Cerita 2 : Wanita Hamil Di Rumah Sakit (7)

1081 Kata
Episode 7 : Fakta ,Ataukah Fatamorgana? (3) Chika menatap secara intens. Kini Gadis itu baru tersadar, ternyata Sang Wanita hamil tua itu mengenakan pakaian yang sama, sejak pertama kali dia melihatnya. Sungguh fakta yang membuat Chika merasa miris serta kasihan dan berpikir apakah Sang Wanita hamil itu sampai tidak memerhatikan dirinya dan tidak sempat untuk berganti pakaian, saking sudah pusing memikirkan kondisi pasien yang dia jaga? Di saat Chika terbingung, mengapa Sang Wanita hamil tua yang mengenakan daster berwarna putih yang sudah agak kusam dengan ukuran yang tampak begitu panjang hingga ujungnya menyentuh ke lantai itu bisa berada di kamar perawatan ini, Chika tidak lagi memikirkan tentang betapa dinginnya kamar tersebut, betapa ngilu tulang-tulangnya, dan betapa dirinya sesungguhnya merasa tersiksa dengan ‘keterbatasan’ yang menghalanginya ini. Keterbatasan yang sama sekali bukan maunya. Sejumlah pertanyaan langsung memenuhi benak Chika. Menambah daftar panjang pertanyaan yang juga tidak terjawab. Apakah ada hubungan antara Wanita hamil ini dengan Nenek Yunita? Karena kalau tidak ada hubungan, apa urusannya dia datang kemari, mengunjungi Nenek Yunita? Dan jika memang ada hubungan atau minimal Wanita hamil tua ini mengenal Nenek Yunita, lalu mengapa baru sekarang dirinya melihat Wanita hamil ini menengok nenek Yunita? Mengapa Sang Target yang dinantinya ini terkesan menengok Nenek Yunita secara diam-diam begini, pada saat yang kurang lazim? Apakah dia yang telah menyibak tirai? Mengapa dia juga diam saja, hanya sekadar menatapi wajah Nenek Yunita, tidak terlihat berkata-kata? Dan kapan tepatnya Wanita tersebut masuk kemari, sedangkan saat dirinya keluar dari kamar, bukan lagi tampaknya, namun Chika ingat jelas bahwa tidak ada Wanita hamil itu di dalam kamar? Dan yang lebih aneh lagi menurut Chika, tentunya Sang Wanita hamil itu kan harus melewati Nurse station untuk menuju ke ruangan rawat ini dari ‘tempatnya’ menunggu entahkah Kerabat atau Suaminya, yang ‘dirawat’ di lantai yang sama namun di bagian yang berbeda? Chika semakin pusing dibuatnya. Mengapa Suster dan aku nggak sempat memergoki saat dia berjalan di koridor untuk masuk kemari? Masa iya, karena kami berdua keasyikan mengobrol? Enggak, lah! Sangkal Chika di dalam diam. Dia yakin benar tidak ada Satu Orang pun yang melintas di koridor selagi dirinya bercakap-cakap dengan Sang Suster. Lantaran dirinya semakin pusing dengan segala pertanyaan yang tak terjawab dan dirasa sangat membebani pikirannya itu, Chika ingin sekali mendekat. Chika sungguh-sungguh berusaha menguasai dirinya dan mengerahkan segenap kekuatannya agar dapat bergerak bebas dan melangkah. Semua itu didorong oleh hasratnya yang amat besar untuk menyingkap misteri yang mengganggu perasaannya. Setidaknya, dia ingin sekali menyapa barang satu dua kalimat kepada Si Wwanita hamil, dan tentu saja itu tak dapat dilakukan dari jarak jauh. Ia tentu harus mendekat agar suaranya tidak membuat Bu Rohaya dan Sang Bunda terjaga dari tidur. Chika memejamkan mata sejenak. Dia berkonsentrasi penuh. Bagai mengerahkan tenaga dalam, Chika memaksa untuk mengangkat kakinya. Dia juga sudah nekad sekarang, hendak membuka mulut tanpa mempertimbangkan segi kenyamanan bagi yang lainnya. Tetapi, mendadak mulut Chika seperti terkunci, tanpa dikehendakinya. Lantas yang lebih parah lagi, kakinya mendadak terasa kram, tak sanggup untuk digerakkan, apalagi dilangkahkan. Barangkali merasa dirinya tengah diamati, Sang Target mengalihkan fokus perhatian. Jika semula ke awajah Nenek Yunita, kini beralih ke arah Chika. Dan pada waktu Wanita hamil tua itu menoleh ke arahnya, tubuh Chika langsung gemetaran