbarengan waktu ke tempat parkir,” terang si Anak muda, panjang lebar. Ruri tercekat. Dia mengerling, mendapati aura kemarahan di wajah Anak muda itu. “Keterlaluan itu Pelanggannya. Seperti orang primitif saja. Norak! Saya kesal. Pasti dia terburu-buru karena ditelepon terus menerus. Ini, temannya yang tadi juga bilang, Shandro sudah diberitahu agar menghindari jalanan di depan rumah sakit Kencana karena rusak dan banyak lubang, tapi Shandro sempat bilang, kelihatannya itu jarak terdekat, kalau dia melihat dari peta. Shandro lalu buru-buru meluncur lebih dahulu untuk menghindari omelan selanjutnya dari Si Pelanggan,” tambah si Anak muda. Ruri membeku mendengarnya. Perasaan takut yang besar mencekamnya. Namun begitu, dia masih berusaha membohongi dirinya, mengatakan bahwa semua yang terjadi ini adalah ilusi belaka. Tapi bagaimana dengan tas plastik yang berlumur darah itu? Dan menilik waktu kejadian kecelakaan, Siapa yang mengantarkan makanan ke rumahku? Bukankah artinya, Shandro tidak sempat mengantarkan makanan ke tempatku? Buktinya, semua menu yang kupesan berantakan di aspal, bercampur dengan darahnya. Yang anehnya, struk-nya justru masih utuh dan terbaca. Bukankah itu suatu pertanda, untuk mencelikkan mataku? berbagai pertanyaan menghinggapi benak Ruri. Sekarang dirinya jadi curiga, bahwa itu bukanlah suatu kejadian yang bersifat kebetulan belaka. Sepertinya Sang Mitra ojek daring ingin memberikan semacam petunjuk melalui struk yang masih dapat dibaca jelas itu. “Mas, maaf, boleh.. lihat.. lagi, foto.. struknya?” dengan bibir gemetar dan suara tersendat, Ruri bertanya. “Nih,” kata Anak muda itu, yang langsung membuka galeri dan menunjukkannya pada Ruri. Ruri segera membaca apa yang tertulis pada foto struk. ‘Spicy and Delicious Bento’ The Rainbow Mall, 1st floor, lot 5SU Phone (021) XXXXXXX Order time : 12.13 Ordered by : Ruri 102 Phone : 0856XXXXXXX Served by : Pingkan Delivery by : Gercep Jek – Shandro Siswanto Phone : 0813XXXXXXX 1 special spicy bento package + rice 1 soup 1 caramel pudding 1 spicy dimsum Note : extra salad, extra mayonaise Tubuh Ruri bergetar hebat. “Tidak! Tidaaaak!” jerit Ruri, dalam kalut yang mendera. Semua informasi yang tersaji di hadapannya ini, sungguh tidak meleset lagi, Semua terang-terangan mengarah pada dirinya, pada ordernya. Semua tertera jelas. Tepat, pada setiap angka dan huruf yang tertera di sana. Anak Muda itu terbingung dan lekas menjauhkan gawai miliknya dari pandangan mata  Ruri.  Dia tidak habis pikir. Alisnya terangkat begitu saja. Dipikirnya, kalau pun Ruri mau histeris, semestinya bukan saat menyaksikan foto struk begini, kan, melainkan sewaktu gadis itu melihat foto-foto lainnya, seperti saat Korban diangkat ke ambulance, misalnya?  Tetapi Anak Muda itu terdistrasi.  Pemikiran lain menghinggapi kepala Anak muda itu. Dia sedang tidak bisa terlalu lama menghabiskan waktu di sini. Dia harus bergerak, bertindak. Dan menggalang dana untuk Keluarga yang ditinggalkan oleh Shandro. “Mbak nggak apa-apa? Maaf, saya tinggal dulu ya. Saya harus kabari semua teman-teman yang lain. Kami mau rembukan untuk meringankan beban keluarganya almarhum Shandro. Saya akan cari tahu, Siapa Pelanggan tak tahu diri yang menjadi penyebab tak langsung kecelakaan yang dialami Shandro. Biar dia mempertanggung jawabkan apa yang dilakukannya, minimal datang ke Keluarganya Shandro. Dan saya pastikan, akan mencari sampai ketemu. Kalau perlu, saya sendiri yang akan menyeretnya untuk menemui Keluarga almarhum Shandro setelah prosesi pemakaman selesai. Mari Mbak, saya tinggal dulu ya,” tanpa menunggu jawaban Ruri, Anak Muda itu bergegas meninggalkannya. Ruri tidak lagi mencegah saat Anak Muda itu menyeberang jalan. Tak lama, Anak muda itu mengambil sepeda motor yang diparkirnya di sebelah warung nasi, tempat Anak Muda itu makan, sewaktu kecelakaan tengah terjadi. Ruri menangis sesenggukan. Dicobanya untuk dapat melepaskan rasa sesak yang bergumpal di dadanya. “Tidak! Tidak!” ucapnya berkali-kali. Seakan-akan menyangkal sesuatu hal yang masih dapat diubah hanya dengan dirinya mengatakan TIDAK. Dia takut, takut sekali, akan segala kemungkinan apa pun yang bakal menimpa dirinya.  Dia takut mendapatkan hukuman baik berupa sanksi sosial dari masyarakat, atau pun yang lebih serius dari itu.  Hukum karma? Ya, semua perbuatan jahat dan baik itu ada karmanya bukan? batin Ruri dengan perasaan masgul. Ruri menggigit bibirkuat-kuat. Matanya sudah terasa amat panas, tangisnya nyaris tidak terbendung lagi. Dia merasa gelisah bukan kepalang. Lebih dari itu, dia juga merasa teramat bersalah. Rasa sesalnya menjadi-jadi. Terngiang olehnya semua perkataan kasarnya kepada Shandro tadi, betapa semua itu tidak setimpal untuk jasa seorang ojek daring pengantar makanan. Apa yang dilakukannya, sungguh tidak seimbang dengan kesabaran Shandro menanti makanan siap, tarif mengantar makanan, resiko yang ditempuhnya selama mengantar makanan, apalagi, nyawanya! $$LL$$ Pesan khusus bagi teman-teman pemakai jasa transportasi, terutama ojek daring, dalam hal ini : Mohon sabar menanti di kala menunggu kedatangan ojek yang menjemput / mengantar makanan. Mungkin beberapa di antara mereka melakukan pekerjaan ini sebagai pengisi waktu luang, tetapi banyak juga yang menggantungkan penghasilan dari sini. Mohon hargai mereka, perlakukan dengan baik, jangan pernah seenaknya membatalkan pesanan secara sepihak. Please, ya. Apalagi di masa pandemi begini, kita wajib saling memudahkan urusan Orang lain agar urusan kita juga dimudahkan. Terima kasih. * $ $  Lucy Liestiyo  $ $
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN