Episode 2 : Tanda Tanya Di Hati Chika
Tampaknya, Sang Wanita hamil sedang mengisi botol minum yang dipegangnya.
Melihat hal itu, Chika pun langsung menghentikan ayunan kakinya, sejarak dua langkah dari si wanita hamil, agar tidak mengganggu kenyamanan Sang Wanita hamil di depannya, serta demi menghindari kesan bahwa dirinya mendesak atau tidak sabaran menanti giliran mengisi botol minum.
Malahan demi menjaga perasaan Wanita hamil di depannya, Chika sampai sengaja sedikit menahan napas agar Wanita hamil tersebut tidak terusik dengan keberadaannya. Pertimbangan Chika sangatlah sederhana : Tidak ada satu Pasien pun yang bersenang-senang selama berada dalam masa perawatan, dan bagaimana pun rincian kondisi Seorang Pasien, umumnya akan memengaruhi keadaan mental Oran gyang menjaganya.
Tidak sampai tiga menit setelahnya, Wanita yang tengah hamil itu terlihat telah selesai mengisi botol minumnya. Anehnya, dia berlalu begitu saja, seperti tidak menyadari sedikit pun atau mungkin tidak peduli ada Orang lain di belakangnya. Jangankan melihat kepada Chika, menoleh barang sedetik ke arah Gadis itu juga tidak. Seolah, dia begitu fokus dengan entah apa yang dia pikirkan sehingga tidak melihat kehadiran Chika.
Ingin benar Chika menyapa Wanita hamil itu, namun tak sempat.
Wanita hamil itu sudah bergegas meninggalkan Chika seorang diri. Dia berjalan lurus saja, tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri, apalagi ke belakang. Hanya empasan angin yang tertinggal seiring pergerakannya menjauh dari Chika, yang menandakan ada Orang lewat.
Tak ayal Chika tertegun barang dua detik lamanya.
Rasa penasaran sekaligus takjub menggoda Chika.
Ia merasa, gerakan Wanita hamil barusan terlampau gesit untuk ukuran seorang Wanita yang sedang hamil tua. Maka tak urung, kening Chika berkerut karenanya. Sejumlah tanya hinggap di kepalanya.
Akan tetapi, kemudian Chika berpikir, barangkali Wanita hamil itu menunggui Kerabatnya yang sedang sakit keras, sehingga tak bisa berlama-lama menghabiskan waktu di Nurse Station.
Pemikiran macam ini menerbitkan rasa iba yang kemudian merasuk di hati Chika. Ia merasa miris. Diingat-ingatnya Penampilan Wanita hamil itu. Menilik besarnya perut Sang wanita hamil dan penampakan bentuk perutnya yang sepertinya sudah agak turun posisinya, Chika memperkirakan, kemungkinan wanita itu sendiri juga sudah dalam keadaan mendekati hari perkiraan lahir.
Chika menggelengkan kepala. Sedih sekali rasanya.
Kasihan sekali. Siapanya Ibu itu yang sakit? Anaknyakah? Kemana gerangan Suami atau mungkin salah satu Saudaranya sehingga harus dia yang menjagai? Atau jangan-jangan, malahan Suaminya yang sedang sakit? Ya, bisa jadi Suaminya yang kini tengah dirawat dan dia tidak punya Kerabat lain di kota ini. Mungkin kondisi dari Suaminya juga cukup parah sehingga dia tidak bisa tenang kalau harus berada di rumah. Sementara Suaminya sendiri, mungkin terpaksa setuju ditunggui olehnya mengingat dirinya juga sudah mendekati masa persalinan. Mungkn pertimbangan dari Suami maupun dirinya sendiri, andai sewaktu-waktu dirinya mengalami kontraksi atau hendak melahirkan sementra Sang Suami belum sembuh, kan dapat segera mendapatkan pertolongan sebab mereka berada di rumah sakit. Ah, semoga saja Siapa pun yang tengah dijagainya, segera sembuh. Kasihan, dia sendiri sebetulnya butuh banyak istirahat menjelang kelahiran Anaknya, pikir Chika prihatin. Dia sudah kerap mendengat bahwa yang namanya haari perkiraan lahir itu kadang suka meleset. Banyak hal lain yang dapat memengaruhi Seorang Wanita hamil mengalami kelahiran lebih awal dari perkiraan.
“Mbak, mau ambil minum, ya? Ambil saja jangan ragu-ragu. Itu memang diperuntukkan untuk yang bekerja di lantai ini, juga Para Pasien dan Yang menjaga Pasien. Atau jangan-jangan, habis, ya? Saya beri tahu ke orang pantry, deh,” sapa Seorang Perawat yang baru datang.
Chika terkejut mendengar sapaan itu. Dia menoleh ke belakang dan tergeragap. Segera Dia melangkah maju, mendekat ke dispenser.
“Eeeeh, masih ada kok, Suster. Ini, masih banyak,” sahut Chika yang lantas menempatkan thumbler-nya di bawah kran dispenser dan memencet yang berwarna biru.
Sang Suster tersenyum ramah padanya lalu duduk di salah satu kursi di belakang meja counter. Suster yang mendapat giliran jaga malam tersebut seperti mengingat-ingat sebentar sebelum menuliskan sesuatu di atas kertas lalu memasukkannya ke dalam map.
Di sisi lain, Chika telah selesai mengisi penuh thumbler-nya.
Dia hampir tergoda untuk menanyakan perihal Wanita hamil yang tadi dilihatnya, tetapi niatnya pupus seketika. Sebuah distraksi menghalangi niatnya.
Ada panggilan untuk Suster. Suster yang tadi menyapanya, memerhatikan lampu yang menyala di atas salah satu daun pintu ruang perawatan. Chika yang tahu diri segera mengurungkan niatnya. Diingatnya, lampu yang menyala itu, arahnya sama dengan arah perginya Sang Wanita hamil yang sempat dia lihat tadi. Untuk alasan yang sulit dipahaminya, mendadak hati Chika berdebar-debar. Jantungnya langsung bagai memompa darah dua kali lebih cepat dari biasanya. Perasaan panik melandanya.
Berbagai prasangka muncul di benaknya. Prasangka berupa tanya yang tiada dapat dijawabnya.
Jangan-jangan, ada sesuatu yang gawat, menimpa Kerabat yang dijagai oleh Wanita hamil itu? Seberapa gawat? Di tengah malam begini?
Duh, perasaan Chika tambah miris saja. Diam-diam, Gadis ini tersentuh. Dia mendoakan dalam hati, agar Siapa pun yang kini tengah dijagai oleh Sang Wanita hamil tersebut, dalam keadaan baik-baik saja.
Sampai di sini, kesadarannya sendiri bagai terlecut.
Dia ingat, sudah cukup lama meninggalkan Sang Bunda sendirian di dalam kamar. Memang sih, Bundanya sedang tidur saat dia tinggalkan tadi. Tapi bukan berarti dia boleh berlama-lama di luar kamar perawatan juga, kan? Pasalnya, jika sewaktu-waktu Sang Bunda terjaga, biasanya Sang Bunda akan merasa gelisah bukan kepalang dan akan memarahinya begitu mendapatkan kesempatan untuk itu. Itu pula yang dialami oleh Sang Bunda ketika harus dirawat di ruangan IMC yang tak mungkin ditunggui oleh Chika. Senantiasa gelisah dan merengek kepada Chika setiap kali Chika mendapat ijin untuk menengoknya.
Itu adalah kejadian tadi malam.
Kini, Chika menyaksikan Wanita hamil itu lagi, meski dari jarak yang agak jauh bila dibandingkan dengan tadi malam. Lorongnya masih sama dengan lorong yang menghubungkan kamar perawatan Bundanya dengan area Nurse station, hanya saja di arah yang sebaliknya.
Chika memang tidak terlampau yakin, sungguhkah yang berdiri termangu di depan jendela kaca itu adalah Wanita hamil yang pernah dilihatnya sebelumnya.
“Apa benar ini Wanita yang aku lihat sebelumnya? Meski kecil kemungkinan ada dua Sosok Wanita hamil yang tengah menjagai Kerabatnya yang menjadi Pasien, tetap saja aku nggak begitu yakin. Pasalnya, tadi malam kan aku hanya melihat sepintas, toh?” Gumam Chika super pelan.
Berbanding terbalik dengan tadi malam, sekarang Wanita hamil tersebut tampak tidak terburu waktu. Dari tempatnya berdiri, Chika melihat Dia hanya menatapi Seseorang dari balik jendela.
Chika pikir, ini adalah waktu yang tepat untuk sekadar menyapa Orang yang membuatnya penasaran.
Kali ini, kaki Chika tergerak untuk melihat dari dekat. Pelan-pelan, ia melangkahkan kaki agar tidak mengganggu ketentraman Para Pasien, Keluarga Pasien ataupun para medis yang bertugas, pada waktu selarut ini.
Ketika jaraknya semakin dekat dengan Sang Target, Chika merasa hatinya bagai dibetot begitu keras.
Chika mendapati, wajah Sang Wanita hamil itu terlihat amat pucat, seperti kurang darah. Chika sampai menahan napas karenanya. Dia sampai mengkhawatirkan keadaan Sang Target.
Ya, jelas saja, Seseorang yang tengah menunggui Kerabat yang sakit, terkadang juga ikut-ikutan terpengaruh kondisi fisik dan mentalnya saking karena kurang mengacuhkan kesehatannya sendiri. Belum lagi faktor beban pikiran atas kondisi kerabat yang ditungguinya serta biaya perawatannya, kan? Pikir Chika prihatin.
Keinginan Chika untuk menghampiri Sang Target semakin menggebu-gebu saja. Pikirnya, kali ini setidaknya dia pasti bisa bila sekadar menyapa. Malahan jika memungkinkan, dia ingin memberikan kata-kata penghiburan kepada Sang Target.
*
$ $ Lucy Liestiyo $ $