hebat, tidak terkendalikan barang sedikit saja. Sebuah pemikiran yang membuatnya bergidik ngeri hinggap di kepala Chika. Mendadak, firasat Chika mengatakan bahwa Wanita hamil tua itu bukanlah dari alam yang sama dengannya, alias.... dari alam lain. Bisa jadi sekelompok Orang yang berada di luar sana juga. Chika memang pernah mendengar bahwa ketika Seseorang tengah sakit parah dan kemungkinan sudah mendekati ‘garis akhir’ dari hidupnya, sejumlah jiwa yang berada di alam antara ‘berebut’ atasnya. Kini cerita yang sempat didengarnya itu bagai tengah dibisikkan kembali ke telinganya. Jadi maksudnya..., akan ada Seseorang yang akan pergi? Tidak! Tidak! Jerit hari Chika. Berpikir sampai ke sana, Chika jadi ketakutan setengah mati. Maksud hati ingin berteriak sekencangnya, namun apa daya tiada yang keluar dari celah bibirnya. Dia hanya mampu menunjuk-nunjuk ke arah Wanita hamil tua itu. Bahkan itu juga sudah cukup membuat dirinya takjub karena mempunyai ‘kekuatan’ sebesar itu hingga mampu menggerakkan dan mengangkat tangannya. Wanita hamil tua itu sepertinya tidak terganggu oleh ulah Chika. Dia terlihat tetap setia, berdiri di tempatnya. Tidak melakukan apa pun, tidak mengatakan sepatah kata pun. Wajahnya yang pias, bibirnya yang tampak agak membiru, rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai, menerbitkan kengerian besar di benak Chika. Saat itu lah, mendadak terdengar suara kilat menggelegar dari arah luar. Suara kilat yang datang sekonyong-konyong walau Chika yakin tidak sedang hujan sekarang ini. Chika terkejut luar biasa. Cangkir berisi kopi yang berada dalam genggaman tangannya terlepas tanpa tercegah lagi, kemudian meluncur jatuh membentur lantai keramik, menghasilkan bunyi yang nyaring. Chika terkaget lagi. Kali ini, Bu Rohaya juga terkaget. Entah karena suara kilat yang didengar oleh Chika tadi, ataukah nyaringnya suara cangkir yang beradu dengan ubin kamar. “Mbak Chika, ada apa?” tanya bu Rohaya sembari menyibak tirai yang menutupi sekitar ranjang Nenek Yunita. Suara Bu Rohaya terdengar sebagaimana suara Orang yang sangat mengantuk. Dia menyembulkan wajahnya dan tangannya terlihat sedang mengucek-ucek matanya. Chika terpelongo. Dia merasa semakin frustasi. Chika pikir pasti ada masalah dengan penglihatannya. Dia merasa logikanya diacak-acak. Dia ingat benar, hanya beda sekian detik, dia melihat sendiri tirai itu terbuka, namun faktanya, sekarang dia melihat tirai tersebut dalam keadaan tertutup. Sepertinya aku tengah dipermaikan oleh sesuatu hal yang di luar dari akal sehatku. Tapi kenapa aku? Protes Chika dalam hati. Dia juga tak tahu harus melontarkan protes kepada Siapa atas ‘gangguan’ ini. Karena tidak kunjung mendapat jawaban dari Chika, bu Rohaya mengambil inisiatif. Dia beranjak dari sisi ranjang Nenek Yunita dan berjalan untuk mendatangi Chika. “Mbak Chika nggak kenapa-napa?” tanya Bu Rohaya setelah jarak mereka kian dekat. Chika masih merasa ragu untukmengeluarkan suaranya. Kebingungan tampak jelas di wajahnya. Bu Rohaya mendekat dan menyentuh pundaknya secara perlahan. “Mbak Chika..., Mbak Chika baik-baik saja?” tanya Bu Rohaya penuh perhatian. Chika seperti tersetrum aliran listrik saja. Sentuhan lembut Bu Rohaya membuat Gadis ini merasa seolah dirinya baru dilemparkan kembali ke alam nyata, setelah mengikuti ‘tour aneh, mencengangkat dan serba singkat’ barusan. “I... i.. itu.. tadi... ada..,” suara Chika tersendat. Dia takjub sendiri mendengar suaranya telah kembali normal. Dan dia sudah tak sabar untuk bertanya berbagai hal kepada Bu Rohaya, termasuk suara kilat barusan. Dia ingin tahu, apakah Bu Rohaya terbangun karena suara kilat yang hebat itu? * $ $ Lucy Liestiyo $ $
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN